Part 1, My Home is My Prison

85 8 0
                                    

"Hyung.. Hyung.. Ayo bangun.. Nanti kita terlambat ke sekolah." ucap seorang anak lelaki berusia 15 tahun sambil membangunkan kakaknya yang masih tertidur.
"Ungg... Hyung masih ngantuk Seochan. Nanti saja." ujar anak lelaki yang masih rebahan di kasurnya.
"Ck! Jinyoung hyung.. Ayo bangun.. Nanti dimarahi appa dan eomma. Hyung tidak mau kena pukul lagi kan?" tanya Bae Seochan yang berusaha membangunkan kakaknya.
"Hm.. Iya iya.. Hyung bangun. Kau sarapan saja dulu." jawab Bae Jinyoung sambil berusaha bangun dari kasurnya dan menahan sakit di punggung dan kakinya akibat pukulan ayahnya semalam.
"Hyung? Gwenchanayo?“
Jinyoung hanya mengangguk tanpa melihat adiknya. Ia berjalan menuju kamar mandi dan mulai mandi. Sementara Seochan turun ke ruang makan untuk sarapan.
"Seochan, mana Jinyoung?“ tanya Im Nayoung, ibu Seochan dan Jinyoung.
"Sedang mandi eomma. Nanti juga Jinyoung hyung akan turun." jawab Seochan.
"Ya sudah. Sarapan dulu. Nanti kau telat."
Seperti biasa, menu sarapan di rumah tersebut adalah jjajangmyeon dan telur. Bae Minki, ayah Jinyoung dan Seochan keluar dari kamarnya dengan pakaian yang rapi hendak pergi ke kantor.
"Nayoung, apa tidak ada makanan lain yang bisa kau masak selain jjajangmyeon?"
"Kau belum memberiku uang bulan. Uang bulan yang kau kasih mana cukup untuk biaya yang lain."
"Kau kurangi saja pergi dengan temanmu itu. Dan berhenti beli barang yang tidak berguna."
"Yak! Kenapa keperluanku yang di kurangi? Uang bulan yang harusnya kau kasih yg harusnya dilebihkan. Aku juga bagi untuk keperluan yang lain. Keperluan sekolah Jinyoung dan Seochan, uang sekolah mereka. Kau seharusnya bisa bekerja lebih keras lagi."
"Maksudmu, aku tidak pernah bekerja selama ini? Kenapa sih kau selalu mempermasalahkan masalah ini?"

Setiap hari, hal yang sering diributkan keluarga Jinyoung adalah uang. Terkadang, Jinyoung pun menjadi imbas dari pertengkaran kedua orang tuanya. Seochan yang terkadang melihat hal itu merasa sangat sedih. Ia tidak tau harus berbuat apa. Ia terlalu lemah untuk bisa melindungi hyungnya. Tapi walaupun begitu, Jinyoung selalu menutupinya di depan teman-teman dan adiknya. Ia tidak mau temannya tau tentang kejadian di rumahnya.

Tak lama berselang, Jinyoung pun turun. Jinyoung tidak menyapa kedua orang tuanya. Ia takut dengan kejadian kemarin. Tetapi, Jinyoung berusaha menutupi ketakutannya dengan wajah dingin nan datarnya.
"Jinyoung-ah, appa tidak mau lagi mendengar kau kabur dari sekolah dan mendapatkan nilai jelek. Mau jadi apa kau ini huh? Tidak usah kumpul dengan temanmu yang hanya tau dance dan nyanyi itu. Kau mau jadi apa? Penyanyi? Tidak usah sekolah. Yang penting itu belajar! Pelajaran terpenting itu pelajaran yang ada kaitannya dengan menghitung." ucap Minki sambil menatap Jinyoung.
"Sekolah yang benar, ingat. Kau sudah kelas 11 kan? Jangan sampai nanti nilaimu jatuh dan tidak ada universitas yang mau menerimamu." timpal Nayoung.
Jinyoung hanya diam.
"Hei! Kau paham tidak? Jangan seperti eommamu yang hanya tau pergi dengan temannya."
"Aku juga perlu me time. Lagipula, mengurus dan mendidik anak kan itu urusanmu. Aku sudah blg kan, aku ingin punya anak perempuan yang pertama. Bukan laki-laki."
Mendengar hal itu, Jinyoung merasa tersinggung dengan perkataan ibunya. Ia merasa seperti tidak diharapkan oleh orang tuanya.
"Hyung.."
Jinyoung yang mendengar hal itu langsung mengangkat tasnya dan berjalan keluar tanpa pamit pada ayah ataupun ibunya.
"Hei! Bae Jinyoung! Sopan sedikit! Pamitan pada appa dan eomma!“ teriak Minki.
Jinyoung tidak memperdulikan suara ayahnya. Ia berjalan menuju mobil yang disediakan khusus untuk Jinyoung dan Seochan. Seochan menghela nafas panjang sambil menatap appa dan eommanya. Dengan perbuatan yang sama, Seochan meninggalkan ruang makan dan berjalan menuju mobil.
"Ini akibatnya jika kau tidak bisa mengurus anak dengan baik!“
Minki mengambil kunci mobilnya lalu berangkat ke kantor. Sementara Nayoung menatap suaminya dengan sinis.

"Kenapa lama sekali? Apa appa/eomma memarahimu?" tanya Jinyoung dingin.
"Ahm, tidak koq hyung." jawab Seochan santai.
Seochan tau dengan sikap dan sifat kakaknya yang dingin. Jinyoung seperti itu karena dia sangat sumpek dengan keadaan rumahnya. Selain itu juga, karena didikan orang tuanya yang dingin dan gusar.
Tapi walau demikian, Jinyoung amat menyayangi adik semata wayangnya itu. Begitupun sebaliknya, Seochan tidak tersinggung apabila Jinyoung berbicara dengan nada yang dingin. Seochan sangat menyayangi Jinyoung. Ia tau jika sifat asli Jinyoung sebenarnya adalah orang yang hangat dan ramah hanya bercover wajah yang dingin.

Sesampainya di sekolah...
Mereka memasuki gerbang Lila International high school. Seochan berjalan menuju gedung SMP sedangkan Jinyoung menuju gedung SMA.
Jinyoung berjalan menuju kelasnya yaitu kelas XI IPA A.
Jinyoung masuk ke kelasnya dan duduk di bangkunya. Dengan perlahan, ia meletakkan punggungnya yang sakit.
"Jinyoung-ah, kau kenapa? Sepertinya kau ada masalah? Atau, kau sakit?“ tanya Lee Daehwi sahabat Jinyoung yang duduk di depan bangku Jinyoung.
Jinyoung hanya menggelengkan kepalanya. Ia sedang tidak ingin diajak berbicara untuk saat ini.
"Jinyoung-ah, ceritalah jika kau ada masalah. Siapa tau kami bisa membantumu." ujar Yoon Jaechan yang juga merupakan sahabat Jinyoung.
"Aku tidak apa-apa. Aku ingin keluar sebentar." ucap Jinyoung datar.
Jinyoung pun keluar dari kelasnya dan berjalan menuju kamar mandi. Ia ingin mencuci mukanya sejenak agar fresh saat masuk kelas. Setelah keluar dari kamar mandi dan berjalan menuju kelasnya, tanpa sengaja Jinyoung menabrak seorang gadis berkulit putih, dan bermata sipit dengan tinggi 170 cm.
"Akh!" pekik gadis tersebut.
Jinyoung menatap gadis itu dengan tatapan tajam dan dingin.
"Hei! Lebarkan matamu kalau jalan!" ucap Bae Jinyoung dingin.
"Yak! Kau yang menabrakku kenapa kau yang marah? Dasar lelaki aneh!" marah gadis itu.
"Kau yang salah! Kau yang tidak lihat jalan dan menabrakku malah kau yang marah. Dasar wanita jutek!“ jawab Jinyoung sambil berjalan meninggalkan gadis itu.
"Ish! Dasar lelaki aneh! Semoga saja aku tidak sekelas dengannya." kesal gadis itu sambil memegang bahunya dan berjalan menuju ruang kepala sekolah.

Bel pun berbunyi tanda mata pelajaran pertama hendak berlangsung. Jinyoung memasuki kelas sebelum mata pelajaran berlangsung. 5 menit kemudian, Kang Seonsaengnim selaku guru Bahasa Inggris dan sekaligus wali kelas XI IPA A masuk ke kelas XI IPA A dengan gadis putih dengan tinggi 170 cm. Semua mata anak lelaki tertuju pada gadis tersebut kecuali Bae Jinyoung. Ia tidak menyangka akan sekelas dengan gadis jutek yang ia tabrak tadi.
"Eh? Gadis jutek itu anak baru di sekolah ini?" tanya Jinyoung dalam hati. Ia pun punya ide untuk mengerjai gadis yang menjadi anak baru dikelasnya itu. Gadis yang menjadi anak baru tersebut juga terkejut melihat Jinyoung yang tadi menabraknya.
"Apa? Lelaki aneh itu sekelas denganku? Tampang tidak ada apa-apanya mana bisa masuk kelas unggulan? Apa aku yang salah masuk kelas? Semoga saja aku tidak sebangku dengan dia." ucap gadis itu dalam hati.
"Selamat pagi semua."
"Pagi Seonsaengnim."
"Hari ini, kita ada kedatangan murid baru dari Busan. Namanya Hwang Yeji. Yeji silahkan perkenalkan namamu."
"Anyeonghaseyo yeorobun. Jeoneun, Hwang Yeji imnida. Aku pindahan dari Busan karena ayahku pindah tugas. Mohon bantuannya."ucap anak baru bernama Hwang Yeji itu sambil membungkukkan badannya.
Daehwi dan Jaechan menatap Jinyoung sambil menahan ketawa. Sadar di lihat oleh kedua sahabatnya itu, Jinyoung melihat kedua sahabatnya itu dengan tatapan dingin.
"Ada apa melihatku?" tanya Jinyoung datar.
"Tidak, kan kau Lila Prince di sekolah ini." jawab Lee Daehwi sambil menggoda sahabatnya itu.
"Trus?"
"Apa kau tidak tertarik dengan anak baru itu?"
Jinyoung menggedik bahu dengan tatapan misteriusnya.
"Bae Jinyoung?" panggil Kang Seonsaengnim.
"Ne?"
"Apa ada masalah? Seonsaengnim lihat daritadi kau bercerita dengan Daehwi. Kenapa? Kalau mau kenalan dengan Yeji nanti saja." ganggu Kang Seonsaengnim.
Semua anak bersorak mengganggu Bae Jinyoung yang dinobatkan sebagai Lila Prince itu. Jinyoung hanya diam dan datar.
"Eh sudah sudah.. Kalau begitu... Yeji, kau duduk dengan.. Ah! Dengan Bae Jinyoung saja. Kebetulan dia duduk sendirian. Yeji, silahkan ke bangkumu." ucap Kang Seonsaengnim.
Yeji tampak kesal karena diberikan teman duduk dengan anak semenjengkelkan Bae Jinyoung. Entah mimpi apa ia semalam sampai-sampai harus sekelas dan sebangku dengan anak yang bernama Bae Jinyoung itu.
"Huh! Kenapa sih aku harus ada dikelas ini dan duduk dengan lelaki aneh ini? Mimpi apa aku semalam?“ tanya Yeji dalam hati.
Yeji pun duduk di sebelah Jinyoung. Entah permainan apa yang akan Jinyoung mainkan untuk mengerjai anak baru yang sedang duduk disampingnya ini.

Pelajaranpun dimulai. Yeji memperhatikannya dengan seksama. Berbeda dengan Jinyoung yang diam-diam tertidur di kelas. Jinyoung memang sering seperti itu. Syukurlah dia termasuk anak yang pintar. Walaupun, pintarnya dibidang menghitung. Kang Seonsaengnim yang sedang menjelaskan itu melihat ke arah belakang mengamati orang-orang yang tertidur di kelas. Yeji yang paham dengan situasi itu langsung membangunkan Jinyoung.
"Hei.. Bangunlah.. Kang Seonsaengnim sedang patroli lihat anak-anak yang tidur." ucap Yeji sambil membangunkan Jinyoung dengan pelan.
Jinyoung pun bangun dengan pelan. Dan mulai mengikuti pelajaran kembali.
"Bae Jinyoung. What's the answer of question number 3?" tanya Kang Seonsaengnim tiba-tiba.
Jinyoung terkejut dan bingung harus menjawab apa.
"Yeji, can you help Jinyoung?“
Yeji mencoba menjawab pertanyaan dari Kang Seonsaengnim. Syukurlah jawaban Yeji benar. Kang Seonsaengnim pun melanjutkan pelajarannya.

Apa yang akan terjadi selanjutnya?

-to be continue-

My Forever PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang