Tiga minggu sebelumnya...
"RAJA!"
Panggilan nyaring yang kembali memenuhi koridor sekolah itu pada akhirnya berhasil membuat Raja berhenti melangkah. Emosinya sedang tidak baik, tetapi Sang pembuat suara juga seakan tidak mau mengerti akan kekesalan yang berusaha ia tahan itu.
Ia mengalah. Kalau seseorang yang ia percayai bisa mengertinya malah berbuat sebaliknya, ia mengalah.
Apapun yang akan terjadi nantinya, ia akan menerima. Ia hanya perlu mengikuti alur ke mana cewek dengan rambutnya yang terurai rapi itu mengingingkan hubungan ini pergi.
"Kamu kenapa sih!?"
Suara nyaring Karina untuk kesekian kalinya itu berhasil membuatnya menghela napas pelan. Ia mengakui, menjadi pusat perhatian dalam adegan drama sepasang kekasih adalah hal yang paling ia hindari. Tetapi ia melupakan kenyataan, bahwa Karina adalah sosok yang paling menyukai hal itu.
"Na...," Ia bersuara pelan. "Nanti aja boleh bicaranya?" pintanya masih berusaha menata emosinya dengan lembut.
"Tiga hari aku dicuekin! Sekarang kamu malah minta nanti aja bicaranya!?"
"Na...," Ia nenghela napasnya pelan.
Keadaan sekolah di jam pulang adalah keadaan paling menakutkan. Tidak akan ada bel yang bisa membubarkn tontonan nantinya. Lalu bagaimana bisa Karina melibatkan dirinya dalam hal yang paling tidak ia ingin untun terjadi di dalam hidupnya?
"Kenapa!?" Karina seketika naik pitam. "Aku salah!?"
Raja tidak membalas. Tetapi kedua matanya jelas menatap lelah pada Karina yang malah menatapnya penuh amarah.
"Kalau aku salah bilang, Raja! Bukan malah dicuekin gini—"
"Na!"
Pada akhirnya ia harus menyentak untuk menghentikan ucapan ngawur Karina bukan?
Ia mengusap wajahnya gusar sebelum menatap Erika dengan emosinya yang tertahan.
Berusaha meredam emosi dan semakin yakin akan keramaian yang terjadi di sekitarnya, Raja memilih menarik lengan Karina dan membawa gadis itu ke samping gedung sekolah. Setidaknya di sini ia bisa menatap gadis itu lekat meski dengan rahang yang mengeras.
"Sejak kapan kamu tau kamu bukan orang yang selama ini aku cari?"
Tajam namun pelan. Itu nada yang tersirat dalam kalimatnya. Nada yang berhasil membuat Karina seketika diam beribu bahasa dengan tatapannya yang menyiratkan keterkejutan di sana.
"Aku udah mikir beberapa kali. Aku bingung antara kenyataan juga mimpi aku. Tapi kamu selalu bertindak seolah kamu sosok yang aku cari."
Raja menarik napasnya dalam. Ia memejamkan matanya, merutuki dirinya sendiri.
"Raja...," cicit Karina seketika. "Gak git—"
"Udah. Aku udah gak mau berada di bawah bayang-bayang kamu yang seolah bertindak kamu tau segalanya."
"Aku begini karena Papa Mama kamu juga Raja!" Karina menyahut marah. "Kamu pikir gampang hidup penuh kebohongan!?"
Perlahan, senyum sinis Raja tercetak. Berusaha memahami Karina memang merupakan tujuan hidupnya dulu. Tetapi melihat bagaimana nyaringnya omelan juga kekesalan yang akhirnya Karina perlihatkan padanya membuatnya sadar seketika. Ia telah menyia-nyiakan waktunya untuk yang tidak pasti.
"Kamu capek?" Raja bertanya pelan. Ia menatap tajam Karina sebelum senyumnya sirna begitu aja. "Kita udahan aja. Gak ada gunanya lagi juga bukan hubungan kita—"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sinful (Tamat)
Teen Fiction"Seharusnya gue sadar, suka sama lo itu cuma nambah luka dalam diri gue." Kalimat yang keluar dari bibir Rachel itu adalah kesimpulan akan kehidupannya yang tergila-gila akan sosok Raja Pradipta. Sosok dingin tak tersentuh yang ternyata membawanya...