Nasib Qarira

293 35 6
                                    

"Kebakaran! Kebakaran!"

Terdengar jeritan beberapa orang yang didengar Qarira ketika dia membuka pintu jendela kamarnya. Qarira kebingungan, badannya gemetaran. Buru-buru ia mengambil tas ransel dan mengambil beberapa dokumen dan barang-barang yang dirasanya penting.

Asap mengepul mulai memenuhi ruangan kamar Qarira. Samar-samar Qarira masih mendengar teriakan beberapa orang yang meminta tolong dan langkah-langkah orang yang sedang berlarian. Qarira memejamkan matanya yang lambat laun terasa perih dan mengeluarkan airmata. Ingatannya kembali pada masa lalunya, saat serangan-serangan bom itu menyerang kota Aleppo. "Aku bisa melaluinya, kejadian di Aleppo lebih parah daripada ini," kata Qarira dalam hati meyakinkan diri kalau dia bisa mengatasinya.

"Uhuk--uhuk!" Qarira terbatuk-batuk kecil. Kepulan asap itu bergulung-gulung memenuhi ruangan kamarnya.

Qarira membungkukkan badan lalu merayap pelan di lantai bagai seekor cicak. Satu yang pernah dia pelajari, jika asap mengepungmu maka salah satu cara untuk terbebas dari asap itu adalah menahan nafas dan berjalan merayap di lantai, karena asap akan selalu mencari tempat yang lebih tinggi.

Pelan tapi pasti Qarira merayap keluar dari kamar, matanya pedih bukan kepalang tapi Qarira berusaha bertahan. "Ya Allah, selamatkan aku dari sini," bisiknya pelan.

Warna merah membara terlihat jelas  saat Qarira sudah keluar dari kamarnya dan menengok ke lantai bawah melalui tangga darurat. Itu artinya kebakaran terjadi di bawah tempatnya berpijak sekarang. Qarira memutar otak, bagaimana dia harus keluar dari lantai dimana dia berada sekarang.

"UHUK-UHUK! TO--TOLOONG!"

Seseorang terbatuk dan berteriak minta tolong. Qarira menajamkan pendengarannya, mencari-cari asal suara tadi. Lalu ia membekap mulutnya dengan hijab yang dia pakai. Untung saja hijabnya kali ini agak panjang dari biasanya. Qarira menarik nafas dalam dan menghembuskan sangat pelan sekali, dia harus menghemat oksigen saat ini.

"TOLOONG! TOLOONG!" suara itu terdengar lagi. Qarira merayap pelan dan memeriksa setiap kamar yang ada di lantai itu.

"Frau Sidiq, kenapa masih disini? Ayo cepat keluar!" teriak Qarira saat menemukan seorang wanita paruh baya terjebak di dalam sebuah kamar.

"Aku--uhuk--sedang tidur!" jawab wanita tua itu terbatuk sambil memegangi hidungnya.

"CEPAT IKUTIN SAYA!" Qarira segera memapah wanita tua itu dan memberikan petunjuk cara melewati kepungan asap yang sudah semakin menebal.

UHUK! UHUK!

"LEWAT SINI!" perintah Qarira menajamkan penglihatannya. Tidak mungkin mereka keluar lewat tangga darurat, karena api sudah menjalar kemana-mana.

Mereka masuk ke dalam sebuah kamar. Qarira mencari-cari dimana letak jendela, kemudian ia berusaha membuka jendela itu. Namun sial  jendela itu susah sekali untuk dibuka. Asap semakin tebal dan api semakin merajalela. Qarira mencari-cari sesuatu, tak lama setelah itu Qarira berhasil menemukan sebuah vas bunga. Dengan nafas yang semakin sesak, Qarira berusaha memecahkan kaca jendela.

PRAANG

ARRGHH!

Kaca itu pecah dan hancur berkeping-keping dan salah satu pecahannya menyayat melukai tangan Qarira. Cairan merah kental mengucur deras. Gadis itu meringis kesakitan.

"BERTAHANLAH FRAU SIDIQ!" teriaknya pada wanita tua yang sedari tadi menangis gemetaran. Gadis itu lalu mengambil sebuah sprei yang terpasang di sebuah ranjang di sudut ruangan.

Qarira mengedarkan pandangannya, "sialan, tak ada tiang untuk mengikatkan sprei ini!" pekiknya dalam hati. Setengah berlari dia kembali ke arah ranjang dan menyeretnya dengan sekuat tenaga agar dekat dengan jendela.

SUJUD CINTA DI KOTA BERLIN (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang