Siang kali ini cukup berbeda dibanding siang biasanya. Langit mendung dan matahari nampak malu untuk hadir di langit biru. Dan seakan merasa langit mendukung keadaannya, maka di sinilah Anta berada. Menikmati mendungnya langit di lantai teratas bangunan Angkasa.
Kalau katanya kelas sebelas memiliki markas di taman belakang sekolah, maka kelas dua belas memiliki markas di lantai teratas ini.
Jam di kelas Anta terus-menerus kosong dan membuat cowok itu memilih berada di sini ditemani dengan beberapa batang rokok miliknya. Ia tidak sendiri, ada Radika juga beberapa temannya yang sama-sama keluar dari kelas bersamanya sejak jam istirahat pertama selesai tadi.
Kedua mata Anta perlahan bergerak memperhatikan Radika yang memilih menutup mata dan terlihat menikmati keadaan mereka saat ini. Sejujurnya, ada satu hal yang ingin Anta ketahui dari bibir Radika. Tetapi entah mengapa, rasanya sulit sekali untuk sekedar menanyakan hal itu.
"Rachel tiap pagi berangkat bareng Erika mulu, dia nginep di tempat Erika bukan, Ka?"
Ah, syukurlah. Temannya yang bernama Noel itu cukup mengerti kegelisahannya saat ini. Ia belum mengatakan pada Noel jika ia penasaran pada Radika dengan masalah yang sama. Berarti ini hanya sebuah kebetulan yang perlu ia syukuri.
Radika berdeham. "Tau...," balasnya acuh.
Mendengarnya baik Noel juga Anta sama-sama menghela napasnya. Bagi mereka, untuk mendengar Radika perhatian sedikit saja pada Rachel adalah hal langka. Bahkan seluruh Angkasa juga tahu hal itu.
"Lo tau gak, Ta?" Noel seketika melemparkan pertanyaan itu padanya.
"Hah?" Anta bingung. Iya mengangguk ragu, "tau," balasnya berusaha terdengar santai.
"Dari kapan?" Noel kembali bertanya.
"Gak usah dibahas." Radika seketika menyela.
Anta berdeham pelan. "Bokap lo gak nyari?" tanyanya yang pada akhirnya ikut meluapkan rasa penasarannya.
Perlahan Radika membuka matanya, menatap Anta malas sebelum mengangkat bahunya acuh dan kembali menutup matanya. Perlakuan yang membuat Anta kembali berdesis dalam batinnya. Apa segitu tidak pedulinya Radika tentang kabar Rachel?
~~~~
"Rachel, bantu Karina ambil buku dari perpus, Nak!"
Perintah pria tua berkacamata itu membuat Rachel mendesah pelan di tempatnya sebelum pada akhirnya bangkit dari kursinya dan menuruti kemauan Guru Bahasa Indonesia itu.
Jujur saja, berada di dekat Karina sama sekali tidak membuat Rachel nyaman. Apalagi mengingat bagaimana adu mulut yang terjadi minggu lalu. Bukankah jawabannya waktu itu seperti mengibarkan bendera perang?
"Rachel," panggilan pelan Karina berhasil membuatnya mengurungkan niat untuk meninggalkan cewek itu. Perlahan sosok Karina muncul di sampingnya, menyamakan langkahnya dengan sebuah senyuman lebar yang membuatnya sebal sendiri.
"Menurut lo kado ulang tahu buat Raja yang bagus apa ya?"
Apaan nih? Lo mau pamer!? Rachel membatin tidak suka. Bahkan tatapannya yang malas seketika berubah menjadi tatapan ganas yang seakan siap menikam Karina karena sedang berusaha pamer padanya itu.
"Tanya orangnya lah!" balas Rachel terdengar acuh.
"Kali aja lo punya ide, soalnya gue gak tau--"
"Lo yang pacaran kenapa gue yang disuruh mikir?" sinis Rachel.
"Kan nanya—"
"Gue gak suka ditanya sama lo!" Rachel kembali menyela cepat. Maaf, ia tidak akan membiarkan Karina melancarkan acara pamer-pamer padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sinful (Tamat)
Fiksi Remaja"Seharusnya gue sadar, suka sama lo itu cuma nambah luka dalam diri gue." Kalimat yang keluar dari bibir Rachel itu adalah kesimpulan akan kehidupannya yang tergila-gila akan sosok Raja Pradipta. Sosok dingin tak tersentuh yang ternyata membawanya...