Toha menoleh ke meja Bu Esti ketika guru sejarah itu terus mengamit baju seragam dinasnya. Kurang dari semenit untuk membaca kode mata dari Bu Esti yang terus melirik ke Barga dengan sedikit kedikan dagu.Toha sudah berusaha mengabaikan panggilan Barga yang sudah mengusik gendang telinga sejak lelaki itu duduk dan menempati meja kosong Pak Rendi.
Toha mengeluh dengan jadwal mengajar hari inl yang baru dimulai pukul sepuluh. Dia harus segera meminta staf bagian kurikulum untuk merombak ulang jadwalnya mumpung masih awal semestar. Sebisa mungkin agar tidak bersinggungan dengan jam mengajar Barga selaku pengganti guru olahraga di sekolah mereka.
"Samperin sana, kasihan tuh," bisik Bu Esti mulai geram dengan sikap apatis Toha yang masih duduk tenang di meja sendiri.
"Kenapa nggak Bu Esti saja yang bantu? Saya sedang sibuk bikin soal untuk ulangan harian minggu depan," bantah Toha sambil pura-pura mengetik sesuatu di keyboard laptopnya.
"Halah ... ulangan gambar saja sok bikin soal," cibir Bu Esti sambil menarik lengan Toha mendekat. Lantas berbisik, "Jelas saya malu, dong. Masa yang dipanggil kamu, kok malah saya yang datang ke situ."
Tidak ingin membentuk citra buruk di mata guru lain di ruangan itu. Toha menyerah dengan panggilan Barga. "Ada yang bisa saya bantu?" tanya guru kesenian itu agak ketus.
"Aku masih bingung soal RPP ini," sahut Barga sambil menggaruk sisi kepala. Lantas bangkit dan meminta Toha duduk di kursi mejanya agar lebih nyaman menjelaskan tanpa harus pegal berdiri.
Toha mendongak dari lembaran kertas RPP saat sadar keadaan sekitar mereka mendadak hening mencekam. Dahi mengerut kala mendapati dirinya tengah menjadi pusat perhatian para guru yang masih berada di ruangan itu.
Ada apa ini?
Toha hendak menoleh ke meja Bu Esti dengan harapan bisa menemukan petunjuk soal perubahan tatapan rekan seprofesi yang membuatnya merasa tidak nyaman. Saat itulah dia sadar di mana letak kesalahan itu.
Posisi badan Barga yang membungkuk terlalu rendah dengan masing-masing lengan bertumpu ke muka meja dari belakang kedua sisi bahu Toha. Tampak begitu dekat dan intim.
Barga sendiri justru sibuk mengagumi lekuk sensual bibir Toha yang seakan memanggil untuk segera mencecap rasa manis penuh candu itu.
Tolehan kepala Toha memupus jarak bibir mereka. Meski singkat, sentuhan bibir dan gesekan kasar bakal janggut di dagu Barga memutar ulang pita rekaman kejadian kelam semasa silam.
Ya, perasaan yang selama ini berusaha Toha kubur di relung hati terdalam. Namun kembali meruak hanya dengan sentuhan bibir Barga.
Toha hampir jatuh terjengkang dari kursi kalau lengan Barga tidak sigap menangkap dan menarik tubuhnya ke dalam pelukan hangat lelaki itu.
Toha mendongak dengan napas terengah. Mendorong dada Barga menjauh sambil melangkah mundur dengan kepala terus menggeleng.
"Toha!" panggil Barga mengejar Toha yang sudah lebih dulu keluar dari ruangan penuh kenangan buruk itu.[]