Backsound: Ratapan anak tiri😁
Jangan pernah kau menyakiti hati seorang anak, karena jika ia terluka...luka itu tak akan pernah kering dan menganga sepanjang hidupnya
❤❤❤❤
Gadis kecil itu terisak, mengintip dari balik pintu kamarnya. Hari ini adalah hari ulang tahunnya yang ke-10. Hari yang bagi gadis-gadis kecil seperti dirinya adalah hari yang bahagia. Mendapatkan banyak hadiah, mendapatkan kasih sayang dari kedua orangtuanya, keluarganya dan teman-temannya. Tapi bagi dia hari ulang tahunnya adalah hari yang mengerikan untuknya. Rasanya ingin sekali lari ke tempat asalnya dulu, bersama anak-anak kecil yang lain yang nasibnya tak beruntung. Lari dari keluarga Abimanyu, keluarga yang mengadopsinya 7 tahun yang lalu.
"Happy birthday Vina
Happy birthday Vina
Happy birthday ... happy birthday
Happy birthday Vina"Gadis itu masih menyaksikan pesta dari adiknya, Vina. Mereka terlahir di hari yang sama, Vina sekarang 8 tahun umurnya. Tapi yang membuat mereka berbeda, Vina anak kandung Papa dan Mamanya sekarang. Sedang dia hanya anak pungut, dari sebuah panti asuhan.
"Pa, Ma ... boleh Dinda ikut merayakan ulang tahun Vina?"ucap gadis itu ketika berada di antara para tamu yang ada.
"Dinda, siapa yang memberi izin kamu ke sini? Udah Papa bilang, kamu di kamar saja, nggak perlu kamu kesini. Ayo kamu balik ke kamarmu sana!" bentak Beni Abimanyu, Papa Dinda.
"Tapi Pa, Dinda juga ingin merayakan ulang tahun Dinda juga di sini. Bersama Vina, Papa dan Mama." Dinda mulai terisak lagi.
"Dinda, Papa 'kan udah bilang. Ada waktunya kamu bersama kita, tapi bukan sekarang. Ini 'kan ulang tahun Vina, bukan ulang tahun kamu."
Semua mata para tamu memandangnya. Mereka berbisik-bisik.
"Iya betul. Ini perayaan ulang tahun Vina, bukan ulang tahunmu! Pergi sekarang ke kamarmu, Dinda!" bentak Yana Abimanyu, Mama Dinda.
"Iya nih Dinda, bikin suasana kacau aja deh. Kapan sih kamu ga dateng mengacau? Selalu saja ada deh tingkah kamu," Vina menimpali.
"Dinda, kamu itu udah besar. Kamu nggak perlu lagi merayakan ulang tahun. Emang ga cukup apa kamu hidup di sini. Di sini kamu hidup enak, semuanya terjamin. Makan, sekolah, uang jajan ... apalagi coba? Beda kalau kamu masih di panti asuhan. Papa rasa itu udah cukup buat kamu!"
"Paling tidak aku mendapatkan ucapan selamat dari Papa dan Mama. Itu sudah membuatku senang, Pa, Ma."
"Dinda sayang, apa perhatian kita selama ini nggak cukup buat kamu, hah? Kamu ini ya, selalu saja ada yang dipermasalahkan. Mungkin begitulah kalau anak yang terlahir tanpa orang tua yang jelas, selalu saja membawa masalah ... membawa sial!" Yana berkata dengan ketus.
Dinda makin terisak. Airmatanya berderai. Bukan kali ini saja Mamanya menyakiti hatinya. Setiap kali yang dia lakukan selalu saja salah di matanya. Entah sudah berapa ribu kali dia harus menangis.
"Kamu kan tahu, Vina paling ga suka kalau kamu ikut-ikutan," ujar Beni melembut.
"Pa, Dinda bukannya mau ikut-ikutan. Tapi Dinda pengen juga kalau Papa, Mama dan Vina juga memberi sedikit perhatian pada Dinda. Dinda sudah tak punya siapa-siapa lagi selain kalian. Dinda sedih, Pa. Dinda merasa sendirian."
"Asal kamu tahu ya Dinda, kami mengadopsi kamu supaya kami bisa cepat punya momongan. Kamu itu hanya sekedar pancingan saja di sini. Lebih dari itu tidak sama sekali! Sudah untung kamu masih bisa hidup di sini! Seandainya ada peraturan kalau kita boleh mengembalikan seorang anak pungut, sudah lama kita melakukannya!" begitu ketusnya ucapan Yana.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUJUD CINTA DI KOTA BERLIN (Completed)
RandomSiapkan hati untuk merenung, apa arti cinta dan keluarga. Qarira, gadis pengungsi dari Syria ingin menata dan memulai hidup baru di kota Berlin, Jerman. Akbar, pemuda rupawan blasteran Indonesia yang sekaligus seorang dokter kepala di RS terkenal di...