Serupa tapi tak Sama

656 55 2
                                    

Akbar's POV

Triiing

Aku melangkah memasuki kafe. Kuedarkan pandanganku berkeliling, mencari Qarira. Kulihat dia sedang meletakkan pesanan pada seorang pengunjung.

"Qarira, hi," sapaku ketika berada di dekatnya. Terus terang saja aku sangat bahagia begitu melihatnya.

"Hi, Akbar," balasnya sepertinya sedikit kaget saat aku sudah ada di belakang. Raut wajahnya begitu lucu saat itu, itulah mungkin kenapa aku tak berhenti memikirkannya.

"Silahkan duduk," bahagia rasanya saat dia menarik sebuah kursi untukku dan mempersilahkanku.

"Terima kasih,"ucapku pelan dan duduk di sana dan mengambil menu yang tergeletak di atas meja.

"Aku pesen Cheesecake sama Honey Lemongrass Sparkle saja ya," kataku setelah sekilas membaca daftar menu yang ada.

Sekali lagi aku membuat kaget Qarira. Pipinya merona merah, ingin sekali aku mencubitnya. Setiap kali menatapnya, desiran halus itu menggelitik hatiku.

"Kenapa? Kok kamu kayak kaget, gitu?" tanyaku menyelidik.

"Oh nggak apa-apa. Aku bikinin pesanan kamu dulu ya," katanya terlihat gugup.

Apa dia gugup karena aku disini? batinku. Aku ingin menanyakan padanya tapi Qarira sudah keburu kabur meninggalkanku. Kupandangi dia dari belakang. Memperhatikannya saat berbicara dengan rekan kerjanya sampai menghilang di pintu dapur.

Selama Qarira pergi kuperhatikan di luar kafe, ada dua orang lelaki yang sedari tadi berdiri di sana dan sepertinya sedang memperhatikan kami. Atau ini hanya perasaanku saja.

Tak lama kemudian Qarira datang membawakan pesananku, "Bagaimana kerja hari ini, sibukkah?" tanyanya kepadaku. Dia sangat perhatian. Dan tutur katanya sangat sopan.

"Ya begitulah Qarira. Setiap hari selalu saja ada pasien baru. Kamu sendiri bagaimana? Betah kerja di sini?" jawabku tersenyum padanya.

Qarira balik tersenyum padaku, "Lumayanlah, Bar. Buat nambah-nambah sedikit tak ada salahnya."

Dia terlihat tak segugup tadi. Kulihat dia sepertinya sudah bisa menguasai keadaan.

"Oh iya. Kamu jadi ke rumah Dinda, kan? Aku jemput ya," tanyaku antusias dan berharap dia mengatakan "ya". Tapi sebelum Qarira menjawab pertanyaanku seorang laki-laki tinggi tegap berambut pirang menyapanya.

"Na, du..." sapa laki-laki itu. Kulihat lagi-lagi Qarira terkesiap kaget. Wajahnya memerah.

Sepertinya mereka sudah saling mengenal satu sama lain atau dia hanya pelanggan tetap di sini? pikirku. Jauh di dalam lubuk hatiku terbersit sedikit rasa cemburu. Lelaki itu terlihat tampan dan sepertinya seorang pebisnis atau pegawai kantoran, bisa dilihat dari cara berpakaiannya dan dia tersenyum pada Qarira dan Qarira juga membalas senyumannya.

"Oh, hi Chris," Qarira menyapanya dan dia seperti salah tingkah.

Qarira melirikku kemudian memandang lagi ke arah laki-laki itu.

"Maaf mengagetkanmu, Qarira," kata lelaki yang dipanggil Chris itu. Qarira tersenyum sambil melirikku. Kutangkap ada rasa gugup di sana. Lalu kutatap Chris dengan perasaan yang sedikit campur aduk.

"Silahkan duduk, mau pesan apa?"

Ada sedikit rasa senang di sana karena Qarira tak menarikkan kursi untuknya.

"Seperti biasa, kamu tahu yang aku suka," kata si Chris menjawab dan menarik sebuah kursi.

Cih, sok kenal sok dekat sekali laki-laki ini, batinku. Dia tersenyum menatapku dan aku membalas senyumnya walau dengan terpaksa.

SUJUD CINTA DI KOTA BERLIN (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang