Nasib atau Takdir Ilahi

797 64 5
                                    

Nasib manusia bisa dirubah tapi takdir manusia bisakah dirubah?

❤❤❤❤

"Bagaimana dengan yang ini?"

"Oh tidak, aku terlihat seperti badut di sirkus-sirkus."

"Kalau model baju yang ini, bagaimana menurutmu?"

"Lihat Qarira, aku seperti ibu-ibu yang seharian ngurusin anak-anak dan lupa ganti baju."

Mereka berdua terkekeh. Kalau soal pakaian memang Dinda agak sedikit rewel dan pilih-pilih. Dinda lebih menyukai yang simple namun masih terlihat anggun dan seksi.

Kedua gadis itu masih mengobrak-abrik isi toko, mencari-cari baju yang pas dipakai oleh Dinda nanti di hari ulang tahunnya. Kedua orang yang sedari tadi membuntuti mereka, menyelinap di antara pengunjung toko yang lain.

"Qarira lihat, gaun mini ini cantik sekali." Dinda memperhatikan bayangan dirinya di cermin dengan sebuah gaun putih bercorak bunga - bunga.

"Din, kau terlihat cantik sekali dengan gaun itu. Cobalah dulu, aku ingin melihatnya."

Dinda masuk ke kamar pas. Beberapa menit kemudian, dia muncul lagi.

"Look at you, Din. Kamu tampak cantik dan anggun," puji Qarira berdecak kagum.

Dinda mematut dirinya di depan cermin. Berputar-putar dengan gaun itu. Dinda wanita yang cantik. Tubuhnya yang mungil khas asia dipadu dengan gaun mini nampak seperti gadis seumuran SMA.

"Pilihan yang bagus untuk ulang tahunku nanti. Bener 'kan, Qarira?"

Qarira mengacungkan jempolnya sebagai isyarat tanda setuju.

"Tapi bagian yang ini ada yang lecet sedikit," ucap Dinda pelan.

"Coba kulihat." Qarira mendekati Dinda. Benar saja dibagian leher dekat resleting belakang ada sedikit yang robek.

"Kamu bisa jahit, 'kan?" tanya Qarira.

"Benar juga. Kenapa nggak kepikiran untuk menjahitnya? Tentu aku bisa!" Mata Dinda berbinar lagi.

Lalu keduanya menuju Kasir dan membayarnya. Dan Dinda mendapat potongan harga 50%. Dinda melonjak kegirangan.

"Terima kasih sudah menemaniku seharian ini, Qarira. Aku seneng banget."

"Sama-sama, Din. Aku juga seneng bisa nemenin kamu. Sampai ketemu hari Sabtu besok ya di rumah kamu. Aku sudah nggak sabar ingin ke pestamu."

"Aku tunggu kamu, Qarira. Sampai ketemu lagi. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Kedua wanita itupun berpisah pulang ke rumah mereka masing-masing.

❤❤❤❤

Jalan terlihat lengang saat Dinda berjalan beberapa meter lagi menuju rumahnya. Angin berhembus pelan diiringi hujan rintik-rintik. Dinda mempercepat langkahnya. Sekonyong-konyong dia melihat ke belakang. Perasaannya sedikit tidak nyaman. Entah karena jalan yang begitu sepi tak seperti biasanya padahal waktu masih menunjukkan jam 9 malam lebih sedikit. Di waktu musim panas jam 9 malam masih tidak terlalu gelap, seperti waktu Magrib kalau di Indonesia. Dinda merasa benar-benar aneh, tak seperti biasanya dia merasa agak takut sekarang. Selama dia tinggal di Berlin dia jarang sekali mendengar berita-berita kriminalitas, tak seperti di Indonesia dimana tingkat kriminalitas sangat tinggi. Dinda memegang tas pinggangnya erat dan mendekap tas belanjaan di depan dadanya. Matanya memandang berkeliling, sepi.

SUJUD CINTA DI KOTA BERLIN (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang