Toha sibuk mencari ukuran baju paling besar untuk baju ganti Barga saat lelaki itu sedang mandi di toilet kamar tidurnya. Lebih baik daripada harus mandi seruangan dengan Nisa di toilet dapur.Setelah menemukan baju dan celana yang mungkin pas dengan badan lelaki itu, Toha segera menaruhnya di tepi ranjang dan bergegas keluar kamar saat mendengar pintu kamar mandi terbuka.
Setiba di dapur, Toha langsung menghangatkan masakan sisa makan malam.
"Papa belum makan?" tanya Nisa saat melihat Toha sibuk di depan kompor.
"Bagaimana denganmu? Sudah makan malam?" Toha balik bertanya sambil terus mengaduk sayur di wajan.
Nisa terkekeh saat perutnya mendadak berbunyi keroncongan.
"Huh, dasar anak muda zaman sekarang. Kalau sudah sibuk pacaran jadi lupa makan," sahut Toha sambil geleng kepala. "Ya sudah, buruan berpakaian dan kita makan malam bareng."
"Siap, Pa! Sekalian Nisa panggil Mas Barga," timpal Nisa girang sambil beranjak ke kamar Toha.
"Biar Papa saja yang memanggil Barga," cegah Toha spontan kala melihat penampilan Nisa yang hanya mengenakan selembar handuk. "Kamu ganti baju dulu sana."
Meski tampang cemberut, Nisa tetap mematuhi perintah itu. Selesai berpakaian, gadis itu segera menemui Barga dan ayahnya di dapur yang merangkap fungsi sebagai ruang makan.
Barga sudah duduk di meja makan saat Nisa bergabung dengan mereka. Tampak lahap menikmati hidangan yang tersaji hangat di meja.
"Sialan, kenapa kamu tidak bilang kalau papamu jago masak?" tanya Barga ketika melihat Nisa duduk di sebelahnya. "Tahu begini, sudah dari dulu aku bakal mampir ke rumahmu saban hari."
"Mampir cuman numpang makan doang. Huh, dasar nggak modal. Maunya gratisan aja," sindir Nisa sambil mencubit gemas hidung mancung Barga.
Toha diam saja mengamati kelakuan dua sejoli itu yang sedang di mabuk asmara. Berusaha tidak terlalu mengekang kebebasan putrinya dalam memilih pasangan.
"Oya, Pa. Boleh nggak malam ini Barga menginap di rumah kita?" tanya Nisa sambil menoleh menatap Toha dengan sorot mengiba.
Toha hampir tersedak mendengar usul sarat permohonan itu. "M-menginap?"
Nisa mengangguk antusias. "Mas Barga bisa tidur di sofa ruang tamu atau ... di kamar Papa saja?"
Toha dilema. Membayangkan tidur seranjang dengan Barga saja sudah bikin merinding. Akan tetapi, pilihan itu lebih baik daripada membiarkan Barga tidur di sofa ruang tamu yang lebih dekat dengan kamar Nisa.
Toha menggeleng keras mencoba mengenyahkan skenario buruk yang mulai mengerogoti benaknya.
"Jadi gimana, Pa? Boleh?" tanya Nisa sambil menatap Toha penuh harap.
Toha menghela napas berat sebelum memutuskan, "Ranjang Papa cukup lebar kok, untuk menampung dua orang."
Tanpa mereka sadari, di seberang meja Barga tersenyum puas mendengar pilihan Toha.[]
