28. Rasa Bersalah?

6.7K 337 1
                                    

Dua jam sebelum

Deruman motor yang baru saja berniat memasuki sebuah areanya seketika terhenti. Genggamannya berubah menjadi erat pada tarikan gas motor sekaligus remnya. Matanya menatap tajam pada barisan yang seolah menghadangnya untuk lewat itu.

Perhatiannya tetap tertuju pada titik yang sama kala motor lain mulai ikut bersamanya. Tidak sama banyak dengan yang di depan sana. Tetapi setidaknya bisa sedikit membuatnya yakin bahwa ia tidak sendiri.

Ia memegang kendali untuk kesekian kalinya.

Dengan pasti, tangannya menutar rumah kunci motornya, mematikan derum mesin sebelum beralih untuk melepas pengaman kepalanya.

Napasnya masih terbilang tenang walau kenyataan dirinya mulai tersulut oleh emosi.

"Udah lama gak main bareng kita."

Sebuah nada yang menyiratkan keramahan itu sama sekali tidak membuat dirinya berubah pikiran. Wajahnya datar, dengan kedua matanya yang masih menatap tajam lelaki berseragam abu-abu di hadapannya.

"Rachel ya?"

Perlahan tapi pasti, napasnya mulai memburu. Ia melirik ke sampingnya, tepat di mana seorang Bian berada.

"Lo ngapain bawa-bawa nama Rachel?" desis Anta yang ikut berdiri di sebelah kirinya.

Tidak, ia tidak pernah membawa nama Rachel pada lawannya itu. Sekali pun tidak. Iya yakin itu.

"Keren juga cewek lo."

Seringaian mulus yang tercetak jelas di wajah lelaki berjaket hitam itu berhasil membawa kepalan tangan Bian terlihat jelas. Entah apa yang sebenarnya lelaki di depan sana maksud, tetapi dengan mendengar nama Rachel sekaligus Raja yang ikut tersangkut, emosinya kembali meledak.

"Menurut lo, mending main sama Erika atau Rachel ya—"

"Lo sentuh Erika, lo mati!"

Desisan tajam Raja yang kembali mengisi jalanan sunyi namun ramai akan motor itu berhasil membawa kekehan pada tim lawan.

"Berarti kalau Rachel gak ada masalah ya?

Aldrich, cowok dengan jaket hitam yang memimpin barisan depan itu tertawa sinis. Ia merogoh saku celananya, mengambil gawainya dan kembali menatap penuh kemenangan pada Raja.

"Sekali-kali buat Angkasa kegoncang seru kali ya?" kekehnya yang kemudian membawa gawainya itu mendekat ke telinganya.

"Ya, Bang?"

"Rachel dan Erika di mana?" tanyanya tanpa melepaskan tatapannya pada Raja.

"Balapan malam, Bang."

Ia kembali melebarkan seringaiannya. "Bawa!"

Dan saat itu tiga orang yang berhadapan dengannya menegang di tempatnya.

~~~~

Napas memburu tanpa penglihatan apapun tentu menjelaskan kondisi seorang Rachel saat ini. Tubuhnya sudah tidak lagi berada di dalam mobil. Karena tepat sepuluh menit lalu, tubuhnya kembali ditarik paksa untuk turun di suatu tempat yang bahkan tidak ia ketahui keberadaannya.

Matanya terasa sesak. Iya. Ia takut bukan main. Dalam kehidupannya, menjaga seorang Erika dalam keadaan tidak terkendali pun memang sudah biasa. Tetapi jika dia yang menjadi pemeran utama dalam keadaan seperti ini, entahlah, ia tidak bisa berpikir lagi.

Bukan hanya keadaannya saat ini yang harus ia pikirkan. Karena kenyataan di mana ia meninggalkan Erika dengan dua pesan dari Raja juga Bian masih jelas mengganggunya. Ia tidak bisa berpikir jernih barang sedetik saja saat ini.

Sinful (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang