Hai semuanya... Sebelum baca, vote ya! Spam koment di setiap paragrafnya dong! Dan Follow akun WP ini ya! Supaya author semakin semangat ☺️ Okeh!
Seorang laki-laki berbadan tegap bersender di dinding depan ruang BP. Baju putihnya terlihat kusam dibiarkan keluar kedua tangannya dimasukkan ke saku. Rambutnya dibiarkan acak-acakan tanpa pomade. Kepalanya memutar ke kanan dan kiri menunggu seseorang.
Namanya Albert Orlando, menurut masyarakat sekolah ini tidak ada murid yang bisa menandingi jiwa pemberontak laki-laki ini. Tidak seorang pun. Dia sangat ditakuti dan disegani, dia sang penguasa sekolah ini. Tapi, Al juga punya seseorang yang dia segani di dunia ini yaitu ibunya.
"Masih bisa pasang muka santai kayak gini kamu? Ayoo masuk..." Wanita paruh baya itu menatap tajam melangkah masuk ke dalam sambil menjinjing tas hitamnya. Cowok itu mengikuti dengan santai, kedua tangannya masuk ke saku celananya.
"Maaf ibu Maudy, anak ibu sudah tidak bisa lagi diberi kesempatan. Kami atas nama sekolah melepaskan anak Ibu," ucap wanita yang memakai kacamata.
"Bu, anak saya seorang murid yang tidak luput dari kesalahan. Menurut saya tidak pantas kalau sekolah langsung DO dia. Bukanya tugas kalian sebagai guru harus membuat muridnya lebih baik," kata Maudy, matanya penuh pengharapan pada guru yang duduk di depannya. Sayangnya tingkah Albert tidak menunjukkan tanda-tanda penyesalan.
Mata guru itu menatap kesal pada muridnya yang masih bisa duduk santai menyenderkan kepalanya ke belakang sofa, tanpa melihat ke depan. Kakinya bergoyang-goyang seperti mengikuti alunan music.
"Albert Orlando ini sudah mukul temen sekelasnya sampai masuk rumah sakit. Ini sudah termasuk penganiayaan bahkan bisa dianggap percobaan pembunuhan," ujar guru itu membuka kacamatanya. Maudy terbelalak.
Begitu juga Albert mendadak memandang aneh pada guru yang menyebut dirinya melakukan percobaan pembunuhan.
"Permisi! Maaf, Ibu bilang apa anak saya tadi?" Maudy tersenyum kecil pada guru itu. Wajahnya terangkat memandang pasti guru itu. "Percobaan pembunuhan?!" ulang Maudy tidak terima. Maudy pikir kenakalan anaknya masih dibatas kewajaran. Andaikan dia tahu apa yang dilakukan Albert.
Albert selalu menyewa pedagang keliling untuk menjadi walinya saat surat peringatan sekolah memanggil orangtunya. Dia akan beralasan orangtunya pergi ke luar kota dan menyuruh keluarganya untuk mewakili. Dia tidak pernah takut jika dikeluarkan dari sekolah, dimana pun Albert sekolah pasti banyak yang ingin bergaul dengannya. Wajahnya tampan seperti dewa Mitologi Yunani yang bisa mempengaruhi sekitarnya.
"Saya tau zaman sekarang anak murid tidak bisa dipungkiri bahwa mereka punya bermacam-macam tingkah laku. Dan-"
Maudy memotong ucapan guru di depannya.
"Denger ya Bu, perkelahian antara laki-laki itu biasa. Namanya anak laki-laki. Kecuali dia mukul perempuan. Ibu bisa memastikan anak saya salah 100%?" tanya Maudy tersenyum dingin.
"Kalau itu... kami akan tanyakan--"
"Ibu hanya bertanya sebelah pihak, iya? Karena yang masuk rumah sakit bukan anak saya, jadinya anak saya yang disalahkan. Begitu kan Bu?" Maudy ibu dari Albert Orlando tidak terima. Albert memandang Ibunya dengan hormat sambil menggelengkan kepalanya tanda setuju ucapan ibunya.
"Silahkan ibu cari sekolah lain untuk anak ibu," ucap ibu guru, dia berusaha tegak. Wajahnya sudah mulai ciut melihat Maudy bicara.
Maudy tertawa kecil. "Tentu saja Ibu Kepala sekolah yang terhormat! Ibu jangan khawatir, masih banyak sekolah lain yang lebih bagus dari sini." Maudy berusaha bersikap biasa.
Albert tiba-tiba berdiri dengan malas sambil memandang kedua wanita di depannya bergantian, tangannya kembali dimasukkan ke dalam saku.
"Udah selesai kan? Saya duluan keluar," ucap Albert meninggalkan ruang itu. Maudy dan guru itu terdiam dengan wajah cengo-nya mereka.
"Untunglah dia keluar dari sekolah ini. Dia itu murid paling brandal, suka berantem. Pokoknya induknya dari semua anak nakal lakukan ya Al."
Maudy terdiam sejenak, lalu dia tersenyum pada guru itu. "Anak nakal belum tentu tidak punya akhlak yang baik Bu, jangan menilai dari casingnya saja." Ujar Maudy. Guru itu terenyak di kursi berlengannya, tertampar oleh ucapan itu.
Maudy mengejar anaknya terburu-buru, suara ketukan sepatu high heelsnya terdengar di koridor sekolah, tasnya sudah terselip di lengannya.
"ALBERT ZORLANDO! POKOKNYA MAMA NGGAK MAU LAGI DENGER KAMU BERMASALAH DI SEKOLAH BARU!"
"BAJU KAMU HARUS RAPIH. SEMUANYA HARUS BERUBAH. GANTI SEKOLAH GANTI TINGKAH LAKU. KALAU NGGAK MAMA LEPAS TANGAN, BIAR PAPA KAMU SAJA YANG NGURUS PERSOALAN KAMU!"
"DENGER MAMA NGGAK SIH KAMU?!"
"Iya Maa. Al akan berubah," jawab Albert dengan santai dan cuek. Tangannya dimasukkan ke dalam saku melewati koridor sekolahnya. Kali ini wajah Maudy tampak bangga melihat banyak murid wanita menoleh pada anaknya dengan wajah tak rela.
"AL...WE LOVE YOU AL!"
"AL, JANGAN LUPA MAIN KE SEKOLAH INI YA."
"AL AKU PADAMU!"
Sorakan kesedihan mengantarkan Albert sampai keluar gerbang sekolah. Dari kaca spion mobilnya, Maudy bisa melihat banyak gadis-gadis di belakang mereka meraung-raung berurai air mata. Sedangkan yang ditangisi duduk dengan santai bersender di bangku sambil menikmati earphone-nya.
Percuma menanyakan pada Albert apa yang sebenarnya terjadi, kalau dia sendiri tidak berniat bercerita maka tidak akan keluar secuil pun informasi dari mulut anaknya itu.
"Sebenarnya kamu ada masalah apa lagi sih? Coba cerita sama mama."
"Nggak ada." Ketus Albert, seperti dugaan Maudy Albert akan bertingkah seperti tidak ada yang terjadi padahal dia sudah dikeluarkan dari sekolah dan kawannya masuk ke rumah sakit.
"Okeh, hmmm.... jadi kamu mau sekolah dimana? Padahal sekolah kamu udah tanggung lho Al. Kamu yakin bisa ngikutin pelajaran di sekolah baru? Apa gak sebaiknya kita coba lagi minta kesempatan--"
"Al gak-papa gak sekolah lagi," gumam Albert. "Al bisa cari kerja bengkel. Yang pasti Al gak mau jadi pengemis di sekolah itu."
"No, no!! Mama mau kamu sekolah sampai tamat... mama.. pokoknya mama mau kamu tamat terus kuliah. Yang penting kamu berubah sikap," tukas Maudy dengan wajah cemberut. Maudy tidak mau mengambil resiko masa depan Albert jadi suram karena tidak tamat sekolah.
"Oia, siapa nama temen kamu yang masuk ke rumah sakit? Mama denger kakinya--"
"Al lupa namanya siapa, tapi dia emang temen Al. Dulu." Jawaban yang membuat Maudy bingung, lalu Albert memejamkan matanya tanda tak ingin ditanya-tanya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Albert ( END )
Teen FictionAlbert Zorlando, cowok berparas tampan yang memiliki jiwa Lucifer dalam dirinya yang menjadikannya seseorang yang ditakuti dan disegani di SMA Labschool, bersama keenam kawannya. Mereka disebut Genk Orsela. Hari-hari Al, berubah saat bertemu Anna L...