Keadaan malam yang seolah sudah biasa terjadi dalam salah satu rumah dengan nama belakang Anandita itu membuat Giselle menghela napasnya pelan. Hatinya seketika berubah gelisah kala mendapat telfon dari salah satu orang tua temannya dahulu itu.
Ia beralih, menatap pada jam digital yang menuliskan angka sebelas malam di sana. Yang ia tunggu sedari tadi belum juga memunculkan batang hidungnya. Padahal kegelisahannya sudah memuncak sekali.
"Ngapain, Ma?"
Suara tenang Raja yang kemudian memilih duduk di sisinya itu membuatnya berdeham pelan.
"Nunggu Papa." Ia membalas tenang. "Kamu ngapain? Kok tumben jam segini di rumah?"
Seolah mendengar nada sarkastik, Raja berdesis di tempatnya. Sepertinya ia memang tidak memiliki imej yang baik di mata orang tuanya sendiri.
Ia mengambil alih remot televisi dari hadapan Giselle, megganti saluran sesuka hatinya tanpa peduli Giselle merasa terganggu akan kehadirannya atau tidak.
"Rachel gimana, Ja?"
Nada pelan Giselle yang kemudian disusul dengan tatapan penasaran sekaligus khawatir padanya itu membuatnya berdeham pelan.
"Apanya gimana?" tanyanya berusaha terdengar santai.
"Ada kabar?"
Raja kembali menghembuskan napasnya pelan. "Gak tau," balasnya pelan.
"Tumben pada di sini."
Suara tenang Gilang yang Giselle tunggu sedaari tadi akhirnya muncul. Tubuhnya seolah berubah menjadi semangat kala tempat ceritanya itu memberikan senyuman lebar padanya.
Giselle kemudian beralih pada Raja. "Naik bentar sana!" usirnya halus. Ah, entah halus atau tidak. Tetapi menurutnya itu halus.
"Kenapa?" Raja was-was.
"Naik," susul Gilang penuh harap padanya, lelaki itu bahkan tidak berdebat akan ucapan Giselle barusan.
Baiklah. Jika ia sudah diminta secara paksa, berarti kakinya memang tidak boleh berselonjor manis di sofa ruang keluarga.
Sepeninggal Raja, Giselle kembali mendekatkan diri pada Gilang yang baru saja melepas jas hitamnya itu.
"Kenapa?" Gilang penasaran sebelum memilih duduk di atas sofa nyaman miliknya.
"Tante Ajeng barusan telfon aku." Giselle memberi pembukaan.
"Terus?"
"Rungga buka kasus Rena lagi...,"
Gilang menautkan alisnya bingung. "Buat apa?"
"Rasya muncul di depan Rungga—"
"Rungga tau Rasya?" Gilang seketika bersuara panik.
Kali ini, Giselle menggeleng pelan. "Gak tau gimana caranya...," Ia berdeham pelan.
"Dia ketemu Farhan?"
Giselle mengangguk. "Rachel...," susulnya pelan. "Rachel itu Rasya...," lanjutnya.
Lanjutan yang berhasil membawa langkah Raja seolah semakin berat untuk meninggalkan ruang keluarga secara penuh hati.
Otaknya belum selesai berpikir tentang keadaan Rachel hari ini. Lalu mengapa Giselle membawa nama Rasya saat ini?
Nama yang selalu hadir dalam mimpinya itu. Nama yang selalu ia pertanyakan pada Gilang namun tak kunjung mendapat jawaban. Nama yang semakin terasa nyata karena Giselle baru saja menyebutnya.
Ia memberanikan diri, kembali melangkah masuk ke dalam ruang keluarga sebelum memberikan tatapan herannya pada Gilang juga Giselle.
"Maksudnya gimana?" Ia bertanya lugas. "Rasya siapa? Karina siapa? Kenapa Papa gak jawab setiap aku nanya Rasya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sinful (Tamat)
Teen Fiction"Seharusnya gue sadar, suka sama lo itu cuma nambah luka dalam diri gue." Kalimat yang keluar dari bibir Rachel itu adalah kesimpulan akan kehidupannya yang tergila-gila akan sosok Raja Pradipta. Sosok dingin tak tersentuh yang ternyata membawanya...