(14)

7.2K 373 16
                                    


Toha menggerutu mendapati ban motornya kempes. Mengedar mata ke penjuru areal parkir sekolah yang sudah sepi. Tidak heran, petang hampir menjelang.

"Motormu mogok?" tanya Barga saat melintas di depan Toha yang tampak kebingungan.

"Bocor," koreksi Toha dengan tampang merengut sambil menunjuk ban depan motor tertusuk sebatang paku payung karatan. "Siapa sih yang sudah iseng sebar paku sembarangan? Kalau sampai terinjak kaki kan bahaya!"

Barga mengedik bahu. "Mau pulang bareng?"

"Naik Grab saja. Lagian jalan rumah kita beda, kasihan kamu nanti harus putar balik arah segala," tolak Toha lekas mengambil ponsel dari saku celana dan menentukan lokasi penjemputan paling dekat.

Toha terperanjat ketika melihat besaran harga tarif di sana. Total uang di dompet tidak cukup untuk membayar. Meski masih ada tabungan di kartu ATM-nya.

Sebagai guru swasta dengan pendapatan tidak seberapa besar, Toha harus pandai membelanjakan gaji bulanan agar cukup memenuhi segala kebutuhan primer dengan pengeluaran seminimum mungkin. Bahkan dia sampai harus menjalani program hidup hemat demi bisa membiayai kuliah Nisa hingga wisuda.

"Kalau begitu ... sampai jumpa besok, Toha."

"T-tunggu," tahan Toha saat motor Barga hendak melaju. "A-aku masih boleh ... menebeng? Uangku kurang buat pesan Grab."

Barga mengulum senyum melihat gelagat malu Toha. Kepala merunduk dan kaki sibuk menendang batu kerikil di pelataran parkir.

"Pakai ini," titah Barga sambil menyerahkan satu helm ke Toha.

Toha segera memasang helm ke kepala dan duduk canggung di jok melandai motor Barga. Sebisa mungkin tidak merapat ke punggung lebar dan hangat lelaki itu.

"Siap berangkat?"

Toha mengangguk setelah menemukan posisi nyaman di jok motor itu.

"Jangan lupa pegangan biar nggak jatuh di jalan," celetuk Barga mengingatkan sambil memacu motor menembus kemacetan saat jam bubaran kantor. "Peluk saja agar lebih aman."

Tentu saja Toha menolak saran terakhir. Meski tidak berumur panjang sampai Barga menarik tuas rem. Mengunci putaran roda motor secara mendadak.

Bikin badan Toha kehilangan keseimbangan. Terdorong ke depan dan membentur punggung Barga cukup keras saat motor mereka berhenti tepat di bawah lampu merah.

"Tinggal peluk saja susah, ya?" sindir Barga sambil mengamati Toha membenarkan posisi helm agar tidak miring melalui kaca spion.

"Nggak sopan dilihat saja kalau boncengan motor sambil pelukan segala."

"Dilihat siapa? Kalau nanti kamu sampai jatuh, apa mereka akan peduli padamu?" tanya Barga retoris sambil menengok saat sosok Toha lenyap dari pantulan kaca spion.

Ya, benar. Tidak ada salah sesekali bersikap masa bodoh dengan anggapan orang di sekitar mereka.

Dengan jantung berdebar, Toha menganyam jemari di perut Barga. Meraba bentuk susunan otot perut yang padat dan kuat di balik kaus oblong lelaki itu.

Sentuhan itu menimbulkan gelenyar lembut merambat ke pembuluh darah Barga bikin lelaki itu sontak mengerang tertahan. Oh, betapa lama dia merindukan duda manis itu.

Andai saja mereka tidak sedang berada di jalan penuh kendaraan berlalu lalang, tentu Barga akan langsung mencumbu tanpa pikir panjang. Meski tidak akan segan bercumbu ria di tempat umum sekali pun, selama Toha memang menginginkan kepuasan atas kebutuhan biologis itu.

Senyum merekah di bibir seiring senja memudar di kaki langit berselimut malam membingkai seutas harap akan mimpi indah mereka kelak.

Andai tangan Toha berani merambah turun sedikit saja, dia pasti akan menemukan sekantung penuh besi paku payung karatan tersimpan di saku celana training Barga. []

MY BRIDEGROOMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang