Kau dan aku adalah cinta tapi bukan pada waktu yang tepat
❤❤❤❤
Akbar yang masih terdiam termangu diantara ratusan tamu undangan mendongak, menatap Qarira yang juga terpaku bagai mayat di depan seorang pria.
"Dokter El-Bakri?" Akbar mendesis seraya menautkan alis.
Flashback on
72 jam sebelum pernikahan...
Tok tok tok
"Masuk!" ucap Akbar tanpa menoleh, dia sibuk memasukkan beberapa data pasien pada komputer di depannya.
"Assalamualaikum, Akbar," Christian pelan melangkah masuk ke dalam ruangan dimana Akbar bekerja.
"Waalaikum salam," balas Akbar datar memandang siapa yang datang.
"Maaf kalau aku mengganggumu, Akbar."
"Oh tidak apa-apa, Chris. Aku tidak sedang sibuk. Silahkan duduk." Hati Akbar tiba-tiba merana. Rasanya tak karuan, entah kenapa.
"Wie gehts es dir, mein Bruder?" (Bagaimana kabarmu, saudara(laki-laki)ku) Christian menyapa Akbar sembari meletakkan pantatnya.
"Alhamdulillah baik. Kamu?"
"Alhamdulillah juga baik. Aku--aku mampir kesini hanya untuk menyampaikan ini padamu." Christian menyampirkan dua amplop berwarna pink muda diikat dengat sebuah pita emas dengan tulisan di amplop itu "Wir sagen Ja"(Kami mengatakan Ya) dan sebuah lambang huruf QC warna emas.
Hati Akbar tiba-tiba mencelos. Jantungnya seperti jatuh ke lapisan bumi paling bawah. Matanya memanas perlahan.
"Ini undangan pernikahan kami untuk kamu dan orangtuamu. Kami berharap kalian bisa datang."
"Aku pasti akan datang, Chris," Akbar merasakan lidahnya kelu untuk mengucap kalimat.
"Terima kasih, Akbar. Aku tunggu kedatanganmu. Kalau begitu aku permisi dulu." Christian tahu, itu mungkin akan menyakiti hati Akbar, tapi dia harus memberi kabar untuk saudaranya itu.
Lalu Christian melangkah pergi, meninggalkan Akbar yang menatap undangan dengan mata nanar.
Akbar membuka ikatan amplop itu dengan tangan bergetar. Sebuah kertas putih dengan tulisan yang sama seperti pada amplop "Wir sagen Ja" dengan background bertabur ikon-ikon cinta dan bintang. Akbar membuka kertas itu. Sebuah kata "In the name of Love and Allah" dengan latar belakang sebuah gambar sajadah megah seperti terbang tertiup angin berwarna emas berkilau dengan ukiran indah nama "Qarira El-Bakri & Christian Martin" terpatri disana. Di sisi kertas yang lain tertulis "Ja, wir wollen Heiraten" (Ya, kami mau menikah), lalu tertera tanggal, nama tempat dan waktu serta acara detailnya.
Kristal-kristal bening jatuh menetes membasahi pipi Akbar. Dia terisak menangis menatap undangan itu. Hatinya terkoyak. Akbar tak sanggup berdiri. Dia duduk bersimpuh, mengacak rambutnya frustasi. Kecewa, sedih, sesal ... semua rasa itu menjadi satu.
Sementara Christian yang baru keluar dari ruang kerja Akbar berjalan dan berpapasan dengan seorang dokter muda yang mengganguk pelan padanya dan melempar senyum. Christian membalasnya. Pria itu menoleh ke ruang kerja Akbar dan mendapati Akbar sedang bersimpuh di lantai.
"Dokter Permana, Anda baik-baik saja?" ucap pria itu menatap Akbar dan sebuah kertas yang tergelak di sampingnya. Sang dokter muda berjongkok dan mengambil kertas yang merupakan sebuah undangan pernikahan dan membacanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUJUD CINTA DI KOTA BERLIN (Completed)
RandomSiapkan hati untuk merenung, apa arti cinta dan keluarga. Qarira, gadis pengungsi dari Syria ingin menata dan memulai hidup baru di kota Berlin, Jerman. Akbar, pemuda rupawan blasteran Indonesia yang sekaligus seorang dokter kepala di RS terkenal di...