"Hari ini telah berjalan terlampau baik, tapi seharusnya gue nggak boleh terlena karena semesta memang nggak akan mengizinkan gue mendapat kebaikan sebanyak itu."
-0-
ALVIN
-0-
Perasaan sayang gue ke Thalia semakin membuncah saat gue melihat langsung dengan mata kepala gue sendiri, gimana dia ketawa dengan ceria, heboh akibat hal-hal menarik yang dia lihat, dan bisa memahami gue tanpa perlu gue bicara sampai berbusa. I'm starting to believe that we are made for each other.
Momen kami berdua di Ancol gue simpan rapat-rapat di otak, jadi kenangan yang akan gue kunjungi lagi di masa depan kalau-kalau hidup nggak semenyenangkan sekarang. Hari ini, Thalia berpenampilan kasual dengan kaos warna biru langit dan celana pendek jins. Bandana di rambutnya menambah kesan feminin dan membuat gue bahagia karena gue bisa bebas memandang wajah cantiknya dari samping ketika kami berjalan beriringan, nggak terhalang rambutnya yang sangat halus dan mudah jatuh menutupi wajah.
Sebagai seorang cowok, gue sadar seratus persen gimana kaum gue memandang Thalia dengan pandangan penuh damba dan kekaguman. Untungnya, yang berani bergerak justru seorang cewek usia taman kanak-kanak. Genggaman gue ke tangan Thalia dan cara gue balas memandang cowok-cowok yang ngeliatin dia lebih dari lima detik sukses memberi warning ke mereka. Kayaknya gue harus membiasakan diri menghadapi hal-hal seperti ini. Risiko naksir cewek cakep.
"Beneran nih, berani nyobain semua wahana ekstrim?" Thalia bertanya dengan nada mengejek.
Gue menyunggingkan senyum remeh. "Elah, bungee jumping aja udah gue lakuin. Yang ginian sih, kecil."
Boleh jadi, gue nggak terlalu mempedulikan wahana apa pun yang kami coba. Yang penting buat gue justru waktu mengantri dan berjalan menuju satu wahana dari wahana lain. Di saat-saat itulah gue bisa memancing obrolan dengan Thalia, bertanya apa pun tentang dirinya yang bakal gue catat baik-baik di otak. Bahkan, gue sempat mengeluarkan ponsel untuk ngetik di notes daftar snack favoritnya.
"Nggak tahu ya, tapi susu sapi yang putih itu ... nggak enak kalau diminum langsung. Kalau jadi campuran masakan baru enak. Gue sukanya susu stoberi di peringkat pertama, peringkat keduanya susu cokelat!" ucap Thalia sambil bersandar di pagar besi yang menjaga supaya antrean tetap lurus. Kami sedang mengantre wahana bianglala.
Gue mengeluarkan ponsel lagi. Susu stoberi, susu cokelat. No susu putih.
"Jangan bilang lo nyatet semua jawaban gue di notes hape!"
Gue terkesiap. Gue segera mengantongi ponsel, lalu berdeham. "Nggak semua, sih. Kalau cerita-cerita lo biasanya gue langsung inget, tapi kalau udah nyebut merk atau rasa gue suka ketuker."
KAMU SEDANG MEMBACA
Andaikan Saja Kita
Teen FictionRANK #1 comingofage [25.08.2020] RANK #1 mentalhealth [30.08.2020] RANK #1 ambis [02.10.2020] RANK #1 olimpiade [17.10.2020] Gimana rasanya suka sama cowok yang naksir sama sahabat kamu sendiri? Terus, setelah kamu putus asa, dia malah datang dan ga...