24 | Tumpukan Emosi

1.5K 317 23
                                    

"Alvin sangat baik hati, ya?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Alvin sangat baik hati, ya?"

<>

THALIA

<>


"Zahra mana, Thal? Dia harus tahu kelakuan cowoknya. Hari ini dia nggak masuk sekolah, kan?"

Aku tersentak mendapati Mira berdiri di sampingku. Gadis itu melipat lengannya ke depan dada dan menunjukkan muka songong, seperti biasa. Bedanya, aku sedang tidak ingin memusuhi Mira mengingat ide briliannya berhasil menyelamatkan Alvin. Ya, kami baru saja keluar dari ruangan Pak Hermawan dengan membawa kabar baik. Pak Hermawan menyetujui ide itu.

"Sakit, kayaknya," jawabku ala kadarnya. Mira memindaiku dengan matanya yang tajam. Aku sangat yakin dia mengendus kebohonganku, tapi nyatanya ia memilih untuk tidak membahas topik ini lebih jauh. Mira hanya mendengus, kemudian berlalu meninggalkanku.

Baru beberapa langkah ia berjalan, Naura yang keluar dari pintu toilet putri berseru, "Udah minta maafnya?"

Mira menghentikan langkahnya. Naura berdecak, lalu menarik tangan Mira dan menyeretnya sampai ke hadapanku lagi.

"Lo udah janji sama gue," desis Naura.

Mira memutar bola matanya. Detik berikutnya, ia mengulurkan tangan kanannya ke arahku. Aku mengerjapkan mata beberapa kali. Mira sungguhan mau minta maaf?

"Maaf, ya," ucapnya lirih. Jika orang di hadapanku ini bukan Mira, aku pasti sudah mencak-mencak dan menganggap permintaan maafnya hanya bualan belaka. Tapi, ini Mira. Cewek yang punya gengsi setinggi langit. Dia pasti sudah melawan dirinya sebisa mungkin sampai mampu melakukan hal seperti ini.

Aku menjabat tangannya erat. "Iya, gue maafin. Jangan diulangin lagi, ya. Gue tahu kok, sebenernya niat lo baik."

Mira tidak mau berlama-lama bersalaman denganku. Dia segera menarik tangannya lagi dan mengarahkan pandangan ke mana pun selain ke kedua manik mataku. Aku mengulum senyum. Dasar malu-malu kucing.

"Ya udah, gue balik duluan, Thal. Lo jadinya bareng Chrysan, kan?" Naura tersenyum tulus.

"Iya, si Chrysan maksa mau nganterin. Biasanya gue numpang Alvin, tapi dia pasti langsung balik ke rumahnya," jawabku sambil mengedarkan pandangan ke pintu ruang kepala sekolah yang tertutup. Suara rendah orang bercakap masih terdengar dari sana. Om Agam, ayah Alvin, datang ke Garda Bangsa dari kantor begitu sekolah memberi kabar tentang keadaan anaknya. Tentu saja beliau sangat jauh dari merasa senang, sehingga meminta waktu untuk berbicara dengan Pak Hermawan.

"Sip, deh, kalau gitu. Gue sama Mira cabut duluan, ya," pamit Naura hangat sambil meremas pundakku sekilas.

Entah ini halusinasiku saja atau nyata, aku melihat mata Mira menyipit dan menatapku sengit untuk beberapa detik tadi. Kenapa lagi, dia? Suasana hatinya benar-benar seperti roller coaster.

Andaikan Saja KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang