23

367 22 0
                                    

         

Hai semuanya... Sebelum baca, vote dulu ya! Tinggalkan jejak kalian di setiap paragrafnya dong! Dan Follow akun WP ini ya! Supaya author semakin semangat ☺️ Okeh.

 

                       

"Kamu buat genk-gengan lagi di sekolah baru kamu? Masih belum puas dengan kelakuan kamu di sekolah lama!"

"Denger Albert Zorlando, kamu masih hidup dengan uang saya. Jadi jaga sikap kamu sebelum saya habis kesabaran." Laki-laki berusia 45 tahun itu menatap Albert lekat-lekat.

Albert menyantap nasi goreng dipiringnya tidak berselera. Bahkan jam sudah menunjukkan pukul 7.00 Albert masih saja santai menikmati sarapannya. Rambutnya yang berantakan membuatnya semakin terlihat tidak semangat untuk beraktivitas. Seolah ucapan Ayahnya masuk kuping kanan-keluar kuping kiri.

 "Al, papa kamu lagi ngomong. Kamu denger gak?" gerutu suara lembut itu. Albert melirik ibunya lalu melihat Ayahnya yang juga sudah memandanginya sedari tadi.

"Semua ucapan Papa udah Al rekam di kepala. Omongan yang gak berubah. Kalo Papa gak Ikhlas biayain hidup Al, Al gak maksa." Albert melirik Ayahnya dengan kesal.

 "Sampai sekarang Al gak buat ulah kok Pah, mama yang ngawasin tingkah Al." Maudy berusaha mencairkan suasana anak dan ayah ini.

 "Papa pastikan kalau kamu buat ulah lagi di sekolah, kamu keluar dari rumah ini."

     "Pah." Tegur Maudy.

  "Biar saja, biar dia tahu setiap masalah yang dia perbuat punya resiko. Konsekwensinya harus ditanggung dia sendiri." Ahmad menatap Albert tajam.

 "Kita liat aja nanti." Albert meletakkan sendoknya dan mengambil tasnya. Ayahnya yang seorang angkatan itu selalu berambisi untuk membuat Albert mengikuti jejaknya, tapi Albert sama sekali tidak berminat.

"Albert!" tegur Ahmad menatap putranya tajam. Albert menghembuskan nafas lalu melihat Ayahnya. Ayah yang ia kagumi sekaligus ia benci.

Albert memutar bola matanya.

 "Kenapa cuma Al yang Papa kerasin. Kenapa Raisa bisa melakukan apa pun kemauan dia?"

 "Kakak kamu perempuan."

 "Al bosan dengarnya."

 "Duduk sini papa belum selesai bicara!" Albert tidak mendengarkan. Ia melangkah lebar ke arah luar.

🎶🎶🎶

  "ALBERT! OTA! TRISTAN!" teriakan Bu Maya menggelegar ke seisi gedung olahraga. Albert buru-buru mematikan rokoknya dengan sepatu converse biru tuanya, baju seragamnya tidak dimasukan ke dalam celana, tidak memakai dasi. Dua kancing teratas bajunya terbuka hingga memperlihatkan kaos hitam polosnya.

 "Hai Bu Maya makin cakep aja." Ota melambaikan tangan pada Bu Maya. Albert masih duduk santai dipojokan membiarkan Bu Maya datang menghampiri.

"Ada apa sih Bu?" suara Albert santai.

Bu Maya guru BP mereka dengan kesal menjewer jambang Albert dengan keras, ia bisa mencium dengan jelas bau rokok yang berasal dari bau badan Albert.

"Tarik aja Bu terus... Udah saya nasehatin jangan ngerokok bandel dia, Bu," seru Tristan sambil tertawa bersama Ota.

 "Diem kamu!"

 "Dasar temen kurang ajar," ucap Albert menahan sakit jambangnya. "Aduh Bu sakit."

"Tahu kamu rasa sakit ya?  Tapi masih aja bandel" teriak Bu Maya.

  "Yaelah Bu... Saya juga manusia biasa. Lagian kenapa saya terus sih yang disalahin. Diomelin. Dihukum, disinisin. Bukan saya aja Bu yang ngerokok. Si Ota sama Tristan juga," tunjuk Albert. Seketika Ota dan Tristan menutup mulutnya yang dari tadi nyengir memamerkan gigi mereka.

Albert  ( END ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang