pada akhirnya, permintaan lino itu jisu tolak. gadis itu tanpa beban meninggalkan lino di rumah setelah menyelesaikan sarapan. bahkan jisu tidak mengindahkan permintaan sama yang lino ajukan sebelum jisu benar-benar pergi. jisu tidak mau sebab yang ada dipikiran jisu hanyalah bagaimana absurdnya jika dia mengabulkan itu.
berjalan beriringan dengan pemuda asing bertubuh besar berbaju ala kadarnya juga tanpa alas kaki, lalu berpisah di depan gerbang dengan seribu pasang mata memandang aneh mereka seolah berkata siapa orang tak beralas kaki yang dibawanya?
sangking anehnya, pemuda itu kemudian diusir oleh satpam yang berjaga di gerbang mengingat baju kumuh serta kaki si pemuda yang minus alas kaki. sebab diusir, pemuda itu lantas memanggil-manggil nama jisu meminta bantuan danㅡlihatlah, membayangkan seperti itu saja jisu sudah menggigit bibir menahan malu?
"mikir apa mukanya merah?"
tuturan soobin ditengah bel yang berbunyi pertanda pelajaran akan berganti dengan waktu istirahat menyadarkan jisu, "siapa?"
"lo, muka lo merah, sakit?" soobin tanpa diminta berdiri di depan bangku jisu, "mau ke uks? gue anterin ya?"
"enggak kok, gue gapapa."
"serius? tapi, muka lo merah. lagi demam?"
"engga kok bin, gue gapapa, beneran."
pemuda itu lantas meraih pergelangan jisu, "kalo sakit gapapa kok, gue izinin. gue anterin juga ke uks, yuk?"
semenjak soobin menawarkan diri menemani jisu pulang hari itu, soobin benar-benar berusaha dekat dengannya. dari basa-basi bertanya, mengajak jisu makan bersama, membelikan jisu sesuatu tanpa alasan, hingga mengulurkan bantuan seperti ini.
tidak ada yang salah, tetapi di mata jisu cara soobin terlalu berlebihan.
"cantik."
"apa?"
soobin menggeleng, berlaku seolah dia tidak mengatakan apapun, "enggak, yaudah kalo gamau ke uks. tapi, makan bareng gue mau ya?"
karena soobin bertindak seperti itu, maka lia juga akan melakukan hal sama walau sebenarnya dia mendengar jelas kata cantik menyapa rungunya, "di kantin?"
"enggak, makan bekal dibawain mama." soobin kemudian terburu merapikan mejanya yang bertempat tidak jauh dari milik lia, "bentar gue rapiin meja dulu ya."
"gapapa memang?"
"gapapa, mama sukanya bawain kebanyakan makanya mau gue bagi sama lo."
"oh,"
yah, jisu tidak masalah sih.
"dah, selesai! sini ji, gue udah bawa sumpit dua~"
gadis choi melenggang santai menghampiri bangku soobin, menatap si pemuda membuka bekal yang sangat menggiurkan dimata jisu, "wah, mama lo yang bikin semua?"
"iya, mama gue kalo di rumah gampang bosen. terus kalo bosen larinya masak banyak-banyak, jadi gitu deh."
"rumah..."
tidak ada respon berarti dari jisu selain kata rumah yang dia gumamkan pelan. bisa soobin tangkap dengan mudah air muka jisu yang berubah sedih. antusiasme saat meraih sumpit ditangan soobin barusan, lenyap tertutup awan kelabu diwajahnya.
gadis itu juga tidak segera mengambil tempat, malah memandang hampa meja soobin dengan kotak persegi di atasnya.
"rumah? kenapa?" tanya soobin lembut. bukannya dia tidak tahu jika jisu tinggal sendirian, soobin hanya ingin memastikan apa benar yang membuat jisu mendadak sedih adalah, "lo pasti kesepian banget di rumah ya, ji? mau gue temenin lain kali?"
"eh? engga kok, gue gapapa."
"kok tiba-tiba diem gitu waktu gue cerita mama di rumah?"
"enggak..."
asal soobin tahu, jisu sama sekali tidak pernah berharap siapapun menemani dirinya. apalagi sedih karena merasa kesepian di rumahㅡitu bukan jisu sekali
meskipun dia sesekali merasa kesepian, jisu sudah terlatih untuk tidak merasa sedih. dinding yang dia ciptakan untuk memblokade sentimennya terlampau tinggi. sedih sama sekali bukan alasan yang pas untuk mengkikis pertahanan choi jisu.
"terus kenapa tiba-tiba mukanya sedih gitu?"
jisu menelan ludah susah payah, "bukan sedih kok."
hanya saja perasaannya mendadak tak enak tentang rumah.
perasaan jisu mendadak tak enak tentang lino yang berada di rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[v] one & only ✓
Fanfictionbagi lino, jisu adalah satu-satunya. ft. lee know, lia. est. 2020 ⚠️ violence, murder, harsh words, lowercase, unrevised