"Thalia Natasha Gunardi, kenapa lo sempurna banget, sih?"
-0-
ALVIN
-0-
Gue mengekori Thalia yang berjalan cepat dengan badan tegap dan raut muka serius. Kemarin, Thalia menjelaskan rencananya untuk membantu klub basket menghadapi peraturan baru Hermawan. Gue kagum, dia bisa kepikiran rencana sebrilian itu. Sayangnya, rencana Thalia butuh anak-anak olimpiade yang lain juga, nggak cuma dia. Karena itu sekarang gue lagi dalam perjalanan menuju ruang olimpiade, tempat pertemuan mingguan mereka yang dipimpin Thalia bakal segera digelar. Sebagai pihak yang membutuhkan, tentu gue harus dengan beradab meminta tolong ke anak-anak olimpiade secara langsung.
"Gue bakal berusaha banget, Vin. Semoga anak-anak nggak nolak." Thalia menoleh ke gue sambil berucap singkat sebelum langkahnya memasuki ruangan.
Ya, semoga.
Gue menelan ludah. Rupanya, ruangan udah hampir penuh. Jelas gue sangat menyadari pandangan menyelidik penghuni ruangan ini ke arah gue. Gue maklum, anak basket juga pasti melakukan hal yang sama kalau Thalia tiba-tiba masuk ke ruangan klub. Bedanya, anak-anak gue akan langsung berkomentar dan berceletuk heboh, bukan bisik-bisik kayak gini.
"Perhatian, semuanya." Thalia berseru di depan ruangan. Kontan, kasak-kusuk berhenti. Semua kelihatan fokus menyimak apapun yang akan Thalia sampaikan. Damn, it's that easy for her to draw someone else's attention.
Thalia memaparkan tentang peraturan baru Hermawan yang sangat menguntungkan anak olimpiade. Sorakan gembira langsung terdengar dari seantero ruangan. Gue salah, ternyata anak-anak olimpiade nggak sekaku itu juga. Gue mendengar celotehan mereka tentang rencana menghabiskan uang untuk hal lain berhubung seluruh lomba mereka akan dibiayai sekolah. Good for them. Gue beneran ikut senang.
Setelah euforia mulai mereda, Thalia meminta perhatian mereka lagi. Dia melirik ke arah gue yang berada di barisan kursi paling depan. Gue langsung berdiri dan melangkah menemani Thalia di depan.
"Mungkin kalian semua bingung kenapa ada Alvin di sini. Bagi yang nggak tahu, Alvin ini kapten basket putra Garba yang sekarang—"
"Tahu banget lah, kak!" teriakan seorang cewek kelas sepuluh membuat satu ruangan terkekeh, termasuk Thalia. Cewek itu tampaknya keceplosan. Dia buru-buru menundukkan kepala.
"Bagus, deh, kalau udah pada tahu. Nah, tadi gue udah ngejelasin ke kalian gimana Pak Hermawan mempermudah kita banget sekarang ini. Sayangnya, nasib basket kebalikan kita. Alvin, coba deh, lo jelasin." Thalia mencondongkan badannya ke arah gue.
Gue membelalakkan mata. Gue kira, gue hanya butuh menambahkan satu dua patah kata, bukan mencerocos panjang lebar.
"Ish, depan Pak Hermawan aja lo banyak omong tempo hari!" Thalia berdesis pelan, tapi tetap tegas. Namun kemudian, suaranya melembut. "Santai aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Andaikan Saja Kita
Teen FictionRANK #1 comingofage [25.08.2020] RANK #1 mentalhealth [30.08.2020] RANK #1 ambis [02.10.2020] RANK #1 olimpiade [17.10.2020] Gimana rasanya suka sama cowok yang naksir sama sahabat kamu sendiri? Terus, setelah kamu putus asa, dia malah datang dan ga...