(35)

3.7K 205 30
                                    


**Flashback on**

Semua berawal dari secarik kertas berisi sederet angka acak terselip dalam halaman buku di rak perpustakaan kampus.

Bagi sebagian orang yang kebetulan menemukan carikan kertas itu mungkin akan mengira sebagai coretan iseng pelepas stress mahasiswa tingkat akhir dalam menjalani proses penulisan skripsi.

Sudah puluhan kali Toha mengirim pesan tersembunyi di balik deretan angka acak itu. Membuka jalur komunikasi dengan secarik kertas dalam lembaran buku.

Toha megembus napas kecewa saat mendapati tidak ada balasan di balik kertas berderet angka acak itu. Lantas dia pun menambah jumlah pesan dalam halaman buku yang sering dibaca pria itu.

Toha sudah lupa kali pertama mulai menaruh hati ke pria asing itu. Berawal dari rasa kagum dan berujung dengan rasa ingin memiliki. Meski tahu, mencintai seorang pria merupakan kesalahan terburuk dalam hidupnya.

Satu hari ketika petang mulai menjelang, perpustakaan berangsur sepi karena sebentar lagi akan tutup. Begitu pun Toha segera menata buku yang berserakan di meja dan menaruh mereka kembali ke rak semula saat tanpa sengaja menangkap kepakan sudut kertas menyembul dari lipatan halaman buku.

Jantung berdebar penuh harap dengan tangan gemetar ketika mencabut kertas itu dari jepitan buku. Bahu Toha merusut lesu begitu mengenali deretan angka bertinta hitam mengisi separuh kertas itu.

Bersandar ke rak sambil mengedik bahu dan memejam mata berusaha tidak begitu peduli dengan balasan pria itu. Meski tetap ada tusukan kecewa di sudut hati kala sadar dia tidak cukup menarik untuk merebut perhatian pria itu, apalagi sekadar untuk melirik.

Tertegun saat sadar kertas itu terlipat, merangkap satu sisi kertas menjadi dua bagian depan-belakang. Jemari Toha refleks membekap mulut ketika mendapati deretan angka lain membaris dari sisi kiri ke kanan kertas bergaris itu.

Tanpa buang waktu, Toha segera mengambil buku di mana dia menemukan kertas itu dan mulai menelusuri setiap kata di halaman buku penuh huruf cetakan itu.

Bagi Toha merangkai kata di balik deretan angka itu setara dengan menemukan tanda silang di peta harta karun.

Dehaman kasar menginterupsi kegiatan pencarian kata, lekas mendongak dan bertemu pandang dengan muka garang pustakawan yang bertugas jaga hari itu. Berdiri menjulang sambil bertolak pinggang di depan Toha.

"Perpustakaan sudah tutup. Silakan keluar."

"Bentar aja, Pak. Nggak lebih sepuluh menit kok," bujuk Toha segera menangkup tangan ke depan dada sambil memasang tampang mengiba.

"Besok kan masih bisa."

"Kalau besok takut keburu dipinjam orang, Pak."

Pustakawan itu mendengus bimbang. "Oke, lima menit cukup?"

Toha mengangguk sambil tersenyum sumringah. "Terima kasih."

Sejak petang itu, mereka mulai rutin bertukar pesan dan saling mengenal meski belum sekali pun bertemu. Hanya melalui secarik kertas seukuran sticky note terselip dalam lembaran buku dengan sederet angka mewakili perasaan mereka.

Pipi Toha merona kala tanpa sengaja menangkap senyum simpul di sudut bibir itu saat membaca pesan tersembunyi di balik deretan angka. Meski cukup memakan waktu dan menguras konsentrasi untuk sekadar berbagi keluhan soal tugas kampus atau dosen menyebalkan di kelas mereka.

Mungkin akan lebih mudah kalau mereka memakai buku novel sebagai sarana komunikasi tanpa ada kendala kata. Bukan malah memilih buku ilmiah sebagai jembatan rasa ke hati mereka. Tidak heran kalau obrolan pesan mereka akan terdengar janggal.

Toha melirik jarum jam berdetik lamban menggantung di tembok sisi kanan ruangan. Menunggu pria itu menaruh buku berisi pesan balasan kembali ke rak, mengambil tas di rak penitipan barang dan bergegas keluar.

Toha segera bangkit sepeninggal pria itu. Melenggang santai ke rak, mencengkeram punggung sampul buku dan segera membalik halaman mencari kertas pesan itu.

Sergapan rasa panik menikam dada begitu sadar kertas pesan itu ada di dalam sana. Bola mata Toha bergulir liar menatap sepenjuru ruang. Barangkali kertas itu jatuh di suatu tempat.

Segera berjongkok dengan tangan merangsek masuk ke kolong rak setelah gagal menemukan kertas itu di celah dempetan buku di rak bagian bawah, mengira kertas itu mungkin tergelinsir jatuh dan terselip di bawah sana.

"Mencari kertas pesanmu?"

Spontan, Toha menengok belakang dan tercengang kala mendapati gadis dengan gelar primoda kampus sedang berdiri sambil mengepak secarik kertas di tangan seperti baru menangkap kupu-kupu.

"Aku sempat terkecoh dengan coretan konyol ini. Tapi saat kuperhatikan lebih teliti, deretan angka ini tampak seperti indeks buku untuk membantu kita mencari kata tertentu," jelas gadis itu sambil mengetuk telunjuk pada baris pertama deretan angka itu.

Toha segera mengulur tangan hendak merebut kertas itu, namun kalah gesit dengan gerakan tangan gadis itu.

"Karena penasaran dan nggak ada kesibukan, iseng aku menguji kebenaran teori indeks buku itu dan ... berhasil membaca pesan rahasiamu."

"Kembalikan," desis Toha sambil mengepal tangan.

"Tidak sebelum kau memberitahuku," tolak gadis itu sambil bergerak mendekat seakan tidak mendeteksi bahaya dalam suara Toha. "Siapa dia?"

Toha berjengit mundur dan membentur rak buku kala gadis itu terus memangkas jarak. "Kau ... mau apa?"

Gadis itu kembali menegak punggung, lantas mengedar mata dan mulai sembarang menunjuk ke setiap gadis yang ada di ruangan itu.

"Dia ... cowok, oke?" aku Toha hampir frustrasi dengan tebakan asal gadis itu karena mulai menarik perhatian orang sekitar dan memancing omelan pustakawan yang melempar tatapan penuh peringatan.

Gadis itu tertegun mendengar pengakuan Toha. "Kau..."

"Yeah, sekarang bisa kembalikan kertas itu?" sela Toha sambil menadah tangan.

"Di mana dia?" tanya gadis itu setelah pulih dan kembali memindai setiap pria di ruangan itu. "Cowok itu?"

"Nggak ada di sini," sahut Toha sambil melenguh lelah. "Dia sudah pulang, oke?"

"Oh, sial ... aku telat," sungut gadis itu dengan bibir mencebik. "Sesuai janji, aku balikin kertas pesanmu. Semoga beruntung."

Toha mengambil kertas itu dan segera berbalik begitu gadis itu mulai melangkah pergi. "Hei, tunggu! Kau ... siapa?"

"Kau serius tidak mengenalku? Kukira semua cowok di kampus ini tahu," sahut gadis itu sambil tersenyum geli seakan Toha baru melontarkan lelucon lucu.

"M-maksudku ...  namamu."

Gadis itu kembali dan mengulur tangan, "Dania."

"Toha," balas Toha sambil menjabat tangan gadis itu. Ralat, tangan putih dan mulus Dania.

"Toha," dengus Dania sambil mengenggam erat tangan Toha. "Cowok pertama di kampus ini yang tidak tahu siapa namaku."[]

a/n:

Part depan masih flashback, ya. Sebagai patokan biar lbh gampang bedain flashback ato bukan, kalau masih ada Dania dan nggak ada Barga berarti masih bagian dari flashback, ya :)

Makasih udh baca dan mampir ^^

MY BRIDEGROOMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang