Part 25, I Promise You

26 6 0
                                    

Edward dan Lia menghampiri Pinky, Yeji dan Jinyoung.
"Hi Jiejie. Ni lai ma.. (hi ce, kamu dateng toh) wo ting jian ni meiyou lai (aku qr kamu gak dateng)" ucap Edward sambil menjabat tangan spupunya itu.
"Haha, jiejie lai. Tzuyu jiejie yeshi lai. (aku datang koq. Ce Tzuyu juga datang)." balas Pinky.
"Ah, Jiejie kenal lelaki ini?" tanya Edward sambil menunjuk Jinyoung.
"Ahm, dia adik kelasku dulu. Dan ya, jiejie pernah pacaran dengan dia. Tapi itu dulu." jawab Pinky sedikit malu.
"Oh." ucap Edward singkat.
"Ahm, Lia. Selamat ya. Kau sudah tunangan." ucap Yeji sambil mengulurkan tangannya.
"Ah iya, kau juga selamat ya. Sudah berhasil mendapatkan Bae Jinyoung. Ahm, aku minta maaf pernah membullymu. Edward yang menyadarkan aku kalau hal itu tidak baik. Dia sudah tau kalau aku pernah membullymu." ucap Lia.
"Yang lalu biar saja pergi Lia. Yang penting kau jangan ulangi lagi. Aku tidak peduli mau dia sejelek apapun masa lalunya, yang penting kehidupannya saat ini." ucap Edward sambil tersenyum pada Lia.
"Lia kau beruntung punya suami seperti Edward. Dia baik. Dia juga ganteng." ucap Yeji
Jinyoung berdeham pelan. Ia mulai cemburu saat Yeji memuji Jinyoung.
"Dari dulu tidak berubah." ucap Pinky.
"Tenang saja aku sudah punya tunangan." ucap Edward sambil menggandeng tangan Lia.
"Hehehe, Edward jaga Lia baik-baik ya. Dia teman terbaikku." ucap Yeji polos.
Lia tidak menyangka Yeji sebaik itu. Bahkan Yeji masih menitipkannya pada Edward dan mengatakan kalau Lia adalah teman terbaiknya.
"Yeji, kau benar-benar baik. Terima kasih." ucap Lia sambil memeluk Yeji.
Yeji pun memeluk Lia dengan hangat. Edward senang melihat Lia bisa berbaikan dengan Yeji. Ia merasa menjadi berguna sebagai seorang tunangan yang notabenenya adalah calon suami Lia.

Tak terasa acaranya pun selesai, Jinyoung mengajak Yeji berjalan menuju sungai Han yang tidak jauh dari sana. Sebelum berjalan, Jinyoung melepaskan jasnya dan memakaikannya ke Yeji.
"Sudah malam, nanti kau sakit." ucap Jinyoung datar.
"Ahm, kita mau kemana?" tanya Yeji.
"Ke Sungai Han. Tidak jauh dari sini koq." jawab Jinyoung.
"Baiklah, jangan lama-lama ya." ucap Yeji.
"Iya nenek lampir."
"Ish, kau ini. Dasar kakek peyot."
Mereka berjalan sampai ke sungai Han. Jinyoung mengumpulkan keberaniannya untuk jujur pada Yeji.
"Yeji, ada sesuatu yang ingin ku katakan padamu." ucap Jinyoung sedikit datar.
"Apa itu?"
"Sebenarnya, aku menyukaimu sejak awal kau masuk sekolah." jawab Jinyoung serius.
Yeji tidak sangka kalau Jinyoung bicara sedalam ini.
"Sejak kau masuk ke sekolah dan sekelas bahkan sebangku denganku, aku merasa semangat ke sekolah. Apalagi, saat aku di rumah sakit dan kau merawatku. Kau benar-benar berbeda dengan yang lain. Bahkan kau jauh lebih baik dari mantanku Park Xiyeon. Dia hanya mau denganku saat aku berjaya. Tapi setelah ada yang lebih terkenal, dia meninggalkan aku dan terang-terangan dia bilang begitu di depan mata kepalaku sendiri." ucap Jinyoung jujur.
Jinyoung memegang tangan Yeji.
"Aku minta maaf, aku pernah kasar denganmu. Bahkan aku pernah memakimu. Aku benar-benar minta maaf. Dan maaf juga aku mengatakan kau adalah pacarku ke orang-orang tadi dan kau salah tingkah. Dan 3 bulan lalu, aku memelukmu di depan Lia dengan maksud aku ingin membuat Lia tau bahwa aku sudah memiliki orang yang aku sayang yaitu kau. Aku juga mau buktikan ke Xiyeon kalau aku bisa mendapatkan yang lebih cantik dari dia. So, wanna be my girlfriend?" tanya Jinyoung dengan tatapan yang serius.
Yeji tidak menyangka kalau Jinyoung akan memilihnya. Baginya, ia melakukan kebaikan pada Jinyoung sebatas teman duduknya.
"Ahm, jujur saja. Aku tidak sangka Jinyoung kau memilih aku. Hmm.. Karena aku pikir, ya kita kan sering bertengkar. Hehehe.. Tapi ternyata kau baik juga. Tapi, ahm.. Kalau orang tuamu tidak menyukai aku bagaimana?" tanya Yeji sedikit hati-hati.
"Tidak apa Yeji. Aku akan bicarakan dengan pamanku. Ya aku memang lama tidak menghubunginya sih. Tapi, ya kalau aku ada waktu, aku akan mengenalkanmu pada Pamanku. Kau tidak usah pikirkan itu ya." jawab Jinyoung
"Hmm.. Baiklah. Kalau begitu, ahm...." perkataan Yeji terhenti.
Jinyoung harap-harap cemas pada jawaban Yeji. Yeji pun mengangguk tanda ia menerima Jinyoung. Jinyoung pun senang dan memeluk Yeji erat.
"Yeji, aku janji aku akan jaga kepercayaan yang kau berikan padaku. Dan aku juga akan percaya padamu." ucap Jinyoung sambil menatap Yeji.
"Really? Promise?"
"Yes, I promise you babe."
Jinyoung mendekat ke bibir Yeji hendak menciumnya. Tiba-tiba...
"Ehm, Hyung? Pantas saja tidak mau di jemput di tempat acara hihihi" ganggu Seochan.
"Wah, kalian sudah jadian toh. Pantas saja diam-diam pergi tadi. Tidak sapa kita lagi." balas Jihoon.
"Yak! Kalian!"
"Wah, kakek peyot sudah jadian betulan dengan nenek lampir. Mereka sudah damai sekarang." goda Woojin.
"Eish sudah-sudah. Bubar bubar. Aku mau antar Yeji pulang. Nanti dicari ayahnya." ucap Jinyoung sambil menggandeng Yeji dan masuk ke mobil bersama Seochan.

Mereka mengantar Yeji sampai ke rumah. Sesampainya di rumahnya, Yeji turun dari mobil bersama Jinyoung. Yang membuka pintu tersebut adalah Yeju, kakak Yeji. Yeji pun mulai masuk ke rumah dan Jinyoung kembali ke mobilnya setelah pamitan dengan kakak Yeji. Yeji berjalan masuk ke kamarnya sambil tersenyum. Ia tidak sangka jika orang yang selalu panggil dengan sebutan kakek peyot itu justru menjadi pacarnya saat ini.
"Aku tidak sangka aku bisa jadian dengan kakek peyot itu. Hehehe.. Hmm.. Tapi Jinyoung termasuk orang yang baik. Walaupun sedikit mengesalkan." ucap Yeji dalam hati.
Yeji mengganti pakaiannya dan bersih-bersih. Syukur saja besok hari sabtu, sekolah libur.

Sabtu pagi, rumah Jinyoung kedatangan polisi. Tepat saat itu, Orang tua Jinyoung sedang berdebat.
"Ini semua gara-gara kau Nayoung! Kalau bukan karena keinginan hedonisme mu itu, aku tidak mungkin korupsi!" marah Minki.
"Aku kan tidak menyuruhmu korupsi. Kau sendiri yang mau korupsi kan? Bukan salahku lah~" ucap Nayoung dengan nada menantang.
Terdengar bunyi ketukan pintu. Minki yang sedang kesal itu membuka pintu rumahnya. Ia terkejut ketika melihat 2 orang polisi yang datang ke rumahnya.
"Maaf, ada apa ya bapak kemari?"
"Kami menangkap sodara Bae Minki dengan kasus korupsi. Sekarang ikut kami ke kantor polisi."
Polisi tersebut menarik Minki dengan paksa. Tampak jelas Minki meronta agar ia lepas dari pegangan polisi tersebut. Sedangkan Nayoung kabur dengan hasil korupsi sang suami dan meninggalkan kedua anaknya yang masih dibawah 18 tahun.
Jinyoung dan Seochan benar-benar tidak menyangka jika orang tuanya seperti itu. Tiba-tiba, ada orang bank yang datang menyita rumah Jinyoung. Mereka mengusir Jinyoung dan Seochan secara kasar tanpa berpikir jika mereka anak dibawah umur.
"KELUAR DARI RUMAH INI SEKARANG! RUMAH INI BUKAN RUMAHBKALIAN LAGI! SAYA BERI WAKTU 1 JAM UNTUK MEMBERESKAN BARANG KALIAN!" marah orang bank tersebut.
"Tapi Sajangnim, kami mau tinggal dimana? Kami tidak punya tempat tinggal lagi." ucap Seochan.
"SAYA TIDAK MAU TAU! SEKARANG KEMASI BARANG KALIAN DAN PERGI DARISINI!"
Jinyoung dan Seochan pun mengemasi barang mereka. Dan keluar dari rumah tersebut. Syukur saja mereka masih punya tabungan agar bisa menyewa kontrakan kecil dan makan. Mereka pun berjalan kaki entah kemana.
"Andai aku tau dimana Jisung Samchon tinggal, mungkin aku bs menginap disana." ucap Jinyoung dalam hati.
"Hyung, kita mau tinggal dimana?" tanya Seochan yang sudah lelah berjalan.
"Entahlah. Hmm.. Sayangnya aku tidak tau Jisung Samchon tinggal dimana." ucap Jinyoung datar.
"Hmm, hyung. Aku lapar." ucap Seochan yang lelah karena sejak tadi berjalan kaki.
Jinyoung melihat sebuah kedai makan kecil disana. Ia berharap uangnya cukup untuk makan mereka berdua.
"Seochan, kau tunggu disini jangan kemana-mana. Ok?"
Seochan menganggukkan kepalanya. Jinyoung masuk ke dalam Kedai tersebut dan membeli makan yang murah agar adiknya bisa makan.
"Kalau aku beli 2 porsi, pasti tidak cukup. Aku beli 1 saja, biar Seochan kenyang. Lagipula, aku juga belum lapar." ucap Jinyoung dalam hati.
"Mau pesan apa?" tanya ibu penjual.
"Aku pesan Nasi dan soup tofu saja 1 porsi." jawab Jinyoung.
"Ah baik, sebentar ya. Bibi siapkan." ucap ibu penjual tersebut.
Jinyoung duduk sebentar di kedai tersebut sambil menunggu pesanannya.
"Ibu, kenapa jualan sendirian tidak bilang denganku?" tanya Jonghyun Seonsaengnim pada ibu mertuanya.
"Bae Jinyoung?"
"Jonghyun Seonsaengnim? Ah, annyeonghaseyo." ucap Jinyoung sambil membungkukkan badannya.
"Eh Jonghyun. Ibu tidak mau merepotkanmu nak. Kan Minkyung (Roa) membutuhkanmu. Dia kan sedang hamil. Kau harus menjaganya." jawab ibu mertua Jonghyun.
"Tidak apa bu, hehehe. Kasihan ibu sendirian." ucap Jonghyun sambil tersenyum hangat pada ibu mertuanya. Jonghyun baru bisa menemani ibu mertuanya saat hari sabtu dan hari libur, sekalian membawa anaknya, Jian dan Seo an pergi ke rumah halmeoninya.
"Ya sudah. Terima kasih ya Jonghyun. Oh ya, kau kenal anak ini?" tanya ibu mertuanya
"Iya bu, dia murid di sekolah tempat aku mengajar. Jinyoung, kenapa kau bisa ada disini?" tanya Jonghyun.
"Ahm, aku mencari rumah pamanku Seonsaengnim. Hehehe." jawab Jinyoung malu.
"Oh, apa mau Seonsaengnim antar?"
"Ah, tidak usah Seonsaengnim, terima kasih."
"Ini pesanannya. Karena kamu murid menantu saya, jadi kamu saya gratiskan." ucap ibu penjual tersebut.
"Jangan bi, tidak apa. Saya bayar saja." ucap Jinyoung sungkan.
"Tidak apa-apa. Ini Seonsaengnim berikan lagi 1 porsi untuk adikmu." ucap Jonghyun sambil memberikan seporsi soup tofu dan nasi. Tak lupa dengan air minum 2 botol.
"Tapi Seonsaengnim..."
"Sudah tidak apa-apa, perjalanan kalian siapa tau masih jauh. Sudah, bawa saja. Tidak apa." ucap Jonghyun sambil tersenyum hangat.
"Gomaseumnida Seonsaengnim. Gomaseumnida bibi." ucap Jinyoung sambil membungkukkan badannya.
"Iya sama-sama"
Jinyoung pun pamitan dan keluar dari toko itu.

Akankah mereka dapat bertahan? Akankah kasus tersebut dapat selesai?

-to be continue-

My Forever PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang