Pemandangan pertama yang Erika dapat setelah memasuki kelasnya adalah keramaian yang tertuju pada satu arah. Satu arah yang membuat tatapannya kembali teralih pada titik tersebut. Dan saat matanya menemukan alasan keramaian itu, jujur, ia malu.
Memang bukan dirinya yang menjadi pusat perhatian. Tetapi berhubung ia adalah teman dari Si pusat perhatian itu, ia ikut malu.
Langkah pasti membawanya cepat menuju tempat di mana kursinya berada. Ia melempar tasnya asal ke atas meja sebelum berkacak pinggang dengan kedua mata yang memperhatikan posisi Rachel saat ini.
Empat kursi berbaris sejajar dengan Rachel yang tertidur di atasnya. Tidur—benar-benar tidur. Bahkan Erika bisa melihat kabel headset yang menjalar dari saku rok Rachel sampai telinga gadis itu. Ya, pantas saja Rachel nyaman dalam tidurnya.
Ia mendesah pelan sebelum matanya tertuju pada titik lain. Titik di mana perhatiannya teralih karena keanehan pada kaki Rachel.
"RACHEL!" Erika spontan melepas penutup telinga gadis itu dan menatap Rachel kejam.
"Enghh—Apa sih—"
"Lo gila!?"
Rachel berdecak pelan. Ia mengucek pelan kedua matanya dengan mulutnya yang seketika menguap lebar. "Apa?" gumamnya seolah masih tidak sadar keadaan.
"GIPSNYA LO KEMANAIN!?"
"Ish!" Rachel berdecak. Ia membuka matanya sebelah, seolah masih tidak menyukai sinar terang yang memasuki matanya itu. "Berisik, Erika—"
"Bangun!" Erika memerintah. "Lo liat kaki lo udah kayak apaan!?" gerutunya jengkel.
"Lo ngapain ke sekolah sih!? Udah terang kaki masih kayak begit—"
"Berisik Erika!" desis Rachel yang kemudian menarik jaketnya untuk menutupi wajahnya dari sinar terang juga tatapan galak Erika.
Tolonglah, Rachel kekurangan tidur. Sudah tadi pulang tengah malam. Lalu berlanjut pada dirinya yang hanya bisa tertidur satu setengah jam. Kemudian kembali berlanjut pada dirinya yang susah setengah mati bersiap ke sekolah karena pergelangan kakinya yang membengkak, lalu berlanjut lagi dengan dirinya yang nekat berangkat jam 5 pagi hanya untuk menghindari bertemu dengan anggota keluarganya. Sudahlah, intinya Rachel butuh tidur.
"ANJRIT!"
Teriakan keras itu jelas menggema di seluruh ruangan sesaat Rachel merasakan perih teramat pada kakinya. Ia menyibakkan jaket dari wajahnya dan memberikan tatapan nyalangnya pada lelaki yang sedang tertawa pelan di depannya itu.
"GILA YA LO!?" omelnya penuh emosi.
Bian—Si pelaku yang baru saja sengaja memukul pelan pergelangan kaki Rachel itu kembali tertawa. Ia kemudian mengeluarkan dompetnya dari saku celana sebelum melemparnya pada Erika yang masih terlihat emosi itu.
"Sejuta doang ya—"
"LO JADIIN GUE BARANG TARUHAN LAGI!?" Rachel menyahut galak. Ia mulai mengubah posisinya untuk duduk dengan kedua tangannya yang bertumpu pada kursi lain di belakangnya sebelum menatap tajam Bian dan Erika bergantian.
"Masuk UKS gak lo!?" Erika mendelik tajam. "Gue doain gak usah bisa jalan lagi sekalian ya lo—"
"Jahatnya...," Rachel menyahut sendu. Ia menurunkan perlahan kakinya kemudian memungut jaketnya yang terlempar ke lantai sebelum menatap Erika polos. "Padahal aku begini karena kamu—"
"Gak usah lebay ya lo!" tajam Erika tambah galak. "Ke UKS gak lo!? Gue bilangin Radika sekalian ya!?"
Rachel mencebik. "Bawel lo!" gerutunya yang kemudian menyambar kotak rokoknya pada kolong meja dan mulai melangkahkan kakinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sinful (Tamat)
Teen Fiction"Seharusnya gue sadar, suka sama lo itu cuma nambah luka dalam diri gue." Kalimat yang keluar dari bibir Rachel itu adalah kesimpulan akan kehidupannya yang tergila-gila akan sosok Raja Pradipta. Sosok dingin tak tersentuh yang ternyata membawanya...