"Minum dulu, Ja."
Suara tenang Gilang yang kembali memasuki gendang telinganya, membuat Raja mendongakkan kepalanya cepat menatap pada pria paruh baya yang menggenggam sebuah gelas berisi teh hangat itu.
Ia mengangguk, kemudian menyambar gelas hangat itu.
Sudah lebih dari dua jam ia belum juga bisa merasakan ketenagan. Kaos putihnya masih jelas menunjukkan noda darah Rachel yang ia yakini mengalir pada kaosnya kala ia memeluk erat tubuh Rachel tadi.
Oma sudah berada dalam genggaman Rungga. Wanita dengan usianya yang sudah berkepala tujuh itu bagaikan terhantam batu besar kala suara menggelegar Rachel menggema jelas di barisan kamar rumah dan berhasil membangunkannya yang baru saja masuk ke dalam alam mimpi tadi.
Setidaknya Raja masih bisa sedikit menghela napas leganya. Tuhan seakan memberinya jalan untuk tetap berada di rumah Rachel sampai malam menjemput. Kalau saja tadi ia sudah berada di luar rumah itu. Ia yakin tubuhnya sedang tidak berada di sini saat ini.
"Ganti baju sana. Di mobil Papa ada baju." Gilang kembali memerintah pelan.
Raja menggeleng. "Nanti Raja ganti baju kalau udah tahu keadaan Rachel."
Tidak ingin kembali memberi perintah, Gilang mengulas senyum tipisnya dan memilih duduk di samping Raja. Ia masih mengingat jelas bagaimana suara panik Raja saat berbicara dengannya di telepon tadi. Suara serak yang berhasil membuat dirinya jantungan sendiri karena berpikir anaknya itu mengalami kecelakaan atau hal semacamnya yang menakutkan.
Perhatian di ruang tunggu itu kembali teralih kala derap langkah cepat menggema pada ruangan itu.
Akhirnya yang ditunggu oleh Rungga hadir.
"Belum juga?"
Sadewa—lelaki yang bahkan tidak sempat memilih gaya baju untuk keluar dari rumah itu bersuara panik. Ia baru saja tertidur selama dua jam, kala akhirnya mendapat panggilan suara dari Rungga tepat pukul empat subuh.
Rungga menggeleng. Ia panik. Sangat malah. Bahkan ingatannya tentang kejadian beberapa jam lalu itu masih terngiang jelas di otaknya dan membuatnya merasa tersiksa sendiri.
Napasnya jelas memburu bersamaan dengan jantungnya yang seolah berdetak tanpa irama kali pertama mendengar teriakan kencang yang berasal dari kamar sebelahnya itu. Lalu ketika menemukan keadaan Rachel tadi, ia bisa merasakan jantungnya seolah berhenti berdetak untuk beberapa saat.
Baginya, melihat Rachel yang sedang berada dalam masa terpuruk cewek itu adalah ketakutan utamanya sejauh ini. Ia sudah pernah kehilangan Rachel, dan jelas ia tidak ingin ada kata kedua kali pada hal yang sama, apalagi untuk selamanya.
Perhatian kembali teralih kala Dokter berseragam scrub itu baru saja keluar dari ruangan yang selama ini menjadi fokus perhatian kehadiran mereka.
Jantung Rungga yang awalnya sudah berdetak normal seketika kembali memacu cepat.
Napas Raja yang sempat menenang itu perlahan mulai terdengar memburu.
Tubuh Bian yang mulai beristirahat dari kegelisahan pun kembali pada masa gelisahnya.
Senyum tipis yang jelas terlihat diberikan oleh pria tua berseragam itu seakan sudah menjadi jawaban tentang apa yang terjadi. Tetapi entah kenapa sama sekali tidak bisa ada helaan napas lega di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sinful (Tamat)
Roman pour Adolescents"Seharusnya gue sadar, suka sama lo itu cuma nambah luka dalam diri gue." Kalimat yang keluar dari bibir Rachel itu adalah kesimpulan akan kehidupannya yang tergila-gila akan sosok Raja Pradipta. Sosok dingin tak tersentuh yang ternyata membawanya...