S e b e l a s

2.4K 244 3
                                    

Istri Nggak Ada Akhlak
_______________________________

Benua baru saja sampai dirumahnya. Pemuda itu baru pulang dari kantor polisi bersama Jiwa, Guntur dan Cakra.

Mereka semua dimintai keterangan, dan setelahnya mereka hanya di beri nasehat dan dipersilahkan untuk pulang.

Benua membuka pintu rumahnya yang berwarna putih tulang tersebut dan berjalan masuk. Sampai langkahnya terhenti karena mendapati Samudra yang tengah berdiri sambil bersandar di tembok.

"Tawuran lagi?" Samudra menaikkan kedua alisnya. Kemudian ia berjalan menghampiri Benua yang masih berdiri sekitar 5 meter dari pintu.

"Nggak ada kapok-kapoknya babak belur." Benua menatap kakak laki-lakinya dengan malas.

"Nggak usah sok ngingetin gue, kalau lo dulu lebih parah. Kayak nggak ngerti aja." Benua lantas kembali berjalan.

Samudra kakak kedua dari Benua, sikap dan perilakunya dulu memang lebih parah dari Benua. Tetapi sekarang Samudra sudah bisa berfikir lebih dewasa lagi, di umurnya yang sudah 21 tahun sudah bisa lebih mengerti tentang perjuangan hidup.

Benua berjalan melewati ruang keluarga yang terdapat kedua orang tuanya dan juga adiknya yang sedang duduk di lantai dan mengerjakan sebuah tugas di atas meja.

"ASTAGA BENUAAAA, harus berapa kali mama bilang kamu jangan berantem lagi. Baik kalau kamu cuma luka kecil gini, kamu harus tau kekhawatiran Mama. Mama nggak suka ngeliat kamu kayak gini umur kamu masih muda jangan sampai kamu mati muda," Omel mamanya.

Jihan menutup kedua telinganya karena mendengar omelan sang Mama. Samudra juga yang baru mendudukkan dirinya di sofa kaget mendengar teriakan sang Mama.

"Ma, volumenya kecilin dikit," ucap Jihan memberitahu sang Mama, suara Mamanya sudah mengganggu konsentrasinya dalam belajar.

"Jihan, kamu masuk ke dalam kamar kalau nggak mau dengerin omelan Mama. Cepat!" Perintah sang Mama.

Jihan hanya bisa menurut, bukan hanya Benua yang kena omelan sang Mama tetapi Jihan yang tadinya adem ayem juga di libatkan.

"Benuaa, kamu masih muda. Di usia kamu yang sekarang seharusnya nikmatin masa muda kamu dengan baik. Apa gunanya tawuran, yang ada kamu bisa celaka, kalau kamu celaka Mama yang khawatir." Benua hanya diam mendengar pencerahan yang diberikan Mamanya. Kemudian ia memilih duduk di sofa di samping Samudra dan memakan kue bolu yang tersedia di piring.

"Justru dengan cara begini Benua bisa nikmatin masa mudanya Ma." Itu bukan suara Benua, melainkan Rian Papanya.

"Papa, bukannya ngomelin anak. Pa liat anak kamu ini dibilangin malah santai kayak nggak punya beban."

"Itu karena Mama aja yang ribut, udahlah Ma dibawa santai aja. Ntar darah tingginya kumat lagi." Rian berdiri dan menuntun Ana istrinya untuk duduk.

Ana malah semakin kesal. "Pah, kenapa sih semua anak laki-laki kamu sikapnya nggak ada yang bener, sukanya berantem luka-luka gini. Ini karena kamu yang nurunin gen kamu ke mereka."

"Loh loh, berarti Samudra juga dong." Ana menatap anak keduanya dengan nyalang.

"Kamu diam, jangan buat Mama yang stres tambah stres." Samudra langsung bungkam.

Benua tertawa melihat Kakak laki-lakinya yang bungkam karena mendapat semprotan dari sang Mama. "Udah Kak, di bawa santai aja. Nanti juga apinya redam sendiri."

"Kamu yaaa, orang tua marah-marah itu tandanya dia sayang sama anaknya. PAAA kamu kenapa diam aja dari tadi?" Kini Ana menatap suaminya dengan sorot mata tajam.

HERMOSOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang