"dua meter dariku."
"enggak kok, aku juga gamau duduk di deket kamu. aku cuma mau tanya sesuatu."
esok hari, di sekolah, dan lagi-lagi tepat beberapa detik setelah bel istirahat berbunyi, lino sudah memunculkan batang hidungnya di kelas jisu. pemuda itu tanpa beban melangkah masuk dan langsung mendatangi jisu yang belum siap melihat wajah si pemuda.
kemarin, setelah pemaksaan untuk menjadi kekasih, jisu sama sekali tidak bisa melihat muka lino. sama sekali tidak bisa. mukanya benar-benar panas seperti akan melebur di saat itu juga. jantung jisu juga tidak pernah tenang, terus asik berpesta di dalam sana.
bahkan jisu rela makan malam saat larut. membiarkan lino makan dan tidur terlebih dahulu. lalu ketika pemuda lee sudah terlelap, jisu mengendap-endap pukul 12 malam hanya untuk mengisi perutnya yang menangis keroncongan.
saat berangkat sekolah pun sama saja, jisu harus berjalan berjauhan dengan lino untuk mengatur perasaannya yang tidak karuan.
"m-mau tanya apa?"
lino berpikir, "ehm, tadi aku diajak temen ke kafetaria terus kebetulan hari ini aku bawa uang. kamu mau sesuatu?"
"terserah." balasan cepat untuk lino, berharap pemuda itu segera hilang dari pandangannya.
"oke, nanti aku ke sini lagi."
sepeninggal lino, jisu dengan rakus meraup seluruh udara di sekitarnya. menarik napas dalam seolah dia ada dikondisi minim oksigen kemudian menghembuskannya panjang seolah dia dimabuk udara.
jisu menahan kepalanya, heran kenapa dirinya bertindak abnormal di hadapan lino. padahal pemuda itu biasa saja, menganggap enteng semua yang telah terjadi. tidak seperti jisu yang persis seperti orang kehilangan akal sehatnya.
"oh, wow. kalian jadian?"
jisu tersentak, "a-apa?!"
seungmin mendecak, "nothing, tapi muka lo merah banget waktu lino dateng dan lo tau? telinga lino juga merah."
"t-terus?!"
"ya gue asal nyimpulin aja kalo kalian jadian." ceplos pemuda kim lantas, "bener ya? dari pagi kalian juga aneh banget."
"ssst, jangan keras-keras!" jisu mendekat ke arah seungmin, "gue dipaksa tau! gue juga gak ngerti kenapa bisa gini ceritanya!"
"gak masalah, tapi kayaknya orang-orang sudah tau ngeliat kalian nempel terus. apalagi lino kemarin bilang kalo dia punya lo, gue yakin dia juga cerita tentang lo ke temen-temennya di sana."
"min...gimana dong kalo orang-orang tau? lo liat sendiri 'kan lino sebegitu gantengnya, tar gue diserbu sama kakel." jisu membayangkan seluruh kakak kelas perempuan menyerangnya karena berani memacari lino, "posisi gue di sini anak kelas sepuluh, gampang banget pasti gue dibully-nya..."
"gue gak ngeliat kejadian itu di ilmu cenayang gue." seungmin berucap dengan nada angkuh, "tapi gue masih mau ingetin lo, kalo dia punya maksud tertentu."
"apa? lo tau 'kan gue percaya sama semua firasat lo? jadi apa yang lo liat?"
"guㅡ"
"jisu!" kedatangan soobin membuat seungmin menghentikan tuturannya, "mau makan siang bareng?"
jisu menatap kedua pemuda itu bergantian. melihat soobin yang tidak sadar jika telah memotong kalimat seungmin, jisu buru-buru meminta pemuda kim melanjut kata, "eh, boleh sih tapi seungㅡ"
"enggak." namun ternyata, seungmin justru berjalan menuju pintu. hendak keluar sembari melambaikan tangan pada jisu, "nevermind, lo makan dulu sama soobin aja. gue mau jajan juga, dah."
"loh, seungmin!"
pemuda itu benar-benar keluar dari kelas, meninggalkan jisu dengan soobin yang menyiapkan kotak bekal juga dua pasang sumpit ditangannya. jisu merengut, padahal dia sangat ingin tahu apa yang seungmin lihat tentang lino.
kalau bisa tentang soobin juga, dia tidak nyaman juga lama-lama bersamanya. mengingat fakta soobin dan lino yang saling berperang argumen dibalik layarㅡ soobin menuduh lino ber-aura buruk dan lino menuduh soobin tidak baikㅡtentu membuat jisu sakit kepala.
"sumpit?" soobin menyodorkan sepasang sumpit padanya, "maaf gue gak ngajak makan kemarin, mood gue lagi gak bagus banget."
ragu-ragu jisu menyambutnya, "gapapa kok, bekal itu 'kan punya lo. gue laper bisa ke kafetaria kok."
"gara-gara lino."
"huh?"
"gara-gara lino, gue enggak suka liat lo deket sama dia." soobin mempersilahkan jisu duduk pada kursi yg sudah dia siapkan, "gue udah bilang ji, aura dia engga bagus. kenapa lo malah makin deket sama dia?"
coba saja soobin tahu jika mereka tidak bisa dikatakan sekedar dekat lagi. mereka bahkan sudah berstatus sebagai pasangan.
"e-eh, gimana ya. gue udah ngizinin dia tinggal di rumah gueㅡ"
"oh, jadi kemarin kalian jalan bareng soalnya serumah? pada akhirnya lo ngizinin gelandangan itu tinggal sama lo?" raut pemuda choi mulai tidak mengenakkan, "sebenernya apa yang lo pikirin?"
"bin, gue ngizinin dia tinggal tuh juga ada alasannya. gue kasihan, soalnya dia sama kayak gue. dia gak punya orang tua kayak gue ditambah dia gak punya rumah." jelas si gadis, "lagipula dia modal kok tinggal sama gue, dia punya uang sendiri."
"tau ada uang kenapa dia malah maksa tinggal sama lo?"
jisu terperangah, dia belum pernah berpikir sampai situ...
"lo gatau 'kan? sudah gue bilang aura dia gak bagus, ji. dia pasti punya tujuan buat deketinㅡ"
brak!
meja yang mereka tempati mendadak dipukul oleh seseorang. satu kali, tetapi sangat keras dan itu jelas membuat keduanya spontan menaruh atensi pada si pembuat ulah.
lino, dengan dua kotak susu ditangannya sedang memasang gurat marah.
netra lebarnya memadang bengis choi soobin yang terduduk. seolah siap melayangkan pukulan kapan saja.
"pergi," desis pemuda lee, entah ditujukan kepada siapa, "ayo pergi choi jisu."
bisa jisu rasakan telapak besar itu meraih pergelangannya kuat. menarik si gadis agar segera berdiri dan menjauh dari soobin, "kenapa lagi sih? aku cuma mau makan kok!" tanya jisu sedikit merona. bahkan jantungnya menggebu diwaktu yang tidak tepat.
"ayo pergi,"
"iya, tapi kenapa?"
bukannya menujukan jawaban pada jisu, lino malah mendekat ke arah soobin. secara gamblang memberinya ancaman,
"jangan dekati jisu, dia punyaku."
KAMU SEDANG MEMBACA
[v] one & only ✓
Fanfictionbagi lino, jisu adalah satu-satunya. ft. lee know, lia. est. 2020 ⚠️ violence, murder, harsh words, lowercase, unrevised