Air Tuba dibalas Air Tuba

544 54 6
                                    

Sarah menggeliat. Sinar mentari pagi yang masuk melalui celah-celah jendela mengharuskannya untuk membuka mata. Dia menghembuskan nafas panjang lalu bangkit dan duduk di tepi ranjang.

Kamar itu terlihat berantakan. Bajunya nampak berserakan di lantai, begitu juga milik Pedro. Di atas sebuah nakas tampak alat penghisap sabu, bubuk-bubuk sabu yang berceceran dan beberapa puntung rokok.

Sarah mengalihkan pandangan ke sudut ruangan, tampak sebuah meja di sana dan beberapa botol minuman beralkohol yang sudah kosong. Kepalanya masih terasa pusing dan berat. Semalam dia dan Pedro menikmati indahnya malam bersama. Sedikit merayakan kebersamaan atas bisnis kotor mereka. Sarah terkesiap saat sebuah tangan kokoh menyentuh pundaknya. 

"Kenapa bangun pagi-pagi sekali, huh?"

Sarah menoleh. Seorang lelaki setengah telanjang menyunggingkan senyum padanya. Memeluknya dari belakang dan mencium lehernya.

"Aku harus pulang, Pedro."

"Kenapa?"

"Marco menungguku."

"Kurirmu itu?" ucap Pedro dengan nada meremehkan.

Sarah tak menyahut, berdiri dan memakai bajunya.

"Aku membutuhkan dia, Pedro. Tak mungkin aku melakukan bisnis ini sendirian tanpa bantuannya. Terlalu beresiko buatku!"

Pedro bangun dari tempat tidur, menghampiri Sarah dan memeluknya lagi.

"Kan ada aku, kamu tak perlu khawatir," Pedro mengelus pipi Sarah dan mengecup bibirnya penuh nafsu.

"Aku tahu tapi aku masih perlu Marco!"

"Apa aku belum cukup buatmu?"

"Pedro, kita belum lama saling kenal. Aku--" belum selesai Sarah menyelesaikan kata-katanya, Pedro mengangkat Sarah kembali ke atas ranjang dan melucuti pakaiannya.


❤❤❤❤


Marco masih memandangi tumpukan uang itu. Diisapnya lagi rokok di tangannya. Sudah semalaman dia menunggu di apartemen Sarah tapi gadis itu belum juga menampakkan batang hidungnya.

"Kamu dimana?" tanya Marco sudah tak sabaran.

"Aku sebentar lagi sampai, sayang. Tunggu sebentar ya," balas Sarah di seberang telpon.

"Kemana saja kamu?" bentak Matco ketika Sarah akhirnya muncul. Marco merasa dipermainkan. Sudah sering Sarah berbuat begini. Apa yang dijanjikannya selalu meleset.

"Maaf, tiba-tiba ada urusan yang harus diselesaikan." Sarah memjawab dengan santai tanpa rasa bersalah.

"Kamu bilang, kamu akan menemuiku setelah aku mengantarkan pesanan itu. Tapi nyatanya? Kamu menghilang tanpa bekas! Telponku tak kamu angkat, whatsappku pun tak kamu jawab! Kemana saja kamu?"

"Marco, dengar! Bisnis ini bukan sembarang bisnis. Aku harus melakukannya dengan hati-hati. Kita harus pakai otak, pelan tapi pasti. Lihat apa yang ada di hadapan kita sekarang? Uang, Marco! Uang!" Sarah tergelak memandangi tumpukan uang dihadapannya.

"Apa maksudmu sebenarnya, Sarah?"

"Dengar baik-baik," Sarah mendesis, mendekatkan bibirnya pada Marco. "Pedro adalah tangan kanan Big Boss. Aku harus mendekatinya. Mengambil hatinya, supaya aku tahu bagaimana aku bisa menguasai dan menjalankan bisnis ini dengan baik. Kalau perlu kita menyingkirkannya! Mengerti kamu maksudku sekarang?"

SUJUD CINTA DI KOTA BERLIN (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang