Siuman

364 35 50
                                    

"Maafkan aku, Sarah."

PLAAK

Sebelah pipi Marco langsung memerah akibat tamparan keras Sarah. "Berani-beraninya kamu mengambil pistol milikku!" Sarah benar-benar murka. Wajahnya merah padam seperti tungku api yang baru disiram bensin.

"Maafkan aku. Bukan apa-apa, aku hanya menginginkan keselamatanmu." Marco menunduk menatap lantai yang dimana dia berpijak berusaha memyembunyikan kepura-puraannya.

"OMONG KOSONG! Kamu sudah mencurinya dariku! Aku tahu kamu hanya pecundang kecil yang tak tahu diri! Sekarang katakan padaku, dimana pistol itu kamu sembunyikan?" hardik Sarah makin murka.

"Aku tak tahu lagi. Pistol itu lenyap." Marco berucap gelagapan.

"Apa maksudmu kamu tak tahu lagi? Lenyap?Dimana pistol itu sekarang, Marco? KATAKAN!"

"Seseorang sudah mencurinya dariku!"

"APA? Dicuri orang?" Sarah mengepalkan kedua tangannya. "Kamu tahu artinya itu? Kita sudah dalam bahaya!"

"Aku tahu, Sarah."

"Lalu siapa kira-kira yang mencurinya darimu?" Dada Sarah turun naik. Amarahnya semakin memuncak saja.

"Pasti Dinda. Ya, pasti dia pelakunya!" jawab Marco pelan.

"Pacar bodohmu itu lagi! Dia selalu bikin gara-gara!" Sarah mengehela nafas kasar. "AWAS YA, AKU AKAN BIKIN PERHITUNGAN DENGANNYA!"

Dengan emosi yang tak bisa ditahan Sarah meninggalkan Marco yang masih diam mematung.

❤❤❤❤


Sementara itu di rumah sakit, Akbar sedang mengecek kondisi kesehatan Christian yang masih terbaring koma.

"Herr Martin, Qarira ... keadaan Christian sekarang sudah jauh lebih baik. Detak jantungnya sudah normal kembali beberapa hari ini.  Tekanan darahnya juga berangsur-angsur membaik. Hanya cedera kepalanya saja yang masih perlu kita pantau. Kita berharap dia bisa bangun dari komanya sesegera mungkin. Doa dan dukungan kalian sebagai pihak keluarga dan orang terdekat amat sangat membantu." Akbar menjelaskan pada Stefan dan Qarira yang sedari tadi memperhatikan bagaimana Akbar memeriksa keadaan Christian.

"Terima kasih Dokter, Anda sudah membantu anak saya," ucap Stefan terbata.

"Sama-sama Herr Martin. Itu sudah menjadi kewajiban saya sebagai seorang dokter. Kalau begitu saya permisi dulu. Masih ada beberapa pasien yang harus saya urus." Akbar menyunggingkan kedua ujung bibirnya dan berpamitan. Baru dua langkah dia berjalan, dia berhenti dan berbalik, "Qarira, maafkan aku atas apa yang terjadi diantara kita waktu itu," ucapnya lagi. Qarira tersenyum dan mengangguk pelan.

"Dokter, boleh saya bicara dengan Anda sebentar?" tiba-tiba Stefan berjalan mensejajari langkah Akbar.

"Tentu saja, Herr Martin. Silahkan ikut saya ke ruang praktek saya. Mungkin disana bakal lebih nyaman kita ngobrolnya."

"Terima kasih, Dok."

Akbar dan Stefan lalu pergi meninggalkan Qarira yang masih setia menunggu dan bercengkrama dengan Christian.

"Kamu tahu sayang, kemarin aku membeli sebuah gamis baru. Lihatlah ini, aku memakainya untukmu. Bagaimana menurutmu? Cantik bukan? Harganya cuma 9.90 Euro. Kata sang penjual, gamis ini berasal dari Turki. Aku suka banget dengan warnanya. Tidak mencolok di mata. Warna biru muda dipadu dengan putih, seperti warna langit terang di luar sana sekarang," ucap Qarira sambil berputar-putar sendiri memamerkan gamis barunya.

SUJUD CINTA DI KOTA BERLIN (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang