32. Semangat Rungga

8.2K 436 1
                                    

Seumur hidupnya, baru kali ini Rachel mengakui kegilaannya yang paling gila. Kala kakinya melangkah tanpa arah juga otaknya yang terus-menerus memutar kembali kejadian malam itu, entah kenapa tubuhnya terhenti pada tempat ini.

Bukan sebuah tempat yang biasa ia temui kala patah hati melanda dirinya. Bukan tempat terlarang untuk seusianya. Tetapi tempat yang berhasil ia gapai kala kakinya mulai terasa mati rasa.

Panti Asuhan Sinar Kasih

Sudut bibirnya perlahan tertarik ke atas. Bukankah ini di luar perkiraan?

Jangan tanyakan mengapa ia bisa sampai di tempat ini. Karena nyatanya ia juga tidak tahu akan hal itu. Ia hanya ingin menjauh dari Raja, menjauh dari Anandita, menjauh dari Angkasa, atau bahkan menjauh dari kehidupan lamanya. Dan ternyata, keinginannya itu diberikan jawaban dengan keberadaannya di tempat ini.

Trauma? Bisa dikatakan seperti itu.

Ia terlalu takut dengan musuh Angkasa. Ia terlalu cupu untuk berhadapan dengan mereka. Ia ingin keluar dari kehidupan lamanya. Sangat ingin.

Baginya, berada di Angkasa saat ini adalah ujian batin. Ia tidak ingin semua pasang mata menatap ke arahnya. Berpikir tentang segala sesuatu yang lebih parah dibanding apa yang terjadi. Ia tidak akan sanggup menutup mulut mereka yang akan berkata miring tentang dirinya. Sama sekali tidak akan.

Kata orang, Angkasa dan Anandita adalah sebuah kesamaan. Maka itu juga yang sedang Rachel rasakan. Ia tidak ingin berada di Angkasa, karena Angakasabterlalu identik dengan keberadaan Anandita. Ia terlalu malu untuk menatap kenyataan hidupnya sendiri.

Entah meski kenyataan semua masalah ini ada bukan karenanya, atau bahkan mereka akan berusaha lupa juga, Rachel tetap tidak akan merasa nyaman.

Ia tidak ingin pulang, dan di waktu yang sama, ia tidak memiliki rumah lagi. Jadi, keputusannya kali ini sedikit benar bukan?

Kakinya perlahan mulai kembali melangkah. Langkah pertama yang seolah akan berpengaruh besar akan kehidupan selanjutnya.

"Halo?"

Suara pelan yang disusul dengan kehadiran seorang wanita paruh baya dengan balutan seragam putih itu membuat senyum Rachel terulas tipis.

"Mau cari siapa?"

Rachel menggeleng pelan. Ia mengedarkan kedua matanya, menyapu setiap sisi di sana, sebelum menatap wanita itu penuh harap.

"Aku boleh tinggal di sini?"

~~~~

Tatapan tajam Rungga tidak kunjung memudar kala sosok yang selama ini ia cari berada di hadapannya. Matanya jelas menyiratkan sebuah emosi yang tertahan. Semakin diperhatikan, semakin juga menjadi emosinya. Tetapi semakin lama ia menatap pada sosok yang sama, selama itu juga napasnya semakin memberat.

"Rachel pergi dari kapan?" Rungga bersuara pelan. Ia melipat kedua tangannya di depan dada, membiarkan kenyataan bahwa dirinya baru saja bersikap acuh pada sosok yang lebih tua dari hadapannya itu.

"Rungga, saya tahu bagaimana harus mendidik Rach—"

"Dengan membiarkan Rachel keluar dari rumah?" sinisnya tajam. Ia tertawa sinis, sebelum menatap pria paruh baya di hadapannya itu tajam. "Kalau tahu gak bisa merawat Rachel, kenapa memaksa untuk mengambil Rachel dulunya?"

Farhan—sosok yang masih setia berhadapan dengan Rungga itu seketika bergeming di tempatnya. Ucapan Rungga berhasil menyadarkan akan kenyataan hidup yang terlalu pahit baginya.

"Istri dan anak-anak Om bisa menerima kehadiran Rachel?" Ia kembali bersuara sinis.

"Kamu gak tahu apa-apa, Rung—"

Sinful (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang