25 | Jalan Gelap, Jalan Terang

1.5K 331 65
                                    

"Gue merasa di atas angin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gue merasa di atas angin. Mirip tokoh utama manga shounen yang memenangkan pertarungan sekaligus mendapat gadis pujaan."

-0-

ALVIN 

-0-

I am a freaking buzzer beater. Hell yeah!

Gue mengangkat tinggi-tinggi trofi emas berbentuk cangkir raksasa. Setelah sesi foto yang berlangsung cukup lama—mostly karena anak-anak gue memiliki ide-ide unik untuk pose mereka—gue kembali mengecek keadaan Manda.

Begitu pertandingan putra usai, gue melihat Manda mulai menangis. Gue kira, dia makin kecewa karena gagal mengawinkan gelar Jakarta Cup tahun ini. Saat gue hibur, dia justru membisikkan alasan sebenarnya dibalik tangisan itu.

"Damar nonton gue gagal masukin free throw dua kali berturut-turut. Malu, anjir. Padahal gue mau pamer."

Gue berdecak sambil menahan senyum. Gue selalu mengagumi kemampuan Manda untuk turning pain into power.

Meskipun badan gue udah super lengket, gue nggak bisa kabur dari jeratan wawancara. Dhanu terpilih menjadi Most Valuable Player untuk musim ini, tapi kayaknya sih, gue itu crowd's favorite. Kami berdua berdiri berdampingan menjawab beragam pertanyaan yang dilontarkan wartawan. Setelah kerumunan wartawan mulai menyusut, keluarga kami berdua datang menghampiri. Oh, ternyata nggak hanya keluarga kami.

Seorang lelaki paruh baya berkaos polo merangkul pundak kami berdua. "Alvin, Dhanu, saya tunggu kalian di seleksi Tim Nasional untuk FIBA Asia bulan depan, ya? Dynamic duo-nya Jakarta yang ternyata bisa ngotot juga kalau harus kontra satu sama lain." Lelaki itu terkekeh.

Melihat kebingungan gue, Papa menyela, "Ini Pak Hendarta, Vin. Pelatih Timnas U-18 Indonesia tahun ini. Tadi Papa udah sempet ngobrol. Papa cerita kenapa tahun lalu kamu nggak bisa ikut seleksi Timnas."

Gue mengangguk mengerti. Jadi ini rupanya Hendarta Alamsyah yang namanya cukup terkenal di kalangan pebasket karena memutuskan kembali melatih Indonesia setelah lima tahun terakhir berkarier di Filipina, negara dengan kemampuan basket paling unggul di Asia Tenggara.

Setelah beramah-tamah sebentar, Pak Hendarta pamit lebih dulu. Kemudian, lelaki lain yang usianya masih muda dengan pakaian necis mengulurkan tangan ke arah gue. Di sebelah lelaki itu, muncul sosok yang gue kenal baik.

"Perkenalkan, saya Jason Jovi. Talent scouter-nya Universitas Nusa Bakti. Alvin pasti sudah akrab dengan salah satu mahasiswa kami ini, kan?" Jason menunjuk Damar yang meringis ke arah gue sambil mengangkat tangan singkat. Gue langsung memahami ke mana arah pembicaraan ini.

"Setiap tahunnya, kami selalu menjaring pebasket terbaik dari seluruh penjuru Indonesia. Yang terbaik dari yang terbaik berkesempatan mendapat beasiswa penuh selama menempuh sarjana di kampus kami. Damar ini salah satunya," papar Jason.

Andaikan Saja KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang