Praduga

685 63 4
                                    

Kriiing

Suara bel tanda masuk berbunyi. Semua murid Hartnackschule segera bergegas memasuki kelas mereka masing-masing. Di kelas Qarira  nampak beberapa murid terlihat lesu. Tak beberapa lama Frau Weber memasuki ruangan kelas.

"Anak-anak, hari ini adalah hari terakhir saya mengajar, karena mulai besok saya sudah memasuki masa pensiun saya. Saya berharap kalian bisa melanjutkan pelajaran besok dengan guru pembimbing yang baru. Kalau ada perkataan saya selama mengajar yang disengaja atau tak disengaja, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya."

Seorang murid perempuan mengacungkan tangan. "Saya sedih sekali Ibu tidak mengajar lagi. Kami sangat menyukai cara Ibu mengajar kami. Kami berharap Ibu akan selalu mengingat kami walau kami kadang-kadang suka bandel."

"Tentu saja, Pinar. Ibu akan selalu mengingat kalian, murid-murid Ibu," kata Frau Weber mulai berkaca-kaca.

Qarira berdiri dari bangkunya. "Kami sangat berterima kasih sekali pada Ibu. Dari tak mengerti satu patah katapun, hingga kini kami bisa berbicara Deutsch meski kadang masih ada banyak kesalahan. Kami tak akan melupakan jasa Ibu. Terima kasih sudah membimbing kami dengan kesabaran Ibu. Terima kasih, Frau Weber."

"Qarira, kamu salah satu murid terbaik Ibu. Ibu pesan kepadamu, bantu teman-temanmu jika mereka perlu bantuan."

Qarira mengangguk pelan dan tersenyum. Dia kembali duduk. Frau Weber mengedarkan pandangannya, menatap dua sekawan yang dari tadi terlihat gelisah.

"Vladimir dan Burak, ada yang ingin ditanyakan atau ingin mengatakan sesuatu?" tanya Frau Weber membuyarkan konsentrasi Vladimir dan Burak.

"Eh--tidak ada, Bu," jawab Burak gugup sambil menyikut Vladimir yang duduk disampingnya. "Saya juga nggak ada, Bu," timpal Vladimir.

"Baiklah kalau begitu. Sebagai pelajaran terkahir dari saya, saya ingin kalian membuat sebuah kelompok. Satu kelompok maksimal empat orang. Kita akan mengingat lagi tentang pelajaran pada bab 12, karena pelajaran ini agak begitu sulit," ucap Frau Weber membuka buku diktatnya.

Vladimir mengedipkan matanya ke arah Burak dan Burak sepertinya sudah tahu apa yang bakalan dilakukan. Mereka menuju ke arah Qarira dan bergabung menjadi anggota kelompok Qarira. Qarira mendengus kesal, kenapa meski mereka. Kemudian Pinar juga bergabung bersama mereka.

"Aku harap kalian tak membuat kekacauan di sini dan tak membuyarkan konsentrasiku," kata Qarira ketus.

Vladimir dan Burak hanya tersenyum sinis. Mata mereka terus menatap Qarira, seperti ada sesuatu yang sedang mereka rencanakan.

❤❤❤❤

Sepulang sekolah Qarira mampir ke sebuah imbiss yang menjual makanan Turki. Dia membeli Döner Kebab dengan saus bawang putih seperti pesanan Dinda. Karena Qarira sudah janji akan mengunjungi Dinda sepulang sekolah. Padahal Qarira tahu Dinda paling tidak suka dengan bawang putih, meninggalkan bau tak sedap di mulut katanya.

"Ayo Din, cepat dimakan mumpung Dönernya masih hangat," ucap Qarira sesampai di rumah Dinda.

"Makasih, Qarira. Hmmm ... nikmat sekali," Dinda langsung menyantap makanan itu sampai habis. "Boleh aku makan punyamu juga, Qarira? Aku lapar sekali dan hari ini sepertinya aku bernafsu sekali untuk makan Döner."

Qarira mengernyit heran. "Makan saja, lagipula aku juga tidak begitu lapar," pungkas Qarira.

Tak seperti biasanya Dinda makan begitu banyak tapi Qarira tak ambil pusing. Mungkin karena masih syok atau karena Dinda belum makan sama sekali sedari pagi.

"Tolong ceritakan lagi kejadian semalam, Din. Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Qarira setelah Dinda selesai makan.

Sambil melap mulutnya kemudian Dinda menceritakan kejadian itu dari awal sampai akhir, sampai dia ditolong oleh seorang laki-laki yang tak dikenal.

"Untung saja ada laki-laki itu, Din. Bagaimana nasibmu jika tak ada laki-laki yang menolongmu itu," ucap Qarira.

"Iya, be--," tiba-tiba saja Dinda membekap mulutnya. Sepertinya Döner yang barusan ia makan ingin ia muntahkan kembali. Dinda buru-buru berlari ke kamar mandi. Dia muntah-muntah di sana. Dikeluarkan semua yang baru saja dimakannya.

"Din, kamu tak apa-apa?" tanya Qarira agak cemas. Dipijitnya leher Dinda pelan, dan sekali lagi Dinda muntah.

"Aku baik-baik saja, mungkin hanya masuk angin saja atau mungkin sedikit stres dengan kejadian semalam."

"Mungkin kamu harus ke dokter, Din. Mukamu terlihat pucat." Qarira berusaha menasehati Dinda.

"Ah nggak perlu, Qarira. Ini sudah ketiga kalinya dalam minggu ini tapi aku masih baik-baik saja kok. Hanya mual-mual biasa aku rasa," sanggah Dinda menenangkan Qarira.

"Tunggu, Din ...," Qarira mulai curiga. "Kamu bilang sudah tiga kali dan kamu bilang cuma mual biasa?"

Dinda mengangguk mengiyakan. "Apa kamu nggak merasakan keanehan atau perbedaaan pada dirimu?" tanya Qarira.

"Oh c'mon, Qarira. Kamu jangan mikir yang macem-macem."

"Din, kamu pernah bilang dulu kalau kamu tak suka bawang putih. Tapi hari ini kamu malah lahap memakan Döner dengan saus bawang putih. Tidakkah kamu merasakan sedikit keanehan yang secara tiba-tiba?"

Dalam hati Dinda mulai berpikir dengan kecurigaan Qarira. Sebetulnya Dinda paling anti dengan yang namanya bawang putih. Tapi kenapa hari ini dia begitu lahap menyantap Döner Kebab dengan saus bawang putih?

"Apa kamu selama ini masih berhubungan dengan Marco?"

Dinda tak menjawab. Ada sedikit rasa khawatir disana, rasa yang tiba-tiba menyeruak dalam diri Dinda.

"Din, aku takut kalau kamu ... hamil!"

❤❤❤❤

Qarira mempercepat langkahnya. Sudah sepuluh menit dia terlambat masuk kerja. Dia tak mau lagi berdebat dengan Anna, teman kerjanya yang terkenal angkuh.

"Telat lagi?" suara cempreng Anna langsung menyambut Qarira begitu ia sampai di tempatnya bekerja. Gadis kurus dengan rambut ginger itu menatap ketus Qarira.

"Maaf, aku ada urusan sebentar tadi. Lagian aku sudah menelpon Pak Richard sebelumnya," bela Qarira sambil memakai celemek kerjanya. Sudah kedua kalinya ini Anna selalu mengintimidasinya ketika dia telat datang bekerja. Padahal Anna tahu kalau dia sudah minta izin untuk datang telat.

"Tapi Pak Richard tak memberi tahuku!" dengus Anna melotot tajam kearah Qarira.

"Mungkin dia lupa. Kamu tahu bos kita itu kadang-kadang pelupa."

"Cih ... itu hanya alasan kamu saja. Ingat ya Qarira, kamu itu disini masih baru dan  jangan suka bikin masalah!" nada bicara Anna mulai meninggi.

"Masya Allah Anna, siapa yang suka bikin masalah? Aku tuh sudah izin sebelumnya, dan Pak Richard mengiyakannya. Maafkan aku kalau membuatmu kesal. Aku tak akan melakukannya lagi."

"Maaf ... maaf, enak saja kalau ngomong. Kamu pikir ini kafemu apa?" begitu jutek terdengar suara Anna di telinga Qarira.

Qarira tak menyahut pertanyaan Anna lagi karena seorang tamu datang memasuki kafe itu. Tamu yang selalu dinanti Qarira.

❤❤❤❤

Frau= Ibu

Deutsch= bahasa Jerman

Imbiss= warung

Döner Kebab= makanan khas turki berupa salat yang diberi saus bawang putih dan potongan-potongan kecil daging ayam dan dilipat kedalam sebuah tortila.

❤❤❤❤

Assalamualaikum semuanya...

Apa kbar semua?
Akhirnya part 21 up juga ya, jangan lupa VOTE, SPAM KOMMEN dan SHARE cerita ini.
Sampai ketemu hari Sabtu...

Wassalam

DS. Yadi

SUJUD CINTA DI KOTA BERLIN (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang