20 | Everything's Alright

1.6K 324 29
                                    

"Waktu memang dapat menyelesaikan beberapa masalah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Waktu memang dapat menyelesaikan beberapa masalah."

<>

THALIA

<>

Aku akan meninggalkan sekolah selama dua minggu mulai esok hari dan bisa kukatakan dengan percaya diri bahwa dari sekian banyak masalah yang memunculkan wajahnya ke hadapanku belakangan ini, sebagian besar telah terselesaikan. Misalnya, aku kembali berteman baik dengan Naura. Tidak, aku tidak sampai tahap makan bersama di kantin atau sengaja update instagram bersama. Kami hanya sering bertegur sapa selama di sekolah dan aku beberapa kali mengomentari story instagram-nya. Mira masih sering menghadiahiku tatapan sinis, tapi dia tidak pernah melakukan hal ekstrim lain. Ancaman Mira tidak terbukti. Kutebak, Naura benar-benar sudah memperingatkannya.

Proyek belajar bareng anak-anak basket dengan tutor anak olimpiade juga berjalan mulus. Yah, bukannya tanpa tantangan, tapi secara umum belum ada kendala yang sangat menyusahkan. Alvin yang harus mengurut kening menahan amarah berkali-kali karena dia menyaksikan sendiri anak-anak klubnya memenuhi grup belajar dengan gombalan kepada tutor masing-masing.

"Lemesin aja, Vin. Anak-anak lo kan, emang sering iseng." Komentarku yang saat itu sedang semobil dengannya sebab Alvin memang menjalankan perannya sebagai tukang ojek pribadiku dengan sangat baik.

Alvin mendengus. "Kalau nggak iseng gimana?"

"Mereka beneran serius deketin anak olim, gitu? Ya udah lah, hak mereka juga. Meskipun tujuan proyek ini buat ningkatin akademik, kalau ternyata efek sampingnya jadi biro jodoh, kita bisa apa." Aku terkekeh. Geli membayangkan cewek paling random dari klub basket, Tiara misalnya, menjadi dekat secara romantis dengan cowok macam Robin.

"Ck, males banget." Alvin berdecak. Matanya masih fokus memindai jalanan yang lumayan padat. "Gue nggak mau keduluan anak gue sendiri." Ujarnya sambil melirikku singkat.

Aku memutar mata, mengerti arah pembicaraannya. Ajaibnya, kami tidak terjebak kekikukan setelah itu. Kami justru tergelak bersama. Membicarakan perasaan dengan Alvin bukan lagi topik yang menakutkan.

Untuk hal lain, seperti aksi diam Zahra kepadaku, sudah mulai berkurang. Kami memang tidak sedekat dulu, berhubung seluruh waktu luang Zahra kini tersita untuk pacarnya. Dengar-dengar, Zahra banyak membantu Kak Jefri mengulang pelajaran kelas 10 dan 11 untuk mempersiapkan ujian nasional dan ujian masuk universitas. Posisi duduk kami juga belum kembali seperti semula. Namun, setidaknya Zahra tidak lagi menganggapku makhluk kasat mata.

Mungkin, anggapan sebagian orang bahwa time does heal ada benarnya. Waktu memang dapat menyelesaikan beberapa masalah.

Aku berjalan ke ruang guru sambil memeluk beberapa lembar kertas dan buku. Aku akan mengumpulkan tugas sekolah untuk dua minggu ke depan yang telah selesai kukerjakan. Tidak banyak anak olimpiade yang meminta tugas lebih dulu ke guru seperti aku, mungkin aku yang pertama sepanjang sejarah Garda Bangsa. Biarlah. Ini memang pilihanku untuk unggul di olimpiade tanpa kehilangan peringkat pertama pararel.

Andaikan Saja KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang