12. Perang Dingin

5.2K 276 0
                                    

"Kak Rachel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kak Rachel...,"

Panggilan imut yang kemudian menampilkan anak lelaki bertubuh mungil itu membuat senyum Rachel terukir tipis. Ia melirik pada jam dinding di kamarnya yang sudah menunjuk pada angka delapan malam itu sebelum akhirnya bangkit dari posisi tidurnya dan memilih melambaikan tangannya ke udara.

"Sini, Rael!" pintanya pelan.

Rael menurut. Dengan langkah semangat juga senyuman lebarnya, anak lelaki itu menghampiri Rachel.

"Mau main—"

"Main apa?" Rachel bertanya sembari memperhatikan wajah Rael yang sudah memudar energinya itu. "Emang besok Rael gak sekolah?"

Rael mengganguk pelan. "Tapi di bawah Mama sama Papa lagi berantem. Rael mau main aja."

Ucapan dengan nada sedih itu berhasil membuat senyum Rachel sirna seketika. Ia bangkit dari duduknya, kemudian melangkah pasti mendekati pintu kamarnya sebelum menutup pintu itu rapat.

"Tapi Rael harus tidur jam 9 ya?" tawar Rachel kemudian kembali berbalik menuju tempat tidurnya.

"Setengah sepu—"

"Ya udah, gak usah main!"

Kalau berbicara dengan bocah berumur delapan tahun itu sama saja dengan olahraga emosi. Ya hampir sama lah dengan kata pepatah, dibaikin ngelunjak. Terbukti kan drngan Rael yang malah kembali menawar, bukan hanya tinggal menurut di saat ia juga menuruti kemauan bocah itu.

"Mau main gak?" tawar Rachel lagi. Tawaran yang pada akhirnya membuat Rael mau tidak mau mengangguk saja.

"Mau main apa?"

"Ludo!" Rael menjawab semangat dengan cengiran lebar juga tangannya yang mengulurkan tablet berukuran 7 inci ke hadapan Rachel.

Jujur saja, kalau diminta untuk memainkan permainan itu Rachel akan memilih untuk tidur saja. Tetapi karena kondisi tidak mendukung, maka ia memilih menampilkan senyumnya sebelum mengangguk pelan.

"Aku mau warna biru ya!" Rael kembali berseru semangat.

"Kamu merah aja—"

"Warna biru lebih hoki!" Ia membalas dengan senyuman lebarnya.

Rachel terkekeh. Memangnya sebuah hoki diatur dengan warna?

"Kak Rachel, haram itu apa?"

Rachel terkesiap. Ia lagi sedang berusaha memasuki permainan, tetapi fokusnya kembali terlaih kala pertanyaan itu keluar dari bibir Rael.

"Haram itu artinya gak baik." Rachel membalas dengan tangannya yang mulai bermain di atas layar tablet Rael itu. Jangan minta ia mendefinisikan secara rinci. Sudah dibilang, Rachel itu tidak pintar dalam bidang apa-apa, termasuk untuk pendefinisian sebuag kata.

Sinful (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang