"Tiga juta!'
"Naik lagi!'
"Enam juta!"
"Deal!"
Seruan yang seketika memenuhi tempat bernama arena balap itu berhasil membuat senyum Rachel mengembang. Jika ditanyakan bagaimana ia bisa berada di tempat ini sekarang, jawabannya tentu satu, melarikan diri. Memangnya mau apa lagi?
Tepat setelah Radika memarkirkan mobil hitam Farhan, ia langsung melesat masuk ke dalam kamarnya dan kembali bersiap untuk melarikan diri dengan bermodal baju tidur juga gawai dan tentu kotak rokoknya.
Jika kembali ditanyakan bagaimana ia bisa hadir di tempat ini dengaan pakain yang elegan, tentu kunci jawabannya adalah seorang Erika. Bahkan cewek itu juga membawakannya sepasang sepatu dengan merk ternama.
Pada intinya, Erika akan menyiapkan segala kebutuhannya asalkan ia mau menemani gadis itu dengan kegilaan hidup malam Erika.
"Gue menang, setengah buat lo—"
"Gak!" Rachel menyahut tajam. "Gak usah bertaruh nyawa dengan embel-embel nama gue! Lo mau gue mati di keluarga Anandita!?"
Erika terkekeh. Ia memperhatikan sekilas jalanan yang sudah terpampang luas di hadapannya dan kembali menoleh pada Rachel yang masih setia berdiri di sampingnya itu. Empat tahun menjadi teman Rachel, ia sangat tahu jelas temannya yang satu itu sangat tidak menyukai aksi balap-membalap yang biasa ia lakukan. Tetapi selama itu juga Rachel selalu berusaha bersifat suportif untuk hobi gilanya itu.
"Jangan ngebahayain diri sendiri! Duit enam juta gak sebanding sama biaya perawatan rumah sakit," nasihat Rachel yang mulai pegal karena membungkukkan badannya untuk melihat Erika di balik kemudi itu.
"Ikut aja yuk—"
"Gila lo!" Rachel mencaci.
Erika kembaloi terbahak. "Katanya ngebut di jalanan gak bakal buat jantung—"
"Gue gak percaya sama katanya!"
Rachel kembali menegakkan tubuhnya kemudian melempar tatapannya pada lelaki di seberang sana yang juga sedang memperhatikannya. Ia menjilat bibirnya sembari memincingkan matanya ke arah yang sama.
"Dengerin gue!" Ia kembali memerintah pada Erika. "Jangan ngikutin dia kalau dia mancing ke tempat lain—"
"Lo tau gue, Hel! Gak ada sejarahnya Erika bisa dikelabui."
Rachel mendelik jengkel. "Awas aja kalau hari ini jadi sejarah baru!" Ia berucap. "Lo tau apa yang harus dilakuin kalau beneran kejadi—"
"Gue maju!" Erika seketika melambaikan tagannya ke udara kemudian menancap gaasnya untuk bersiap pada garis mulai itu.
Ini yang tidak Rachel suka setiap melihat kegilaan Erika. Gadis itu yang balapan, tetapi dirinya yang jantungan. Apa tidak ada anggota Anandita yang memiliki pemikiran waras sedikit apa? Coba nasehati Erika supaya menjauh dari segala bahaya seperti saat ini. Rachel sudah lelah menasehati gadis itu.
"Lo kenapa-napa, tanggung jawab sendiri!"
Bukan, itu bukan suara Rachel. Itu suara serak khas Raja—Tunggu—Raja? Rachel tidak salah dengar?
Ia mengedipkan matanya berulang kali dan kembali memperhatikan mobil Erika yang sudah berjarak dua meter di depannya itu. Bukan, bukan mobil Erika yang menjadi perhatiannya. Melainkan seorang Raja yang sedang mengangkat tangan kanannya pada pintu bagian atas mobil Erika dengan tubuh setengah membungkuk itu.
"Lo mati, gue gak akan dateng ke pemakaman lo!"
Ah, Rachel jadi menyesal meminta salah satu anggota Anaadita menasehati gadis itu. Karena kalau orang itu Raja, sudah pasti Erika memilih untuk menutup rapat telinga dan memulai sifat acuhya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sinful (Tamat)
Teen Fiction"Seharusnya gue sadar, suka sama lo itu cuma nambah luka dalam diri gue." Kalimat yang keluar dari bibir Rachel itu adalah kesimpulan akan kehidupannya yang tergila-gila akan sosok Raja Pradipta. Sosok dingin tak tersentuh yang ternyata membawanya...