"Mau es teh!"
"Nitip basgor dong!"
"Berapa?"
"Goceng."
Sahut-sahutan yang memenuhi kantin itu seakan tidak berhasil menarik perhatian Raja dari objek yang sedang diperhatikan oleh matanya.
Ia mengakui, pagi tadi ia memang sengaja mengirimkan pesan pada Erika untuk mengajak Rachel ke kantin di jam makan siang hari ini.
Entah ajakannya itu benar atau tidak, tetapi melihat Rachel yang duduk di serong kanannya bergerak tidak nyaman itu cukup mengganggu baginya.
Ia pikir dulunya, tidak akan ada seseorang yang bisa berubah dengan signifikan. Apalagi seseorang seperti Rachel yang dulunya tidak tahu malu, nakal, atau bahkan tidak bisa diam sekalipun. Tetapi nyatanya, Rachel bisa. Bahkan perubahan yang menghampiri cewek itu seakan membuat Raja lupa bagaimana seorang Rachel dulunya.
"Makan lagi!"
Seruan Erika kala Rachel mendorong pelan nasi rames hasil pembelian Erika itu kembali membuatnya mendesah pelan.
Ia tahu Rachel tidak bisa makan banyak. Tetapi ia tidak tahu kalau hal itu bisa separah saat ini. Bayangkan saja, Rachel benar-benar hanya menyuapkan tiga sendok nasi ke dalam mulutnya. Bagaimana Rachel tidak kurus kering seperti itu?
"Kenyang," balas Rachel pelan. Ia kemudian menyedot es teh manis hasil pesanan Bian sebelum kembali menyapu sekitar dengan matanya.
Tidak seperti pagi tadi, di mana hampir semua mata tertuju padanya. Kali ini, hampir setiap pengunjung kantin yang memasuki areanya, menatapnya sejenak, sebelum kembali berjalan pasti.
Di hadapannya, Bian seolah siaga untuk terus menarik perhatiannya. Mulai dari pembicaraan ringan, atau tingkah kecil cowok itu yang berusaha membuatnya nyaman berada di keramaian seperti ini.
Rachel menghela napasnya pelan. "Erika, naik yuk," ajaknya pelan.
Erika menggangguk. "Sabar, abisin ini dulu!" cengirnya yang kemudian memakan lebih cepat sisa makanannya. Ia tidak akan menahan Rachel, karena untuk bisa berada di tempat ini saja Erika sudah bangga dengan Rachel.
Perlahan tapi pasti kedua mata Rachel menemukan sosok yang sudah lama tidak ia jumpai itu. Sosok yang kembali berhasil membuat napasnya melambat serta jemari atas roknya itu bergerak gelisah.
Radika—cowok yang baru saja memasuki area kantin dengan seorang Anta juga Noel itu berhasil membuat rasa gelisahnya kembali muncul. Ia jelas bisa melihat ke mana arah tatapan Radika. Arah yang tentunya membalas tatapan gelisahnya sebelum kembali memilih berjalan dan mengacuhkannya.
Ia masih mengingat jelas bagaimana dulunya dirinya tidak menyukai kehadiran seorang Radika. Namun kenyataan yang mengingatkan bahwa Radika yang tersakiti dalam keadaan ini berhasil membuat rasa tidak suka itu runtuh dan malah tergantikan oleh rasa bersalahnya.
Kalau saja Farhan memberi tahu lebih dulu akan kehadirannya di keluarga kecil itu, pasti ia tidak akan berani membenci seorang Radika sekali pun.
"Chel....," Bian kembali bersuara.
Rachel memejamkan matanya pelan, sebelum menarik napasnya dalam. Ia harus berbicara dengan Radika. Tetapi tentu bukan saat ini waktu yang tepat.
"Rachel!" Erika ikut menyenggol tubuhnya.
Ia menatap Erika polos, seolah bertanya apa dalam diamnya itu.
"Ngapain?" tanya Erika dengan alisnya yang bertautan.
Rachel menggeleng, kemudian memilih menatap pada piring rotan Erika yang sudah bersih tanpa tersisa nasi sedikit pun. "Udah?" tanyanya kemudian.
Samar, Erika mengangguk. "Ayo," ajaknya pelan. Sejujurnya, tanpa perlu bertanya apa yang sedang Rachel lakukan tadi. Ia jelas mengetahuinya. Erika jelas menyadari kehadiran Radika tadi. Kehadiran yang membuat fokus Rachel buyar tadinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sinful (Tamat)
Novela Juvenil"Seharusnya gue sadar, suka sama lo itu cuma nambah luka dalam diri gue." Kalimat yang keluar dari bibir Rachel itu adalah kesimpulan akan kehidupannya yang tergila-gila akan sosok Raja Pradipta. Sosok dingin tak tersentuh yang ternyata membawanya...