"HAHAHA! KITA KAYA--KITA KAYA!"
Marco tertawa terbahak-bahak diikuti Vladimir dan Burak. Tiga sekawan itu menyeringai puas sembari menatap lembaran-lembaran Euro yang berhamburan di lantai. Burak menari-nari seperti orang gila. Vladimir bernyanyi-nyanyi sendiri menggunakan bahasa Rusia.
"Dengan mudahnya mereka kita kelabui. Lihat pistol mainan ini, betapa bodohnya mereka!" sekali lagi Marco tertawa hingga puas, menimang-nimang pistol mainan di tangannya lalu membuangnya ke tempat sampah. Vladimir dan Burak terkekeh dan melakukan hal yang sama.
"Apa yang harus kita lakukan dengan uang sebanyak ini, Mr. Boss? tanya Burak kebingungan, belum pernah ia memiliki uang sebanyak itu.
"PESTA! Kita harus merayakannya!" Marco meraup uang-uang itu dan menghambur-hamburkan ke udara. Vladimir dan Burak tertawa kegirangan seperti anak kecil.
Marco melangkah menuju ke kulkas, mengambil tiga botol bir. "Mari kita rayakan kemenangan kita dengan minuman ini. "PROST!" ucapnya mengacungkan botol bir dan meneguknya dengan kasar.
"PROST!" Vadimir dan Burak mengikuti dan meneguk bir mereka masing-masing.
"Dengan uang ini aku bisa membeli sebuah mobil, Mr. Boss. Dan aku tak perlu lagi berdesak-desakan naik kereta," kekeh Burak membayangkan menaiki mobil pribadi.
"Kalau aku akan membeli apartemen dengan banyak kamar, sehingga aku bisa membawa ibu dan saudara perempuanku untuk hidup layak. Bukan lagi di apatemen kumuh seperti dimana kami tinggal sekarang!" timpal Burak sembari meneguk bir ditangannya.
"Kalian bisa melakukan apa saja dengan uang ini. Kita habiskan untuk senang-senang. Kita bisa beli apa saja yang kita mau! tawa Marco kembali pecah. Mereka belum sadar kalau puluhan polisi sudah mengepung pemukiman mereka.
BRAAK
Pintu menjeblak keras dan terbuka. Lima petugas kepolisian menerobos masuk dengan cepat.
"JANGAN BERGERAK! ANGKAT TANGAN KALIAN!"
Marco, Vladimir dan Burak yang sedang asyik berpesta dan setengah mabuk menyerahkan diri tanpa sebuah perlawanan. Para polisi segera meringkus mereka, memborgol dan menggiring mereka keluar apartemen. Para awak media yang juga ikutan berjubel menunggu di luar segera menghambur ketika iring-iringan polisi datang membawa tiga penjahat yang kemarin pagi menggemparkan seisi kota Berlin.
❤❤❤❤
"Masuklah," ucap Christopher mempersilahkan Dinda masuk. Dinda melangkah masuk, mengedarkan pandangan berkeliling.
"Oh iya, kamu belum menyebut namamu. Namaku Christopher," pria itu mengulurkan tangan dan tersenyum tipis."Dinda," jawab Dinda lemah dengan tatapan hambar.
Apartemen Christopher cukup luas dan bersih. Itu kesan Dinda begitu sudah ada di dalam. Jarak antara lantai dan langit-langit yang cukup tinggi memberi kesan kalau apartemen itu sangat luas, mungkin satu setengah lebih tinggi dari apartemen biasa.
Begitu masuk dari pintu depan, sebuah ruang tamu dengan sofa besar berwarna abu-abu dan beberapa perabotan yang cukup mengesankan begitu minimalis dipadu dengan sebuah televisi layar datar yang tertempel di dinding. Interior di sana juga banyak di dominasi warna hitam dan abu-abu.
Sebuah tangga melingkar keatas disebelah kanan ruangan menuju ke lantai dua. Kemudian terdapat beberapa pintu di sisi lain ruang tamu. Satu pintu menuju sebuah dapur mini dengan sebuah meja makan dan dua buah kursi, satu pintu adalah kamar mandi dan pintu yang lain adalah kamar Christopher.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUJUD CINTA DI KOTA BERLIN (Completed)
DiversosSiapkan hati untuk merenung, apa arti cinta dan keluarga. Qarira, gadis pengungsi dari Syria ingin menata dan memulai hidup baru di kota Berlin, Jerman. Akbar, pemuda rupawan blasteran Indonesia yang sekaligus seorang dokter kepala di RS terkenal di...