"Minum, Hel...,"
Abas bersuara lembut setelah dua orang yang ditunggu-tunggu olehnya sudah hadir di depan mata. Sejujurnya, ia tidak ingin menakuti teman anak gadisnya, tetapi memang ada beberapa hal yang harus ia bicarakan dengan Rachel.
"Kita ngobrol santai doang kok," tambah Gilang yang kemudian menyesap teh hangat milik pria itu.
Rachel tersenyum kaku, sebelum mengangguk pelan. Sesantai-santainya pembicaraan, ia tetap tidak bisa tenang. Pikirannya sudah bercabang hanya karena kemungkinan-kemungkinan yang mungkin terjadi beberapa menit ke depan.
"Papa mau ngomong apa?" tembak Erika tanpa basa-basi. "Rachelnya lagi gak enak badan, jangan lama-lama—"
"Hah?" Rachel terkesiap. Ini alur macam apa?
"Katanya lo mual! Gimana sih!?" Erika membalas tidak santai. Ia tidak berbobong bukan? Jadi kenapa Rachel harus sekaget itu?
"Kenapa, Hel? Gak cocok sama makanannya?" Abas bertanya.
Melihat tatapan khawatir Abas, Rachel sontak menggeleng cepat. "Emang lagi gak enak aja, Om," balasnya tidak enak.
"Masih kuat buat kita aja ngobrol santai 'kan?" kekeh Gilang berusaha mencairkan suasana.
"Mana ada santai, Om. Itu mukanya aja udah tegang!" cibir Erika yang kembali menyudutkan Rachel.
"Enggak, ih!"
Coba tolong, kalau bisa dibantu, Rachel ingin sekali meminta tolong untuk menutup rapat bibir Erika sebentar.
Melihat wajah panik Rachel, Abas juga Gilang lantas terkekeh pelan. Keduanya memang ingin membicarakan beberapa hal serius, tetapi melihat wajah Rachel yang sudah lebih dulu kepalang panik, mereka jadi kasihan sendiri.
"Coba, siapa yang mau cerita ke Papa?" Abas seketika bersuara tenang.
"Cerita apa?" Erika bertanya.
"Semuanya," balas Abas. "Kenapa Rachel di sini—"
"Oke! Papa dengerin Erika ya!" Erika menyerobot. Karena ini masalahnya, Rachel belum mengenal betapa santainya Abas. Temannya yang satu itu sepertinya akan mengira ia akan kembali diusir atau semacamnya.
"Rachel lagi ada problem di rumah dia...," Erika melirik Rachel sekilas. "Papa gak usah tahu masalahnya apa, karena itu bukan urusan Papa," lanjutnya tanpa beban.
"Yang pasti, Papa cuma perlu bantu ngasih tempat tinggal ke Rachel sementara waktu. Oke?"
Seakan mengerti dengan ucapan Erika, Abas mengangguk. "Papa oke aja," balasnya yang berhasil membuat Rachel meneguk salivanya. Ia kemudian beralih pada Rachel dan tersenyum simpul. "Orang tua kamu tahu kamu di sini?"
Pelan, Rachel menggeleng.
"Mereka gak nyari kamu?" Gilang gantian bersuara.
Jujur, itu yang Rachel tidak ketahui jawabannya. Bahkan ia bertanya-tanya selama seminggu ini. Bagaimana bisa Farhan membiarkannya pergi tanpa mencarinya?
Rachel tersenyum kikuk.
"Om jangan nanya begitu dong!" Erika kembali menyambar. "Rachel jadi bingung mau jawab apa—"
"Itu 'kan pertanyaan wajar, Erika." Gilang membantah. "Om kalau Raja hilang juga pasti Om cari—"
"Tapi gak semua orang tua kayak Om Gilang," balas Rachel pelan. Balasan yang mampu membuat Abas dan Gilang seketika bergeming begitu juga dengan Erika yang tidak mengira Rachel akan membalas seperti itu.
"Kalau misalnya Om Abas keberatan aku di sini, aku gak papa kok kalau harus ke—"
"Eh, Om gak ngusir kamu Rachel!" Abas lebih dulu menyela. "Kan udah Om bilang dari awal, anggep aja rumah ini kayak rumah kamu sendiri," lanjutnya yang jadi tidak enak sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sinful (Tamat)
Fiksi Remaja"Seharusnya gue sadar, suka sama lo itu cuma nambah luka dalam diri gue." Kalimat yang keluar dari bibir Rachel itu adalah kesimpulan akan kehidupannya yang tergila-gila akan sosok Raja Pradipta. Sosok dingin tak tersentuh yang ternyata membawanya...