37. Gengsi

7.3K 366 2
                                    

Keadaan sekolah kali ini bisa dibilang hampir sama dengan sebelum-sebelumnya. Namun saat ini, hampir seluruh penjuru Angkasa sedang menunggu sebuah kabar. Entah kabar tersebut akan menjadi salah satu kabar baik atau kabar yang berbanding terbalik, mereka belum bisa memutuskannya.

Hari ini, adalah hari di mana sebuah undangan khusus seharusnya keluar. Tetapi menurut beberapa sumber, undangan khusus akan terlambat diserahkan akibat dari masalah keluarga Anandita.

Sama halnya saat ini, di mana para Anggota Khusus nemilih untuk berkumpul di bagian kantin pojok dengan senua perhatian yang tertuju pada Anta.

Kali ini, keputusan berada di tangan Anta. Tidak peduli apapun alasannya, mereka harus menerima kemauan Anta yang jelas akan disepakati Raja.

"Kita undur tahun depan," putus Anta setelah memutar-mutar gawainya asal.

"Januari awal, kita coba liat keadaan setelah masuk sekolah."

Anggukan juga seruan setuju seakan memenuhi kantin. Tidak peduli bahwa tempat ini tidak memiliki privasi yang cukup, Anta hanya ingin memberitahu keputusannya saja.

Ia kembali menyapu kehadiran para Anggota Khusus di depannya itu, sebelum menghela napasnya pelan. Radika kembali tidak hadir. Sahabatnya yang satu itu benar-benar menghilang tanpa kabar sejak keputusan hak asuh Rachel jatuh pada tangan Rungga.

Cukup menyedihkan. Tetapi mengingat bagaimana hubungan Radika juga Rachel, Anta tetap bersyukur. Meski kenyataan kali ini akan menyakiti hati Radika atau bahkan Rachel, ia percaya ini adalah keputusan yang terbaik.

Ia beralih pada Raja yang sudah mulai memainkan gawainya cowok itu setelah keputusannya mengudara.

"Lo mau nambahin sesuatu gak?" tanyanya meminta pendapat.

Tetapi Raja menggeleng. Ia sedang tidak memiliki banyak niatan untuk berbicara. Fokusnya tidak berada di tempat ini. Tetapi lebih tepatnya pada sosok yang ingin ia temui saat ini.

"Segitu aja dulu," kata Anta menutup rapat kecil-kecilan mereka kali ini.

~~~~

Di tempatnya, kilat marah, emosi, atau bahkan segala sesuatu yang sama itu jelas tersirat pada tatapan kejam Erika. Keadaan kelas yang awalnya ramai juga perlahan hening seirung waktu.

"Ada gak!?"

Erika berdesis. Ia melipat kedua tangannya menatap jengkel pada cewek berkacamata di hadapannya itu.

"Tanya temen lo dong! Udah gak ada gunanya!?" Ia menyahut sinis.

Matanya kemudian beralih pada Karina yang terduduk dua bangku di depannya sebelum menyuarakan tawa sinisnya. "Udah ketahuan sih ya bohongnya?" kekehnya tanpa beban.

Arlin—cewek dengan balutan jaket abu-abunya itu berdesis pelan. "Tinggal jawab aja! Ribet banget hidup lo—"

"Hidup lo yang ribet!" Erika mencibir tidak terima. "Udah tau gak bakal diundang ngapain masih nanya!? Berharap banget Raja ngasih undangan ke lo?" sinisnya semakin menjadi.

Jangan pikir ketidakhadiran Rachel akan membuat nyalinya menciut. Karena nyatanya, semakin melihat Karina juga gerombolan teman cewek itu yang merupakan pembenci garis keras Rachel, semakin juga emosinya mudah tersulut.

"Urus tuh temen lo. Udah tukang boong, masih aja berharap masuk ke kehidupan keluarga gue!" ketusnya sebelum memilih bangkit dan meninggalkan Arlin juga teman-temannya yang berdesis tidak terima akan ucapannya.

Aneh. Sudah terang ia dan Karina tidak berteman. Sudah terang juga ia dan Arlin tidak berteman. Lalu mengapa grup yang sama itu masih mengharapkan undangan khusus?

Sinful (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang