Bahasa Kalbu

418 38 9
                                    

Dua orang perawat dan seorang dokter baru saja mengambil sampel darah Christian untuk memastikan lebih detail lagi apa yang menjadi penyebab koma yang diderita Christian saat ini dan mengecek kesehatan tubuh Christian secara menyeluruh. Qarira kini duduk terpekur menatap wajah pucat Christian. Pria yang baru sekedip mata membuatnya tersenyum itu kini terbaring tak berdaya, tak tahu kapan akan membuka mata. Qarira meremas jari-jemari Christian lembut dengan kedua tangannya. Telapak tangan itu begitu dingin. Tak ada respon. Hanya bunyi bip layar monitor pengatur denyut jantung yang terdengar stabil. Tubuh Christian masih harus dipantau secara intensif di ruang ICU. Alat bantu pernafasan masih melekat untuk menjaga laju pernafasan Christian. Beberapa selang infus untuk nutrisi makanan dan obat-obatan juga masih menancap di salah satu tangan Christian. Sebagian kepalanya masih tertutup perban putih tebal. Qarira berharap semua akan segera berlalu. Christian segera siuman dan sembuh dari semua yang dideritanya saat ini.

"Hallo Sayang, assalamualaikum. Wie geht es dir?" Qarira menyapa pelan Christian sambil mengurai senyum. "Kuharap kamu juga baik-baik saja seperti diriku sekarang ini. Oh iya, kemarin aku ketemu dengan ayah dan juga adikmu, Stefan dan Christopher Martin. Dan kamu tahu? Ternyata aku sudah mengenal ayahmu jauh sebelum aku mengenalmu. Ini gila kan? Semuanya terjadi begitu saja dan sangat kebetulan. Kala itu adalah ketika aku pertama kali datang ke Berlin. Aku mengenal ayahmu ketika dalam perjalanan di dalam kereta dari München ke Berlin. Dia ayah yang sangat baik, kamu beruntung punya ayah seperti dia. Dan kamu tahu? Aku sekarang sudah diperbolehkan untuk memanggilnya Papa seperti kala aku bertemu Mamamu untuk pertama kali. Papa dan Mamamu sangat sayang padamu. Aku bisa melihat dari cara mereka memperlakukanku. Mereka memperlakukan aku layaknya anak mereka sendiri, padahal kan kamu tahu, mereka baru mengenalku. Tapi pelukan dan senyuman hangat mereka benar-benar sangat aku rasakan, Chris."

Qarira tersenyum memandang lekat wajah Christian. Qarira pernah membaca salah satu terapi bagi orang yang menderita koma adalah dengan terapi cerita. Menceritakan kejadian atau sesuatu yang indah bisa merangsang otak penderita koma atau mengingat kenangan menyenangkan di masa lalu bisa membuat sang penderita koma tersenyum merupakan salah satu trik dari terapi cerita. Hal ini yang sedang dilakukan Qarira terhadap Christian.

"Dan adikmu--si Christopher itu? Ya Allah, aku kaget banget ketika melihatnya pertama kali. Aku pikir itu kamu, sayang! Habis dia mirip banget sama kamu. Ternyata kalian kembar dan kamu belum pernah cerita soal ini. Kamu jahat ya, bagaimana kalau seandainya tanpa sengaja aku ketemu Christopher dan aku menyangkanya kalau itu kamu trus aku menyapanya dengan kalimat sayang ... kan bisa berabe!" Qarira tertawa sendiri ketika membayangkan kalau itu terjadi.

"Untung saja dia mempunyai warna rambut yang sedikit gelap daripada kamu, jadi aku bisa membedakannya. Atau jangan-jangan dia cuma mewarnai rambutnya menjadi sedikit gelap? Astaga!" Qarira menutup mulut dengan satu tangannya. "Tapi dari dia berbicara dan dari gaya dia berpakaian, aku rasa agak sedikit berbeda dengan kamu. Koreksi aku kalau aku salah ya, sayang! Christopher itu gaya bicaranya agak sedikit hmm--kurang terkontrol, terkesan gampang emosian menurutku. Lain sama kamu yang selalu bicara lugas dan tegas, dan cara dia memakai pakaianpun seperti--badboy gitu. Ngerti kan kamu maksudku?"

Qarira menunggu respon Christian sesaat, namun tak terjadi apa-apa. Tubuh itu tetap diam tak bergeming.

"Kamu masih ingat saat kita pertama kali bertemu? Saat itu adalah jam istirahat sekolah. Sebenarnya kita secara tidak langsung harus mengucapkan terima kasih kepada Vladimir dan Burak. Masih ingat kan dengan kedua teman sekolahku itu? Kalau mereka tak menggangguku waktu itu, pasti kamu tidak akan muncul saat itu. Kamu masih ingat kan bagaimana kedua orang itu lari terbirit-birit ketika kamu gertak?"

Qarira mengambil tangan Christian lalu meletakkan tangan putih bersih berotot itu ke pipinya. Tangan itu dingin. Qarira mengelusnya lembut. "Saat itulah aku benar-benar terpana memandangmu dan aku mencium bau aroma parfum yang sama yang dipakai olehmu dengan Yusuf, mantan suamiku. Maaf aku baru cerita sekarang padamu. Tapi bukan berarrti aku mencintaimu karena aroma parfummu ya sayang, aku mencintaimu karena ketulusan hatimu, karena jiwa besarmu. Kamu membuatku tak berkutik saat itu, memandangmu saja aku takut kala itu. Aku yakin kamu juga merasakan hal sama, bukan?"

Jari-jemari Christian sudah sedikit menghangat dirasakan oleh Qarira. Dikecupnya tangan itu pelan, "dan masih ingat saat kamu berkunjung ke cafe dimana aku bekerja? Ya ampun Chris, aku kaget bukan main saat itu--kayak ketemu hantu. Kalau kamu bisa perhatikan wajahku saat itu, aku bener-bener pucat dan bibirku rasanya kering sekali seperti sudah beberapa hari tak minum apapun. Belum lagi kamu terus mulai menggombali aku, memujiku kalau aku cantik. Aduh, aku tahu deh laki-laki macam apa kamu itu. Tapi lama-lama perasaan itu aku tepis karena kamu sering mengunjungiku di tempat kerja. Kamu tahu setiap lonceng di pintu cafe itu berbunyi, aku selalu berharap kalau itu kamu yang datang. Dan kamu tahu betapa bahagianya aku ketika aku melihatmu datang mengunjungiku, sayang? Sepertinya aku mau loncat saja menghambur ke arahmu kalau aku melihat kedatanganmu. Untung saja masih ada Anna di sana, cewek gila yang selalu mengawasi gerak-gerikku. Sepertinya dia makin tak suka padaku ketika dia tahu kalau aku makin dekat denganmu. Tapi tak perlu kamu pikirkan tentang dia, dia memang selalu begitu dengan junior-juniornya. Anggap saja dia cuma angin yang lewat."

Qarira tersenyum lagi, "dan ketika kamu mengajakku ke konser Ed Sheeran, pingin rasanya aku memeluk dan menciummu saat itu juga. Dia adalah salah satu penyanyi idolaku. Dengerin lagu-lagunya yang romantis bersama kamu ... ya Allah mimpi apa aku semalam? Aku benar-benar tak percaya, sayang. Menonton sang idola dengan cowok seganteng kamu dan di tempat VIP pula, baru pertama kali aku merasakannya. Nikmat mana yang harus aku dustakan?" Qarira terkekeh pelan.

"Belum lagi rasa kekagumanku terhadapmu. Seorang warga Jerman yang berusaha untuk menjadi seorang mualaf. Aku benar-benar takjub dibuatnya. Aku tak pernah menyangka, cowok seperti kamu ingin memeluk agama Islam. Aku berharap setelah kamu bangun dari komamu, kita bisa merealisasikannya untukmu," Qarira mencium pundak tangan Christian. Jari kelingking Christian bergerak pelan. Qarira membulatkan matanya sempurna.

"Sekarang sudah siang, sudah waktunya sholat Dhuhur. Aku mau sho--" belum selesai berkata Qarira mendengar denyitan gagang pintu yang dibuka. Qarira reflek menoleh.

"SARAH!" Qarira memekik pelan. Seorang wanita berdiri angkuh di ambang pintu, memandang tak suka pada Qarira.

"NGAPAIN KAMU DISINI, AUSLÄNDERIN?" tanyanya sinis dengan wajah bengis penuh kebencian.

❤❤❤❤

Wie geht es dir= apa kabar

Ausländerin = orang asing (perempuan)


❤❤❤❤

Akhirnya aku nongol lagi setelah hampir seminggu bertapa hehe
Semoga tetap setia menunggu ya
Ayo taburin bintang dan komen kalian disini. Thank you...

Wassalam

DS. Yadi

SUJUD CINTA DI KOTA BERLIN (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang