"Masih bersama saya Anja Lindhof di Berita Malam hari ini. Sebuah aksi kejar-kejaran sore tadi terjadi di Berlin Mitte. Seorang sandera yang bernama Anna Hermann dikabarkan tewas tertembak saat dilarikan ke rumah sakit. Sementara itu sang pelaku yang sudah lama menjadi incaran kepolisian juga tewas di tempat kejadian. Pedro Marquez, seorang pria berkebangsaan Meksiko yang sudah lama diincar pihak pemerintah karena terkelibatannya dalam beberapa kasus penyelundupan narkoba yang terjadi baru-baru ini. Satu orang polisi juga terluka pada insiden kali ini. Sekarang kita sudah tersambung dengan rekan kami yang berada di lokasi kejadian yang sejak sore tadi sudah memantau dan siap melaporkan untuk Anda semua pemirsa yang ada di rumah. Silahkan rekan Andre Zog laporan Anda ...."
Qarira memandang nanar layar televisi yang baru saja menyiarkan berita. Pikirannya terbang kemana-mana. Rasa takut masih menjalar di sekujur tubuh. Insiden tadi sore benar-benar membuatnya syok berat. Pedro yang baru dikenal dan merupakan tamu yang mengunjungi cafe dimana dia bekerja merupakan target polisi dan sudah membunuh Anna, rekan kerja yang selalu saja usil padanya.
Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 9 malam lewat sedikit. Hari ini Qarira menutup cafenya agak sedikit lebih pagi. Dia masih harus membereskan beberapa pekerjaan sebelum akhirnya ia bisa Feierabend (selesai kerja). Mengecek semua stock sisa barang, menghitung semua pendapatan hari ini, menulis beberapa catatan untuk karyawan shift pagi dan yang terakhir mengecek dan memastikan semua pintu dan jendela sudah terkunci.
CEKLEK
Gagang pintu bergerak. Tom Richard melangkah masuk ke dalam cafe dengan gontai. Qarira terkesiap sekejap namun akhirnya dia menyunggingkan senyum manis walau sedikit agak dipaksakan.
"Malam, Pak Richard," sapa Qarira pelan.
"Sudah mau Feierabend ya?"
"Iya Pak. Semuanya sudah saya bereskan. Bapak tinggal mengeceknya saja," Qarira mengucap sembari menanggalkan celemeknya. "Pak Richard--," lanjutnya agak ragu.
"Ya Qarira?"
"Bapak sudah tahu apa yang terjadi hari ini disini?"
"Bapak sudah tahu semuanya," jawab Tom Richard memperhatikan Qarira dari atas ke bawah. "Qarira, bisa aku bicara sebentar denganmu sebelum kamu pulang?"
"Tentu saja, Pak Richard. Saya masih ada waktu kok."
"Duduklah disini," Tom mempersilahkan Qarira untuk duduk.
Qarira menghenyakkan pantatnya, sedikit berdebar sambil memandang lekat Tom Richard. Ia tak pernah menyangka kalau bos di tempatnya bekerja adalah ayah kandung si kembar Christian dan Christopher.
"Bagaimana kabar Christian dan Mamanya?" Tom menatap lekat manik Qarira.
"Apa Pak Richard belom tahu?"
"Tahu tentang apa, Qarira?" Tom menautkan kedua alisnya.
"Christian dan Mama mengalami kecelakaan," suara Qarira bergetar. Rasanya dia tak sanggup untuk menceritakannya kembali.
"Apa? Kapan itu terjadi?" wajah Tom menegang. Tangannya menggengam erat sisi meja.
"Malam setelah kita bertemu, Pak."
"Lalu bagaimana keadaan mereka sekarang?"
Qarira tak segera menjawab. Dadanya kembali sesak. Airmata menggenang di kelopak matanya siap untuk ditumpahkan. Membayangkan keadaan Christian sekarang membuat hatinya perih. "Christian terbaring koma sekarang."
"Ya Tuhan!" tubuh Tom terasa lemas secara tiba-tiba. Wajahnya pucat pasi. Bulat sempurna kedua matanya menatap tajam Qarira. "Bagaimana dengan keadaan Jenny? Apa dia baik-baik saja?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SUJUD CINTA DI KOTA BERLIN (Completed)
CasualeSiapkan hati untuk merenung, apa arti cinta dan keluarga. Qarira, gadis pengungsi dari Syria ingin menata dan memulai hidup baru di kota Berlin, Jerman. Akbar, pemuda rupawan blasteran Indonesia yang sekaligus seorang dokter kepala di RS terkenal di...