41

332 17 1
                                    

Hai semuanya... Sebelum baca, vote dulu ya! Tinggalkan jejak kalian di setiap paragrafnya dong! Dan Follow akun WP ini ya!! Supaya author semakin semangat ☺️ Okeh.

  Albert mendudukkan setengah pantatnya pada jok motor, kedua tangannya menyilang di depan dada. Beberapa menit kemudian dia bergerak mengganti gaya duduknya, satu tangannya masuk ke dalam saku celana dan tangan kanannya menepuk-nepuk badan motor tanda tidak sabaran. Rambutnya dibiarkan acak-acakan diterpa angin.

   Malam ini dia meminta teman-temannya berkumpul. Albert sengaja memilih menunggu di jembatan yang sering mereka jadikan tempat berkumpul mencari angin. Tristan yang berjongkok sambil merokok tiba-tiba bangun mendengar suara khas drum motor kawan-kawannya.

 Motor Kevin, Raymond, Ota, dan Bagas berbaris sejajar dengan motor Albert dan Tristan. Sejenak mereka terdiam saling memperhatikan satu sama lain.

"Ada apaan nih malam-malam nyuruh ngumpul di sini?" kata Bagas setelah turun dari motornya.

"Emang lo gak kangen ngumpul rame-rame, Nyet!! "Seru Ota.

"Gue denger lo sering nongkrong di bilyar, Ta?Gue tahu Ta, apa aja yang lo lakuin di sana!" bentak Albert mendorong bahu Ota. "Bosen hidup lo sekarang, hah!"

 Ota tertunduk tidak berani melawan Albert, senyumnya hilang serta merta. Mereka berdiri melingkari Albert dan Ota.

 Angin malam itu berhembus kencang, rambut mereka yang sudah melewati kuping terombang-ambing dimainkan angin. Jalanan itu sudah sepi karena sekarang sudah lewat tengah malam. Albert memarahi anggotanya, tanpa ada pembelaan dari mereka. Cowok itu tahu semua teman-temannya sudah tidak punya semangat lagi ke sekolah.

" Gimana dengan lo sendiri, Al? Apa lo masih anggep kita? Lo sering cabut cari Gallen sendiri tanpa kita. Dateng-dateng ke sekolah muka lo babak belur!" Kevin bersuara geram. Satu tangannya meninju ke udara. "Bangsat!"

 "Lo sendiri gak butuh kita lagi, Al. Buat nyelesain masalah ini." Kata Raymond nelangsa.

"Terus gimana? Lo dapat informasi dimana Gallen? Sedangkan polisi aja nggak bisa nangkap dia apalagi cuma lo seorang." Bagas bersuara lantang. Membuat Albert menatapnya. Wajahnya frustrasi, menandakan tidak ada hasil.

  "Gue mau kita hadepin semua ini bareng-bareng. Mungkin kemarin-kemarin kita larut dengan perasaan masing-masing. Tapi, sekarang udah waktunya kita bales Gallen. Semua temannya Gallen yang nyerang kita. Harus bayar kematian Omar."

 Mendengar itu kelopak mata Albert berkibar melihat Tristan, sesuatu yang dia tidak mau ada pertumpahan darah lagi. Dia tidak mau kehilangan lagi.

 "Bener Al yang dibilang Tristan. Gue udah siap nyerang MVB, apa pun resikonya." Ota mendukung.

"Ada yang mau gue sampein sama kalian," ucap Albert tidak tenang.  Semua anggota Orsela menyimak dengan serius. Albert berusaha tegas di depan mereka.

Albert  ( END ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang