61. Pernyataan Raja (End)

16.8K 444 27
                                    

Hembusan napas pelan yang perlahan menyatu dengan suara yang berasal dari televisi itu seketika memenuhi kamar rawat Rachel. Setelah bertemu dengan Dokter Tari yang merupakan Psikolognya, seharusnya Raja memenuhi janji cowok itu padanya. Tetapi nyatanya, Raja malah pamit padanya pagi tadi.

Kata Raja, cowok itu harus membasuh diri setelah berada di rumah sakit sejak kemarin pagi sebelum mengajaknya jalan-jalan hari ini.

Sejujurnya, sempat ada rasa hati Rachel yang berat untuk melihat Raja meninggalkannya walau hanya sementara. Tetapi kata Rungga, Raja pasti akan kembali. Jadi, yang perlu Rachel lakukan adalah menunggu Raja kembali dengan Rungga yang masih akan setia menemaninya.

"Kak Rungga," panggil Rachel berusaha menarik perhatian Rungga dari gawai yang masih melekat pada genggaman tangan cowok itu.

"Apa?" Rungga membalas pelan.

"Tadi Dokter Tari nanya, aku sekolahnya gimana," jawabnya cepat.

"Terus?"

"Terus gimana?" Ia malah balik bertanya. "Sekolah aku gimana?"

Rungga mengerutkan keningnya heran. Kenapa Rachel malah bertanya padanya, di saat yang sekolah saja Rachel bukan dirinya.

"Rachel maunya gimana? Kak Rungga sih sebenernya gak mau Rachel lanjut di Angkasa lagi," balasnya tenang.

Seolah menyetujui ucapannya, Rachel mengangguk cepat. "Aku juga gak mau," balasnya. "Udah gak ada Erika nanti," lanjutnya yakin.

"Home schooling aja ya?"

Ragu, Rachel kembali menggeleng. "Kata Dokter Tari aku harus biasa di tengah keramaian. Jangan sampai aku nyaman sama keadaan aku sekarang."

Rungga mengangguk samar, sebelum memilih untuk kembali berdiskusi dengan otaknya itu.

"Kalau pindah sekolah, Rachel yakin bisa gak?" Ia kembali bertanya. "Pindah sekolah 'kan berarti gak ada Raja, gak ada Erika, gak ada Bian juga," lanjutnya tidak yakin.

Untuk hal yang itu, Rachel juga sebenarnya setuju. Ia tidak yakin bisa bertahan di suatu tempat tanpa ada keluarga Anandita yang menjaganya.

"Tapi, aku gak mau di Angkasa lagi," balasnya jadi bingung sendiri. "Kalau home schooling, takutnya aku malah bosen."

Perlahan senyum Rungga terukir tipis. Ia menaruh gawainya di atas nakas kamar rawat Rachel, kemudian meraih tangan adiknya yang masih memberikan suhu dingin di sana.

"Kak Rungga cariin sekolah yang cocok buat Rachel dulu aja ya? Kan mulainya juga masih dua bulan lagi," ucapnya memberi solusi.

"Nanti Rachel juga liat dulu aja sekolahnya. Kalau Rachel rasa bakal nyaman di sana, baru Kak Rungga daftarin," lanjutnya.

Rasanya berat sekali harus pindah dari Angkasa. Tetapi kenyataan bahwa ia harus mengulang kembali tahun keduanya di SMA membuatnya ragu untuk berada di tempat yang sama setelah sekian lama. Ditambah pasti sosok yang ia kenal hilang semua di SMA Angkasa.

Entahlah, otaknya sedang tidak ingin memikirkan hal-hal mengenai pelajaran. Kepalanya selalu terasa berat kalau yang namanya sekolah hadir di dalam sana.

Perlahan, ia kembali menghela napasnya pelan bersamaan dengan kedua matanya yang menatap samar pada garis luka yang masih terlihat jelas di pergelangan tangannya itu.

Kata Rungga, itu adalah luka yang paling mengerikan di mata cowok itu. Dan setiap kali Rachel melihat ke arah yang sama, ia juga merasakan hal yang sama. Luka itu terlalu mengerikan. Baik lukanya itu sendiri, atau bahkan cerita di balik luka itu.

Sinful (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang