<>
THALIA
<>
Pergantian tahun masehi tidak menyisakan kenangan yang indah untuk Alvin, dan aku bisa sangat memahami alasannya. Seharian ini, aku menemani Alvin di rumah, bersama dengan Papanya juga. Aku memasak makanan favorit Alvin dibantu oleh asisten rumah tangga yang bekerja di rumahnya, namanya Mbak Farah.
"Thalia, Om jadi nggak enak, nih," komentar Om Agam ketika aku dibantu Mbak Farah dan Alvin menata hasil masakan di atas meja makan.
"Nggak masalah, Om. Saya emang sukanya masak, kok. Justru semacam refreshing." Aku meyakinkan.
Alvin mengambil duduk di sebelahku sambil menggosok kedua telapak tangannya.
"Ya Allah, udah keroncongan nyium baunya dari tadi." Alvin menepuk perutnya beberapa kali.
"Mbak Farah makan di dapur? Yah, padahal aku pengin nemenin Mbak," ujarku kecewa.
"Sini aja, Mbak," tawar Alvin sambil menunjuk salah satu kursi kosong.
"Loh, nggak usah. Mau nemenin Pak Karyo makan juga saya," tolak Mbak Farah halus.
Setelah kepergian Mbak Farah, kami mengisi piring masing-masing dengan menu yang kami inginkan. Meskipun sendokku telah berisi sesuap nasi dan potongan telur Fu Yung Hai, aku belum memasukkannya ke mulut. Aku ingin mengamati dengan seksama reaksi Alvin dan Om Agam. Senyum lebar tidak bisa kutahan ketika Alvin menggumamkan pujian dan Om Agam mengangguk-anggukkan kepalanya puas.
"Enak. Banget," ucap Om Agam. Aku tersenyum lebih lebar lagi.
Alvin belum juga membuka mulut, tapi wajahnya terlihat serius sekali, seakan-akan berusaha meresapi cita rasa makanan yang sedang ia kunyah. Kemudian, "Enggak enak."
Aku melotot.
"Enggak enak kalau sedikit," lanjutnya sambil cengengesan.
Aku mendengus dan memutar bola mata, tapi tentu saja hatiku menghangat.
"Kamu latihan masak, Vin. Bantuin Thalia. Masak itu survival skill, bukan cuma cewek yang harus bisa masak," kata Om Agam tiba-tiba.
"Aku mau bantuin Thalia, Pa. Thalia aja yang nggak mau diribetin." Alvin membela diri.
Aku hanya bisa berdiam diri karena memang benar, aku sering tidak mau direpotkan orang yang memegang pisau saja masih suka kebingungan.
"Tapi gini-gini aku juara pertama lomba masak antar kelas, pas kelas sebelas kemarin. Iya nggak, Thal?"
Aku mengangguk antusias. Sebenarnya, Alvin itu bisa memasak kalau aku sedang sabar mengajarinya. "Sayang classmeeting kemarin ini OSIS nggak ngadain lomba masak lagi."
"Wah, padahal kalau ada lagi, mau jadi juara bertahan ya, Vin?" goda Om Agam.
Om Agam pamit naik ke lantai dua setelah kami selesai bersantap siang. Alvin ngotot mencuci semua piring, jadi aku memutuskan untuk menunggunya di ...
Aku menelan ludah melihat sofa besar di ruang tengah Alvin. Apa yang hampir kami lakukan berdua di sana beberapa bulan yang lalu kembali muncul di ingatanku.
"Kamu mau nonton ap—" Alvin baru saja kembali dari dapur. Dia terdiam begitu mengetahui ke mana arah pandanganku bermuara. "Ehem, makalah sejarah kelompok aku terbaik seangkatan, for your information," ujarnya sambil cengengesan. Aku memukul lengannya pelan sebelum mengikutinya mendudukkan diri di sofa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Andaikan Saja Kita
Teen FictionRANK #1 comingofage [25.08.2020] RANK #1 mentalhealth [30.08.2020] RANK #1 ambis [02.10.2020] RANK #1 olimpiade [17.10.2020] Gimana rasanya suka sama cowok yang naksir sama sahabat kamu sendiri? Terus, setelah kamu putus asa, dia malah datang dan ga...