(6)

11.5K 485 5
                                    


Toha berusaha bersikap biasa saat Barga bergabung untuk sarapan pagi bersama. Meski bayangan penis lelaki itu mengusik ketenangan batinnya. Dia butuh meditasi untuk mencuci bersih memori kotor itu.

"Gimana tidur Papa semalam?" tanya Nisa membuka obrolan. "Semoga mimpi indah Papa nggak terganggu dengkuran keras Mas Barga."

Toha dan Barga kompak saling melirik dengan raut muka saling bertolak belakang. Satu tersenyum sumringah dan lainnya mengulas senyum masam mendengar nada riang penuh ironi itu.

"Nis, kamu ada kelas pagi kan, hari ini?"

Nisa mengganguk. "Nanti Nisa bisa berangkat bareng Mas Barga. Papa duluan saja."

"Oya, Om mengajar di mana?" celetuk Barga begitu ada kesempatan buka suara. "Aku dengar dari Nisa kalau Om bekerja sebagai guru swasta."

Lidah Barga terasa aneh ketika memanggil Toha dengan sebutan 'Om'. 

"Iya, Pa. Bantuin Mas Barga," bujuk Nisa sambil meraih dan mengenggam lembut tangan Toha. "Di sekolah Papa lagi butuh guru olahraga, nggak? Honorer pun tak apa."

"Sayang sekali semester ini sedang penuh. Barangkali di sekolah lain ada." Tentu saja itu hanya bualan Toha agar bisa menjauh dari Barga.

"Oh, begitu. Tapi kan Papa punya koneksi di kalangan profesi guru. Pasti lebih mudah kalau ada kenalan orang dalam," tukas Nisa masih berusaha mengambil hati Toha

Toha mendesah. "Ya, sudah. Nanti Papa kabarin kalau ada, Nis."

"Makasih, Pa."

Barga mendecih ketika melihat Nisa merangkul leher Toha dari belakang dan mengecup sayang pipi ayahnya..

"Sudah jam setengah tujuh. Sebaiknya Papa berangkat sekarang sebelum terjebak macet," pamit Toha sambil membereskan meja dan menumpuk piring kotor di bak cuci piring.

Setelah berpesan ke Nisa untuk mengunci pintu rumah sebelum berangkat ke kampus. Toha segera melajukan motor menembus lalu lintas pagi yang cukup lenggang.

Toha tahu, dia hanya sedang mengulur waktu sebelum Barga masuk lebih dalam dan membongkar setiap rahasia kelam yang selama ini disembunyikan.

Setiba di ruang guru, Toha merasa ada sesuatu yang janggal meski belum tahu pasti apa itu. Namun saat bel masuk berdering, sesuatu menyentak kesadarannya.

"Lho, ke mana Pak Rendi?" tanya Toha sambil menoleh ke kanan-kiri mencari sosok guru pengampu mata pelajaran olahraga di sekolah itu.

"Ambil cuti. Istrinya baru melahirkan minggu kemarin," sahut Bu Esti yang duduk di sebelah meja Toha. Tanpa ada partisi kubikel sehingga lebih mudah menggobrol saat tidak ada tugas mengoreksi lembar jawaban hasil ulangan siswa.

"Berapa lama?" tanya Toha mulai risih ketika firasat buruk menelisip ke benaknya.

"Sebulan kalau tidak salah dengar. Tapi Pak Toha bisa konfirmasi sendiri ke kepsek biar lebih jelas," saran Bu Esti sambil memajukan badan. Lalu dengan suara lebih pelan guru sejarah itu melanjutkan, "Kamu kangen, ya?"

Toha tercengang mendengar kalimat terakhir Bu Esti. "N-nggak kok, Bu. Cuman heran saja," balas Toha ikut berbisik. "Apa tidak kelamaan ambil cuti selama sebulan?"

Bu Esti mengangkat bahu. "Tapi denger-denger sih sudah ada guru pengganti. Masih muda pula."

Firasat Toha semakin buruk. Apa benar kalau ...

"Panjang umur," pekik Bu Esti tertahan sambil menepuk lengan Toha penuh antusias. "Itu, Toha! Guru pengganti Pak Rendi."

Toha menoleh mengikuti arah telunjuk Bu Esti bersama belasan kepala lain yang bergerak serentak menatap lelaki dengan sejuta pesona itu.

Ya, tebakan Toha benar. Guru pengganti itu Barga.[]

MY BRIDEGROOMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang