Raja menghela napasnya pelan. Ini adalah hari kedua di mana seorang Rachel kembali memilih berdiam diri di kamar. Ajakan Erika untuk sekedar jalan-jalan pun Rachel acuhkan dengan alasan lelah dan ingin beristirahat.
Kejadian siang kala itu tidak ia anggap ada. Maka dari itu, setiap Erika, Bian, atau bahkan Rungga bertanya, ia hanya menggeleng pelan. Ia mendengar setiap ucapan Radika kala itu. Mendengar setiap kata atau bahkan kekesalan yang Radika sampaikan pada Rachel.
Ia bukan tidak berniat untuk menghentikan Radika berucap demikian kala itu. Tetapi Raja masih sadar akan posisinya. Ia bukan bagian dari keluarga Rachel atau Radika yang berhak mencampuri urusan mereka.
Selama dua hari ini juga, kerjaannya hanya sekolah-ke rumah Rungga-pulang-dan ulang. Rungga tidak masalah akan kehadirannya, sama halnya dengan Oma Ajeng. Malah dua orang yang jauh lebih tua darinya itu terus memintanya datang hanya untuk berbicara ringan dengan Rachel. Seperti saat ini contohnya.
Rachel masih tidak ingin keluar dari kamar, maka kali ini ia berinisiatif untuk mengantar makan malam Rachel ke kamar cewek itu atas seizin Rungga.
"Kok lo jadi menyedihkan gini sih, Hel?"
Mendengar ucapan yang lebih terdengar seperti hinaan itu jelas membuat Rachel berdesis di tempatnya. Sejak kehadiran Raja di kamarnya yang kemudian mengajaknya untuk menikmati udara segar dari balkon kamarnya itu cowok itu memang tidak memberi hinaan padanya.
"Lanjutin, Ja!" desisnya. "Tadi dikatain kurus kerempeng, sekarang menyedihkan, mau ngatain gue apa lagi?" tantangnya terdengar jengkel.
Raja terkekeh, ia kemudian menatap pada piring makan Rachel yang baru mengurang satu bading sepuluh itu sebelum mendesah pelan. "Makan yang bener kenapa sih?" sahutnya sebal. "Lo makan apa main-mainan?"
Rachel mencebik. "Sabar kenapa sih!?" balasnya ikut sebal. Ia kemudian menatap Raja jahil sebelum memberikan senyum sok manisnya. "Suapin dong, Ja. Kali aja napsu makan gue nambah—"
"Najis!"
Rachel menghela napasnya pelan bersamaan dengan bahunya yang merosot itu. "Udah sering dinajisin, tapi kenapa masih sakit juga ya rasanya," keluhnya pelan.
Meski jelas mendengar ucapan Rachel, Raja memilih untuk tidak peduli. Bukan rasa tidak peduli yang memang tidak peduli, tapi rasa peduli yang ada karena gengsinya itu.
"Bokap gue ngajak lo ikut liburan akhir tahun. Lo mau ikut gak?" Raja mengganti topik.
"Ke?"
Raja mengangkat bahunya. "Paling ke Bali sih," balasnya tidak yakin.
Samar, Rachel mengangguk sebelum kembali menatap Raja penasaran. "Ada Karina?"
Mendengar nama itu, perhatian Raja kembali teralih. Ia menatap Rachel yang menatapnya juga itu, sebelum berdeham pelan dan menggeleng.
Rachel menautkan alisnya bingung. "Dia gak marah?" tanyanya semakin heran.
"Udahan, Hel." Raja membalas pelan.
"Udahan?" Rachel gagal paham. "Udah putus?" tanyanya yang disusul dengan anggukan juga senyuman tipis Raja.
"Oooo...," Rachel mengangguk-anggukan kepalanya pelan. Kenapa Erika tidak memberi tahunya berita besar semacam ini?
"Dari kapan?" tanyanya yang kembali penasaran.
Raja mendengus. "Makan aja kenapa sih? Bawel banget lo!"
"Suapin," cengir Rachel tanpa dosa.
"Masih punya tangan, ngapain disuapin?" Raja menyahut jengkel.
"Raja juga punya tangan—"

KAMU SEDANG MEMBACA
Sinful (Tamat)
Teen Fiction"Seharusnya gue sadar, suka sama lo itu cuma nambah luka dalam diri gue." Kalimat yang keluar dari bibir Rachel itu adalah kesimpulan akan kehidupannya yang tergila-gila akan sosok Raja Pradipta. Sosok dingin tak tersentuh yang ternyata membawanya...