5 | Sisi Lain

3.8K 641 79
                                    

"Aku tidak menyangka akan sebahagia itu mendapat pujian dari seorang Reihan hingga pipiku merona

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku tidak menyangka akan sebahagia itu mendapat pujian dari seorang Reihan hingga pipiku merona."

<>

THALIA

<>

Aku menenteng keresek besar berisi bahan masakan dengan sedikit kesulitan. Tiba-tiba, tangan seorang lelaki mengambil keresek itu dari genggamanku.

"Minta tolong, kek. Sok kuat lo." Reihan berkomentar sambil berdecak.

Aku mencibir. "Gue emang kuat! Lagian bawa beban berat kan merangsang pertumbuhan otot dan tulang, Rei. Lo harusnya dukung gue, dong. Biar gue berbodi kotak-kotak kayak influencer yang kerjaannya nge-gym hampir setiap hari."

Reihan melirikku sinis. Aku benar-benar terkejut ketika tangannya meraih tanganku lalu mengembalikan keresek besar itu ke peganganku lagi.

"Sialan lo!" Seruku kesal sementara si pembuat onar itu mengambil langkah panjang meninggalkanku.

Aku menemukan Reihan bersedekap menungguku di depan ruangan yang akan menjadi tempatku mengolah semua bahan makanan ini. Kami sedang menjalani Pelatnas Biologi di sebuah wisma keluarga di Kota Bandung. Awal menginap di wisma ini, aku berkenalan dengan pemilik wisma dan ternyata beliau sangat ramah. Perempuan dengan rambut berwarna keperakan akibat usia itu mengizinkanku meminjam dapur wisma di Hari Minggu. Kami memasuki dapur setelah kunci yang aku pegang membuka pintunya.

"Lo unik, ya. Tuh, temen-temen kita beres ujian pada main, nonton, tidur. Lo malah mau masak." Celetuk Reihan sambil membantuku mengeluarkan bahan-bahan makanan dari dalam keresek.

"Ya kan, mereka ngelakuin hal yang menyenangkan versi mereka. Memasak adalah hal menyenangkan versi gue. Yang lebih unik adalah orang yang nggak senang masak tapi sok-sok mau bantuin." Balasku.

Derai tawa Reihan terdengar. "Anggap aja gue nggak mau melewatkan kesempatan wawancara eksklusif sama lo."

Aku mengerutkan kening. Sambil mencuci potongan dada ayam, aku bertanya, "Apa yang mau lo tahu dari gue, deh?"

Reihan mengambil sebuah pisau dan menyerahkannya kepadaku. Aku mulai memotong dada ayam itu sembari mendengarkan jawabannya.

"Lo... berubah akhir-akhir ini." Reihan tersenyum kecil. "Lebih nggak galak sama gue. Lebih... Lebih jarang nyombongin medali emas yang lo punya. Lebih santai sama saingan olim lo. Perubahan yang lebih baik, kalau kata gue, sih."

Aku merasa Reihan masih menahan beberapa kalimat di ujung lidahnya. "Say it." Ucapku. Reihan mendongak heran. "Lo mau ngomong sesuatu yang lain tapi ditahan."

Reihan terkekeh. "Salah satu perubahan terbesar lo adalah ... lo nggak deket lagi sama Alvin. Dulu banyak yang ngira kalian pacaran, by the way. Beberapa orang nanyain status lo ke gue. Dulu kan, kita nggak pernah ngomongin hal lain selain akademis dan olim, Thal. Gue bilang aja 'kayaknya iya', gitu."

Andaikan Saja KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang