15 | Dekonstruksi

1.8K 359 74
                                    

"Secepat mungkin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Secepat mungkin. Demi gadis yang gue sayang."

-0-

ALVIN

-0-



"Vin, lo dengerin gue ngomong apa nggak, sih?" sebuah tepukan di pipi membuat gue memandang pelakunya dengan kesal.

"Gue diem ini lagi mikir, Do."

"Oh, kirain. Habisnya lo aneh, harusnya lagi hepi habis jalan sama Thalia, tapi dua hari ini lo kayak mayat hidup." Aldo meraih keripik kentang yang tergeletak di meja dan mengunyahnya dengan berisik.

Gue dan anak-anak basket putra dan putri sengaja berkumpul di ruangan klub setelah show-off selesai untuk membahas hal yang mendesak banget.

Manda mengelilingi sofa yang gue, Aldo, dan beberapa orang duduki sambil bersumpah-serapah.

"Jangan sebutin namanya mulu, elah. Kualat ntar lo!" Tiara melemparkan biji kuaci ke arah Manda.

"Sampahnya jangan lupa lo beresin, Ti," gue memperingatkan sambil menggelengkan kepala mengamati biji-biji kuaci itu mengotori lantai. Tiara hanya menunjukkan cengiran lebar dan tanda peace di tangan.

"Gini, deh." Gue bangkit dari duduk supaya bisa mendapat perhatian semua orang yang ada di dalam ruangan. Kami sudah membahas hal yang sama selama satu jam, wajar apabila lingkaran yang awalnya besar jadi semakin kecil karena banyak yang bosan dan jenuh mengikuti pembahasan kami yang belum juga menemukan titik terang. Mereka akhirnya sibuk dengan diri masing-masing.

"Kapten lo dengerin, woi!" teriak Farrel sambil bertepuk tangan tiga kali. Gue mengangkat alis sebagai gestur terima kasih. Kayaknya gue harus belajar banyak dari Farrel perkara ngomong dengan suara lantang.

Setelah semua mata mengarah ke gue, gue angkat bicara. "Gue recap bentar tentang masalah kita, ya. Seperti kalian tahu, Pak Bagyo mengundurkan diri jadi Kepala Sekolah pertengahan semester kemarin. Penggantinya, Pak Hermawan, itu ..." Gue menelan ludah, bingung mendeskripsikan kepala sekolah Garda Bangsa yang baru itu seperti apa.

"Kolot! Nggak tahu terima kasih! Seenaknya sendiri!" Manda menjerit. Diikuti tawa tertahan beberapa orang dan seruan untuk diam dari beberapa yang lain. Gue termasuk yang pertama.

"Yah, gue sih, berpikir dia kayak gitu karena basic-nya wakil kepala sekolah bidang akademik, ya. Kita udah sering denger dari Coach Henri gimana di puncak organisasi sekolah kita ini sering ada Civil War—"

"Hermawan Iron Man, anjir. Otot kagak ada, otak doang." Celetuk Aldo ngasal.

"Jangan samain Hermawanjing sama Tony Stark!" Clara meraih rambut Aldo dan menariknya ganas.

Andaikan Saja KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang