"A--apa?" kata Qarira panik. "Kamu jangan bercanda, Akbar. Kemana saja kamu? Dinda menunggu kedatanganmu dan kamu tiba-tiba menelponku dan memberi kabar buruk. Kamu jangan main-main, Bar!"
"Apa dari nada bicaraku aku terdengar main-main, Qarira?" Akbar menekan sedikit perkataannya. Qarira merasa Akbar tidak sedang bercanda sekarang.
"Christian dalam keadaan kritis sekarang. Cepatlah datang ke rumah sakit. Aku mohon padamu!" lanjut Akbar dengan suara bergetar.
Seakan dunia menjadi runtuh, pikiran Qarira menjadi kacau. Dia tak tahu dengan apa yang harus dia lakukan. Dilihatnya Dinda masih terisak menangis di tempat tidur. Pelan-pelan Qarira mengambil jaket dan tasnya.
"Din--Dinda, aku harus pergi. Maafkan aku tak bisa lebih lama menemanimu," katanya pelan.
Dinda beringsut dan membalikkan tubuhnya, "kamu mau kemana?" tanya Dinda lemah dengan raut wajah yang sudah acak-acakan.
"Aku harus ke rumah sakit. Christian mengalami kecelakaan," jawab Qarira berusaha untuk tidak menangis. Dinda tak menjawab, dia hanya menatap manik Qarira tajam seolah tak percaya.
Qarira mendekat dan memeluknya, " aku pergi sekarang ya. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam," jawab Dinda menatap bahu Qarira yang berjalan pergi meninggalkannya sendiri.
Qarira masih tak percaya dengan apa yang didengarnya barusan. Baru semalam dia dan Christian bertemu, menghabiskan malam yang indah bersama. Dan sekarang dia harus mendengar berita buruk kalau Christian dalam keadaan kristis di rumah sakit. Qarira memesan taksi. Dia ingin cepat-cepat sampai di rumah sakit, melihat kondisi Christian yang sekarang tak tahu bagaimana keadaannya.
Tak sampai beberapa menit, sebuah taksi datang menjemputnya. Qarira masuk dan memerintahkan segera sang supir untuk menuju ke rumah sakit. Taksi itu melaju dengan cepat menembus padatnya lalu lintas kota Berlin. Qarira menautkan kedua tangannya dengan cemas. Airmatanya kini tak dapat dibendung lagi. Pikirannya kemana-mana. Hal-hal buruk kini terngiang-ngiang di kepalanya.
Setibanya di rumah sakit, Qarira berlari tergopoh-gopoh menuju ruang gawat darurat. Qarira termangu dengan tatapan kosong melihat tubuh lelaki yang kini terlihat lemah dihadapannya. Lelaki yang sempat membuat hidupnya bahagia. Lelaki yang baru saja membuatnya tersenyum. Kini berbaring tak berdaya dengan banyaknya alat medis yang menancap di tubuhnya. Qarira menyentuh kaca ruang gawat darurat itu, seakan ia membelai tubuh lemah Christian. Dadanya sesak. Airmatanya tak berhenti mengalir mengatakan kalau ia benar-benar hancur saat ini. Lelaki yang Qarira pikir akan membuatnya bahagia kini harus berjuang sendiri melawan maut.
Qarira meremas ujung hijabnya. Tubuhnya gemetar. Dia berharap Christian bisa melewati semua ini. Butir-butir bening itu terus bercucuran dari kelopak matanya. Qarira mencakar erat kaca ruang gawat darurat dan meninggalkan bekas tangan yang basah dengan airmata.
Di mata Qarira, Christian adalah lelaki yang gigih. Dia selalu memberi perhatian-perhatian lebih pada Qarira bahkan hal-hal kecil sekalipun. Christian tak sungkan-sungkan menanyakan apa ia sudah makan apa belum atau sekedar mengingatkan untuk sholat walau ia tahu Christian bukan sepenuhnya menjadi muslim. Christian adalah pria yang romantis yang selalu memberinya kejutan-kejutan manis tak terduga. Christian terlihat seperti malaikat yang tak mempunyai cela negatif di mata Qarira. Lelaki yang tampan, tinggi gagah, memiliki karir yang cemerlang dan selalu berperilaku baik. Cara Christian memperlakukan dirinya dan juga Mamanya benar-benar menunjukkan seorang yang sangat gentleman. Lelaki yang penuh wibawa dan berkharisma seperti ayah kandungnya.
Qarira berharap Allah SWT selalu bersama Christian. Mendampinginya menghadapi semua ini dan memberi kekuatan pada Christian agar ia mampu bertahan dan melewati masa kritisnya, melindungi sampai ia sehat kembali.
"Qarira--"
Suara itu seketika membuyarkan lamunan Qarira tentang Christian. Suara yang tak asing lagi baginya. Sebuah tangan menyentuh lembut bahunya dari belakang. Tubuh Qarira bergetar ketika ia menoleh. Akbar sudah berdiri dihadapannya. Qarira mengusap pipinya yang basah dengan airmata. Raut wajah Akbar yang terlihat capek juga ikut membuat hatinya berdesir sedih. Tatapan sendu keduanya bertemu.
"Es tut mir sehr leid, Qarira." Akbar mengambil kedua tangan Qarira mencoba memberinya kekuatan. Qarira membiarkannya seperti ia membiarkan dua butir airmata yang jatuh luruh lagi membasahi pipi.
"Aku sudah berusaha memberikan pertolongan yang terbaik pada Christian. Mungkin dia tidak akan bisa bertahan lagi. Kepalanya mengalami benturan yang keras dan pendarahannya terlalu banyak. Tim kami akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk memulihkannya. Mudah-mudahan Allah SWT bersama kita semua."
"Christian--" Qarira membekap mulutnya. Tangisnya pecah. Tubuhnya limbung namun dengan cekatan Akbar memeluk dan menahannya.
"Menangislah kalau itu membuatmu lebih baik," suara Akbar bergetar. Airmata yang menggenang di kelopak matanya membuat pandangan sedikit mengabur.
"Bagaimana kalau Christian tak dapat diselamatkan, Akbar?" lirih Qarira di dada Akbar.
"Jangan ngomong seperti itu. Hidup mati manusia semua ada di tangan-Nya. Kita sebagai hamba-Nya hanya mampu berpasrah dan memohon yang terbaik. Mudah-mudahan Christian bisa melewatinya. Kita harus berdoa sama-sama."
"Ya Allah ya Rabbi, tolong selamatkan nyawa Christian. Aku tak mau kehilangan dia. Aku mencintainya, ya Allah. Aku mohon pada-Mu," derai airmata Qarira membasahi jubah putih milik Akbar.
Akbar hanya termangu diam. Airmatanya luruh tak bisa ditahan lagi. Hatinya juga hancur menyaksikan wanita yang kini begitu rapuh di depan matanya. Dibelai ujung kepala Qarira beberapa kali dan diciumnya. "Berdoa dan bersabarlah. Semoga ada mukjizat dari Allah," lirihnya.
BIIP ... BIIP
Tiba-tiba suara bazzer yang bertanda ada panggilan darurat dari kamar perawatan berbunyi. Lampu indikator yang berwarna merah berkedap-kedip menandakan panggilan emergency. Akbar terkesiap. Dia segera berlari tanpa mengatakan sepatah kata apapun meninggalkan Qarira diikuti beberapa tenaga medis lain yang berlari berhamburan menyusulnya.
"Bluecode ruang ICU!" teriak seorang dokter.
Bluecode adalah alat yang digunakan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan perawatan dan merupakan alat bantu para perawat untuk memanggil dokter di ruang UGD bila terjadi kemungkinan pasien yang berada di ruang perawatan mengalami kondisi yang lebih memburuk. Bluecode ini dirancang dengan tekhnologi terbaru sehingga dengan hasil yang dirancang dapat membantu perawat dalam menjalankan tugasnya dengan baik dengan cara menempelkan RFID (Radio Frequency Identification) dan menekan nomor ruangan yang secara otomotis terkoneksi ke bagian ICD, ICU dan treadmill.
Qarira membekapkan kedua tangannya saat melihat seorang dokter naik ke atas tubuh Christian dan melakukan beberapa kali CPR (Resusitasi Kardiopulmoner). Seorang dokter menggosok-gosokkan sebuah alat (defribillator) lalu menempelkannya ke dada Christian. Alat itu memberikan efek kejut. Tubuh Christian terguncang hebat beberapa kali. Seorang perawat tiba-tiba datang dan menutup tirai ruangan gawat darurat itu.
Qarira bersandar di tembok, tak mampu lagi menopang tubuhnya yang oleng. Ia lalu duduk bersimpuh dengan badan gemetar dan keringat dingin membasahinya. Wajahnya pucat dan basah oleh airmata.
"Ya Allah ... berilah mukjizatmu pada Christian. Aku memohon pada-Mu, Ya Allah. Tolong jangan ambil dia sekarang. Beri kami waktu sebentar saja untuk bertemu. Izinkan aku untuk memeluk dan menciumnya saja untuk yang terakhir kali. Izinkan aku untuk mengatakan padanya kalau aku mencintainya. Izinkan aku, Ya Allah." Qarira menengadahkan wajah dan menangkupkan kedua tangan menjadi satu. Tetes-tetes air mata membasahi telapak tangannya yang bergetar.
❤❤❤❤
Es tut mir sehr leid = maafkan aku
Assalamualaikum
Masih bertabur dengan airmata ya part ini. Semoga kalian suka.
Jangan lupa taburin bintang dan komen di setiap part cerita ini, jangan jadi silent reader aja...tak elok! Hehe
Wassalam
DS. Yadi
KAMU SEDANG MEMBACA
SUJUD CINTA DI KOTA BERLIN (Completed)
RandomSiapkan hati untuk merenung, apa arti cinta dan keluarga. Qarira, gadis pengungsi dari Syria ingin menata dan memulai hidup baru di kota Berlin, Jerman. Akbar, pemuda rupawan blasteran Indonesia yang sekaligus seorang dokter kepala di RS terkenal di...