Luka diatas Luka

497 45 9
                                    

Masih beberapa jam sebelum kecelakaan...

Jenny bersandar di tembok. Perlahan tubuhnya luruh ke bawah, bersimpuh di lantai dan menangis tertahan. Dipandangnya Christian dan Qarira dari kejauhan. Senyum yang mengutas di bibir mereka menambah kesenduan perasaan Jenny. Tangisnya makin menjadi.

Ya Tuhan, berilah kebahagiaan pada mereka. Jangan pernah Kau pisahkan cinta mereka, batin Jenny menjerit.

Flasback on

Jenny memandangi dua bayi lucu menggemaskan yang masih tidur terlelap di atas sebuah ranjang bayi. Matanya memanas, bibirnya bergetar. Jenny mencengkram erat pinggiran ranjang itu, menopang tubuhnya supaya tak jatuh. Bulir-bulir bening itu pun meluncur pelan di kedua pipinya. Hatinya hancur melihat kenyataan bahwa ia harus menikah dengan pria lain, bukan dengan Tom, ayah dua bayi lucu yang sedang tidur dihadapannya.

"Kenapa kamu selalu menangis, Jenny? Bukankah ini semua atas persetujuanmu?"

Jenny mengelap pipinya yang basah, menoleh pada laki-laki tampan yang sudah berdiri di sampingnya, ikut menatap bayi-bayi itu.

"Apa yang bisa aku lalukan? Kedua orangtuaku tak pernah menyetujui hubunganku dengan Tom! Seandainya aku bisa menolaknya, aku pasti melalukannya tapi aku tak mampu menolak perjodohan ini, aku tak berdaya!" Jenny menatap pria di sampingnya, suami hasil perjodohan kedua orangtuanya.

"Kamu tahu betapa hancurnya hatiku, Jenny? Aku meninggalkan Lena hanya karena aku harus melunasi hutang-hutang keluargaku padamu! Menerima perjodohan yang tak akan pernah aku inginkan dalam hidupku!"

"Kamu pikir hanya kamu saja yang merasa hancur? Akupun begitu! Aku harus meninggalkan Tom, pria yang aku cintai, ayah dari anak-anak yang tak berdosa ini. Terlalu egois jika kamu hanya menyalahkanku tanpa pernah memikirkan bagaimana perasaanku!" raung Jenny berusaha menepis segala tuduhan terhadapnya.

Tom memang bukan pria yang sempurna di mata kedua orangtua Jenny. Bagi mereka Tom hanya seorang pria cacat, seorang pria yang tak punya pekerjaan tetap dan mempunyai kebiasaan buruk minum minuman beralkohol yang sangat berlebihan.

"Menerima menikahimu adalah sebuah kesalahan besar dalam hidupku, Jenny. Aku tak benar-benar menginginkannya! Semestinya Lenalah yang jadi istriku--BUKAN KAMU!"

"CUKUP--HENTIKAN! Sampai kapan kamu akan terus menyalahkanku? Apa kamu belum puas dengan semua yang sudah terjadi? Aku juga tak menginginkan semua ini, tapi apa yang bisa aku lakukan? Aku tak mampu menolak keinginan kedua orangtuaku!" Jenny menjerit tak kuasa menahan tangis. Dadanya benar-benar sesak. Beban hidup yang selama ini ia tahan tak mampu lagi dibendung, ditumpahkan semua dalam tangisannya.

"Lena sedang mengandung anakku, DIA HAMIL!" lelaki muda itu tak kuasa lagi menahan emosi. Bulir-bulir airmata jatuh dari kedua mata coklatnya.

Jenny tersentak. Mulutnya menganga lebar, sedetik kemudian kedua tangannya membekap mulut yang terbuka lebar. "Apalagi ini? Kenapa semuanya bisa begini?" tangisnya lagi.

"Sekarang kamu baru tahu, hatiku pun terluka. Aku harus meninggalkan dua orang yang aku cintai hanya karena hutang-hutang mereka pada orangtuamu!"

BRAAK

Pria itu menendang ranjang bayi di dekat dimana dia berdiri. Bayi-bayi itupun terkaget dan menangis sekencang-kencangnya. Jenny berusaha menenangkan kedua bayi itu.

"Apa yang sudah kamu lakukan? Mereka tak tahu apa-apa! Tolong hentikan!" pekik Jenny menggendong salah satu bayi itu.

"Mereka pasti juga merasakan apa yang sedang kita rasakan, Jen!" lelaki itu memandang nanar Jenny, "kita semua sudah hancur. Hancur karena cinta. Hancur karena keluarga kita! Apa yang masih kau harapkan lagi dari pernikahan semu ini, huh?"

"Aku tahu--aku tahu. Tapi tak bisakah kita mengesampingkan ego kita dulu demi anak-anakku? Aku mohon padamu! Mereka membutuhkanmu."

"Ego katamu? Bagaimana dengan nasib anakkku, Jenny? Lena juga merasakan apa yang sedang kamu rasakan sekarang ini! Dia sedang membutuhkanku. Dan aku sendiri? Aku mengawini wanita yang tak pernah aku cintai!"

"Terserah apa katamu! Tapi aku akan berusaha menjadi istri yang baik untukmu, membesarkan anak-anakku tanpa harus mereka tahu apa yang sebenarnya telah terjadi diantara kita!" Jenny mengambil satu bayinya lagi, menggendong dan berusaha menenangkannya.

"TERSERAH! TAPI SUATU SAAT AKU AKAN MENINGGALKANMU!" pungkas lelaki itu dan berlalu dari hadapan Jenny.

Flashback off

Jenny bangkit dari tempatnya bersimpuh, mengelap wajah dengan ujung baju. Dia tak mau kalau Christian dan Qarira melihatnya menangis. Kemudian dia berjalan gontai ke arah anaknya.

"Mama kok lama sekali di belakang?" tanya Christian penuh selidik ketika Jenny kembali muncul dan duduk diantara mereka. Diperhatikan raut muka sang mama yang sudah berubah. Wajah itu terlihat sedikit pucat dan mata mamanya sedikit sembab.

"Mama berbicara sebentar dengan salah satu pelayan restauran tadi di belakang, Chris," jawab Jenny berbohong. " Sebaiknya kita cepat pergi dari sini  kalau kita sudah selesai," lanjutnya.

"Kenapa kok tiba-tiba buru-buru sekali, Ma? Mama jadi aneh gini sih," Christian merasa sedikit aneh dengan perilaku Mamanya.

"Aneh gimana, Chris? Kamu jangan sudah mengada-ada. Bagaimana makanannya tadi, Qarira?" Jenny mengalihkan topik pembicaraan.

"Enak, Ma. Aku belum pernah makan makanan seperti yang kita makan tadi. Makanan Eropa sangat jauh berbeda ya dengan makanan dari Timur Tengah," Qarira yang sedari tadi hanya diam memperhatikan berusaha mencairkan suasana.

"Mama--ada apa sebenarnya? Aku tahu ada sesuatu yang Mama sembunyikan dariku. Aku tahu siapa Mama. Aku tahu kalau Mama tidak mengatakan yang sesungguhnya, katakan padaku, Ma," desak Christian.

"Chris, sabar," Qarira memegang tangan Christian, berusaha menenangkan pria tampan itu.

"Mama--" Jenny menelan ludah. Dia tak sanggup meneruskan kata-katanya. Apakah dia sekarang harus memberi tahu dan menceritakan kepada Christian masa lalu kehidupannya yang sudah ia kubur dalam-dalam, di saat putranya mulai merengkuh kebahagiaan bersama wanita idamannya? Apakah dia sanggup mengotori malam indah Christian dan Qarira dengan kisah hidupnya yang penuh dengan duri? Kembali mengorek luka lama yang sempat mengering dan membiarkannya kambuh lagi? Jenny memeras otaknya agar semuanya tetap terkunci rapat dalam hatinya. Jangan sampai penderitaan yang selama ini terpendam, cacat hidupnya yang dengan mati-matian ia tutup-tutupi terbuka disini dan menambah kesedihan anaknya. Tidak, itu tidak boleh terjadi, batin Jenny.

"APAKAH DIA ANAKKU, JENNY?"

Suara itu seperti halilintar di siang bolong, menghempaskan jantung Jenny ke dasar bumi yang paling bawah. Badan Jenny seketika bergetar hebat. Saat yang paling ditakutinya kini sudah didepan mata. Jenny tak akan mampu menolak dan menghindarinya lagi.

Semua mata memandang ke arah asal suara tadi. Tom sudah berdiri di tengah-tengah mereka. Menyorot tajam ke manik Christian.

"PAK RICHARD?" pekik Qarira tak kalah kaget.

"Siapa dia?" tanya Christian tak mengerti. Dipandangnya Jenny dan Qarira bergantian.

"Dia Papamu, Chris. PAPA KANDUNGMU!" jawab Jenny dengan  suara bergetar dan wajah pucat pasi.

❤❤❤❤

Assalamualaikum

Jadi part ini masih menceritakan kejadian sebelum kecelakaan, dimana Jenny juga mengingat masa lalunya (udah flashback, di flashback lagi) 😄😄😄

Ada yang masih bingung dengan part ini? Kalau masih bingung bisa komen disini dan bertanya yaa.

Wassalam

DS. Yadi

SUJUD CINTA DI KOTA BERLIN (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang