Jinyoung pun mulai bersekolah. Terapi yang ia jalani sudah selesai dan dinyatakan sembuh.
"Wah Lila prince kita sudah kembali." ucap Jaechan di kelas.
Jinyoung tersenyum dan duduk di kursinya. Ia sangat merindukan kursi sekolahnya. Dilihatnya bekas spidol di meja Yeji, dia bingung kenapa meja Yeji bs ada bekas spidol dimana ia tau jika Yeji tidak pernah menulis di meja.
"Hai Jinyoung, syukurlah kau sudah sehat sekarang." ucap Daehwi.
"Gomapta Daehwi." ucap Jinyoung sambil tersenyum.
Daehwi dan Jaechan bingung kenapa Jinyoung jadi sehangat ini. Lia yang baru datang langsung mendekati Jinyoung.
"Bae Jinyoung, kau sudah sehat? Maaf aku hanya bisa menjengukmu 2x saja saat kau di rumah sakit. Karena, aku sibuk belakangan ini." ucap Lia sedikit manja.
"Saking sibuknya sampai tidak pernah berkumpul dengan kita." sindir Daehwi tajam.
Lia yang mendengarkan perkataan Daehwi merasa kesal dan ingin membanting Daehwi saat itu juga. Hanya saja, ia menjaga sikapnya di depan Bae Jinyoung.
"Oh, ok. Tidak apa Lia. Lagipula, ada Yeji yang menemaniku. Tidak usah khawatir ya. Kan Yeji teman dudukku." ucap Jinyoung datar.
Lia tambah panas ketika mendengar nama saingannya itu keluar dari mulut Jinyoung, orang yang dia sukai. Dan panjang umurnya lagi, Yeji benar-benar muncul dari pintu kelas.
"Wuih, panjang umur. Baru disebut sudah datang." ujar Jaechan.
"Lia, bisa kau pindah sekarang? Yang punya kursi sudah datang." ucap Jinyoung sedikit mengusir.
Jujur saja, Jinyoung merasa ada yang aneh dari Lia. Baru kali ini Lia menjadi sedikit genit dengannya.
Lia menatap Yeji dengan sedikit sinis sambil meninggalkan bangku Yeji yang dia duduki tadi. Yeji merasa bingung dengan Lia yang belakangan ini menatapnya dengan sinis.
"Lia kenapa ya? Dia seperti membenci aku sekarang. Padahal awalnya dia baik denganku." ucap Yeji dalam hati sambil menatap Lia.
"Yeji? Kau kenapa?" tanya Jinyoung sambil menatap Yeji yanh sementara menatap Lia.
Yeji pun sadar dan menoleh ke arah Jinyoung.
"Ahm, tidak. Tidak apa-apa." jawab Yeji sambil tersenyum kecil.
Yeji pun duduk di bangkunya. Jujur saja, Jaechan dan Daehwi sangat bingung dengan perubahan Jinyoung. Sejak masuk rumah sakit dan selalu ditemani oleh Yeji, mereka justru dekat dan tidak pernah bertengkar lagi bahkan Jinyoung memanggil Yeji dengan namanya, bukan nenek lampir. Mereka curiga jika Yeji dan Jinyoung sudah berpacaran.
"Jinyoung-ah, aku sedikit curiga denganmu. Apa kau menyukai Yeji? Aku lihat kalian berdua sudah tidak pernah bertengkar lagi. Apa jangan-jangan, kalian sudah pacaran?" tanya Daehwi polos.
"Yak! Kau ini! Kepo sekali! Bukan urusanmu." jawab Jinyoung sambil menutupi rasa malunya jika ia menyukai Yeji.
"Kalian ini, belajar saja dulu. Nanti kan ada ulangan."Tak terasa bel tanda masuk kelas berbunyi, semua anak masuk ke kelasnya masing-masing. Pelajaran pertama dimulai dengan pelajaran matematika.
"Simpan semua buku, kita ulangan."
Semua murid menyimpan bukunya dan ulangan. Sepanjang ulangan, Lia terlihat gelisah sedangkan Yeji mengerjakan ulangan dengan santai walau ia sedang terbebani. Yeji berusaha konsentrasi dengan baik karena ia tidak mau jika nilainya turun.Tak terasa, 2 jam pun berlalu. Ulangan pun selesai. Entah hasil akhir yang bagaimana yang Yeji dapatkan. Ia takut jika nilainya jatuh. Padahal, ayah dan ibunya tidak pernah menuntutnya untuk mendapatkan nilai sempurna. Pelajaran matematika pun berganti dengan bahasa Inggris.
"Good morning everybody?"
"Good morning sir."
"Hari ini, kita akan belajar di lab Bahasa. Semuanya bawa buku dan alat tulis kalian dan duduk sesuai nomor urutnya."
"Baik sir."
Semua anak pergi ke lab bahasa kecuali Lia. Entah taktik apalagi yang dia lakukan untuk menyerang Yeji. Dia mengambil dompet Jinyoung dan menaruhnya di tas Yeji dengan rapi. Lalu, Lia pun mengambil buku dan alat tulisnya menuju lab bahasa.
"Lia, kenapa terlambat?" tanya Sir Daniel.
"Aku dari toilet sir." jawab Lia santai.
"Lain kali izin dulu ya. Jangan langsung menghilang. Baiklah, silahkan duduk." ucap Sir Daniel dengan bijak.
Lia pun duduk di sebelah Jinyoung karena sesuai nomor urut absen. Selama pelajaran berlangsung, Jinyoung mencoba menyamankan dirinya. Jujur saja, dia sedikit risih dengan Lia yang selalu melihat ke arah nya. Karena sudah tidak bisa menahan rasa risihnya, Jinyoung pun akhirnya meminta izin untuk keluar dari lab bahasa sejenak. Ia masuk ke kelas untuk mengambil kunci loker kelasnya. Ia mengambil minum karena haus. Setelah itu, ia kembali ke kelasnya untuk mengembalikan kunci lokernya. Ketika Jinyoung kembali ke lab bahasa, mereka menonton film.Tak terasa waktu pelajaran bahasa Inggris pun hampir berakhir. Semua anak kembali ke kelasnya. Ketika kembali ke kelas, Jinyoung membuka tasnya untuk menyiapkan mata pelajaran lain. Tiba-tiba ia terkejut ketika mengetahui dompetnya hilang.
"Dimana ya ku taruh dompet ku?"
Jinyoung mengobrak abrik tasnya sembari mencari dompetnya yang hilang.
"Ada apa Jinyoung?" tanya Daehwi.
"Dompetku hilang. Tadi aku menaruhnya di tas. Soalnya kata Sir Daniel tidak boleh menaruh barang berharga di dalam loker." jawab Jinyoung.
"Ada apa ini?" tanya Sir Daniel.
"Jinyoung lost his wallet sir." jawab Daehwi.
"Jinyoung lost his wallet? How it can be? Jinyoung, apa kau tidak salah menaruh dompetmu? Terakhir kau meletakkannya dimana?" tanya Sir Daniel lagi.
"Aku menaruhnya di tas. Setelah itu, tidak ku pindahkan kemana-mana. Kan Sir sendiri yang bilang kalau barang berharga jangan ditaruh di loker." jawab Jinyoung.
"Bagaimana kalau kita gledah tas saja sir. Jadi bisa ketahuan siapa yang mengambil dompet Jinyoung." ucap Lia semangat.
Timbul kecurigaan Daehwi dengan tingkah aneh ketua kelasnya itu. Mengapa Lia begitu semangat ketika menyampaikan idenya untuk mengledah tas murid kelas 1 per 1.
"Baiklah kalau begitu, kita gledah saja tasnya. Apa ada yang belum datang ke kelas?" tanya sir Daniel.
"Masih kurang 3 orang sir." jawab Daehwi
"Kalau begitu gledah saja tas yang ada dulu. 3 orang itu menyusul." ucap sir Daniel.
Lia dan Daehwi selaku ketua dan wakil ketua kelas mulai mengledah tas murid yang ada di kelasnya. Tak lama berselang, 3 murid yang baru saja dari toilet salah satunya ada Yeji disana baru memasuki kelasnya.
"Semua tas sudah diperiksa, sekarang tinggal kalian bertiga yang belum di periksa tasnya. Sekarang, Lia Daehwi tolong gledah tas 3 anak ini." tegas Sir Daniel.
Daehwi memeriksa tas 2 anak yang ternyata sebangku tersebut. Sedangkan Lia memeriksa tas Yeji. Dan amat terkejutnya semua orang melihat bukti yang berasal dari tas Yeji.
"Yeji? Kau ini ternyata pencuri ya? Aku tidak sangka. Jinyoung itu teman sebangkumu tapi beraninya kau lakukan ini padanya." tukas Lia sedikit emosi.
"Bukan aku yang mengambil dompet itu. Bahkan aku tidak tau kalau itu dompet Jinyoung." ucap Yeji membela diri.
"Mana ada pencuri yang mau mengaku? Jika banyak yang mengaku, penjara pasti penuh." ucap salah seorang murid.
"Yeji kau mengaku saja, ini sudah jelas ada di tasmu! Dan kau masuk kelas ini kan paling terakhir! Sudahlah! Kalau pencuri ya pencuri saja!" maki Lia.
"Sudah2, Lia, murid-murid, kasus ini biar nanti Sir yang akan mengurusnya. Yeji, sebentar ikut saya ke ruang etika ya." ucap Sir Daniel.
Lia mengembalikan dompet Jinyoung. Jinyoung mulai diam dan kembali dingin dengan Yeji. Ia melakukan itu karena ia butuh waktu untuk menenangkan dirinya.
"Jinyoung-ah, aku tidak tau apa-apa tentang dompetmu. Sungguh. Aku sejak tadi di lab bahasa." ucap Yeji sambil menatap Jinyoung.
"Bisakah kau diam? Apa kau tidak tau etika dalam kelas ketika ada guru?" tanya Jinyoung dingin.
Yeji terkejut dengan perkataan yang keluar dari mulut Jinyoung. Ia baru saja senang karena Jinyoung sudah baik padanya. Dan sekarang, Jinyoung kembali menjadi Jinyoung yang dingin. Padahal hal ini bukanlah kesalahannya.Tidak terasa mata pelajaran Bahasa Inggris sudah selesai. Yeji pun berjalan menuju ruang etika bersama Sir Daniel.
"Yeji, silahkan duduk. Dan jelaskan pada saya, kenapa dompet Bae Jinyoung bisa ada di dalam tasmu."
Yeji pun duduk dan mulai menceritakan semuanya. Yeji benar-benar tidak tau kenapa dompet Jinyoung bisa ada dalam tasnya. Tampak dari mata Yeji tidak ada kebohongan sama sekali. Di sisi lain...
"Aku yakin bukan Yeji pelakunya. Kita kan tau Yeji sangat jujur dan tidak pernah mengutak atik barang orang lain. Sayang CCTV di kelas kita rusak. Jadi kita tidak bisa melihat siapa pelaku aslinya." ucap Daehwi.
"Bukti sudah jelas. Untuk apa kau masih membela Yeji?" tanya Jinyoung dingin.
"Jinyoung-ah, kau gila? Kau melupakan kebaikan yang Yeji berikan padamu hanya karena kasus ini yang dimana belum tentu Yeji pelakunya? Kau ini benar-benar jahat Jinyoung. Yeji selama ini khawatir denganmu. Kau tidak tau kan kalau sejak kemarin Yeji terkena Bullying. Entah siapa pelakunya. Yang jelas bukti jejak rekam bullyingnya sudah ada di Somi. Kemarin juga dia mendapatkan bullying di kelas. Dan buktinya sudah ku berikan ke Somi untuk di proses." ucap Daehwi yang mulai sedikit emosi.
"Tapi bukti sudah jelas Daehwi. Dompetku ada dalam tas Yeji. Tidak mungkin kan dompetku bisa berjalan sendiri dan masuk ke tasnya Yeji?" tanya Jinyoung dengan tidak kalah emosi.
Jaechan dan Daehwi menghela nafas.
"Selagi bukti kuat dan konkret belum ada, Yeji tidak bisa dikatakan bersalah." ucap Daehwi tegas.Tampak dari kejauhan Lia terlihat senyum jahat karena berhasil membuat Jinyoung benci dengan teman sebangkunya sendiri.
Apakah kebenaran akan terungkap? Apakah Jinyoung tidak akan berubah walau nantinya Yeji terbukti tidak bersalah?
-to be continue-
KAMU SEDANG MEMBACA
My Forever Promise
FanfictionBanyak yang bilang cinta itu beda tipis dengan benci. Ketika rasa benci yang kita miliki bergeser menjadi cinta, itu tandanya orang itu telah berhasil mengubah pandangan kita. Cinta membutuhkan komitmen dan saling percaya. Walaupun jarak dan waktu m...