Keadaan meja makan tidak akan pernah berubah. Itu yang Rachel yakini sejak dirinya menginjak kelas satu SMA. Tepat di mana seharusnya ia merasa sebuah kepercayaan bisa ia pegang dengan kuat. Tepat di saat ia bisa merasakan kebebasan dunia seperti yang Radika rasakan selama ini.
"Kak Rachel, aku mau tambah nasi."
Suara pelan yang keluar dari bocah berumur delapan tahun itu membuat Rachel sadar akan lamunannya. Ia mengangguk dengan senyuman, kemudian menyendokkan satu centong nasi ke dalam piring adik laki-lakinya itu.
"Radika belum pulang, Pah?"
Farhan, pria dengan umurnya yang sudah berkepala empat itu menggeleng. Ia mengambil piringnya, kemudian duduk di ujung meja makan, tempat di mana biasanya kepala keluarga duduk tenang dan dilayani oleh istri atau anak mereka.
"Masih main kali ya?" Mamanya itu kembali menebak.
"Wajarlah, dia 'kan masih SMA. Pasti senang gaul dengan teman-temannya," sahut Farhan tenang.
Rachel mengehela napasnya, kemudian menyuapkan nasinya ke dalam mulut dan mengunyahnya pelan.
"Pa, Ma...," Ia bersuara pelan. Ia mendongakkan kepalanya menatap pada dua orang yang sudah memberi tatapan bertanya padanya. "Besok Rachel main boleh?"
"Ke kelab lagi!?" Kenanga—Mamanya—sudah lebih dulu meninggikan suaranya sebelum Rachel menyebutkan ke mana ia akan pergi besok.
"Eng—"
"Kamu itu sudah SMA, Rachel! Fokus ke sekolah! Nilai mu jelek begitu aja banyak maunya!" Kenanga kembali bersuara tajam.
"Cari kerja, Rachel! Belajar mencari uang sendiri, supaya kamu tahu susahnya hidup kalau kamu hanya tahu main saja!"
Rachel mendesah, kemudian mengangguk pasrah. Padahal beberapa detik lalu Kenanga baru saja memaklumi ketidak-hadiran Radika di meja makan, karena masih sibuk main di luar sana. Apa Rachel pergi saja tanpa izin?
Beginilah kehidupan Rachel. Hidup sebagai anak tengah yang memiliki abang juga adik laki-laki. Menjadi satu-satunya anak perempuan yang selalu diberatkan akan banyaknya harapan orang tua padanya. Tetapi di saat semakin banyak harapan, di saat itu juga dirinya merasa tertekan. Kemampuannya dengan apa yang diharapkan tidak pernah seimbang dan selalu berimbas pada hatinya yang menanggung beban berat kala mulut pedas Mamanya menyahut atau bahkan lemparan perabotan yang membuatnya kesal sendiri.
Ini juga Rachel. Gadis yang hanya bisa melampiaskan kekesalannya menggunakan rokok atau bahkan minuman beralkohol. Kehidupannya tidak semewah gadis-gadis di novel, tetapi tidak sesusah itu sampai membutuhkan sebuah perhatian lebih. Ia bisa hidup dengan beberapa kemewahan juga kesusahan, anggap saja cukup untuk saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sinful (Tamat)
Teen Fiction"Seharusnya gue sadar, suka sama lo itu cuma nambah luka dalam diri gue." Kalimat yang keluar dari bibir Rachel itu adalah kesimpulan akan kehidupannya yang tergila-gila akan sosok Raja Pradipta. Sosok dingin tak tersentuh yang ternyata membawanya...